Guru Gembul Singgung Maraknya Bendera One Piece di OMBUS 2025

Twibon Berita Website 20250811 210854 0000 1

Gemercik News – Universitas Siliwangi (11/08) Guru Gembul, seorang aktivis dan kritikus membawakan materi mengenai kebangsaan pada hari pertama kegiatan Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Siliwangi (OMBUS) yang bertempat di kampus 2 Murgarsari, pada (11/8). Ia menyoroti maraknya pengibaran bendera One Piece di sejumlah daerah yang saat ini dinilai bukan ancaman terhadap nasionalisme.

Guru Gembul menilai aksi tersebut merupakan bentuk pelampiasan publik akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan menjadi sinyal penting bagi mahasiswa untuk mengambil peran sebagai pengawas kebijakan.

“Nasionalisme tidak akan luntur, tapi kepercayaan publik terhadap pemerintah itu yang luntur. Bendera One Piece hanyalah salah satu wujud ekspresi masyarakat,” ujarnya kepada Gemercik, pada Senin (11/8).

Menurut Guru Gembul, meski simbol itu tak lagi berkibar, masyarakat akan tetap menemukan cara lain untuk menyampaikan keluhan. Karena itu, Guru Gembul menegaskan mahasiswa sebagai kalangan intelektual harus menjadi kontrol pemerintah.

“Mau caranya seperti apapun, kalau ada keluhan dari masyarakat, itu harus dijadikan agenda mahasiswa untuk bergerak,” tegasnya.

Selaras dengan pernyataan Guru Gembul, Samuel Panghiutan Silalahi, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik 2025, menyatakan dukungannya terhadap pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk aksi protes. Samuel juga ikut menyoroti sikap pemerintah yang mengecam aksi itu, padahal hal tersebut memiliki makna mendalam dan seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi pemerintahan sekarang.

“Saya bingung ketika pemerintah bilang itu bentuk pemecah belah negara, harusnya daripada pemerintah mengecam hal itu seharusnya pemerintah sadar diri,” ujarnya.

Disisi lain, Delima Nurazkia, salah satu mahasiswa dari Program Studi Manajemen 2025 menilai bahwa penolakan pemerintah justru memicu keinginan sebagian pihak untuk melawan. Delima menambahkan, apabila pemerintah mengizinkan, tidak akan ada aksi lanjutan, sehingga hal tersebut murni dianggap sebagai bentuk demokrasi.

Cuman karena pemerintah itu nolak jadi kayak seakan-akan kita itu semakin ingin melawan pemerintah, sebenarnya kalau pemerintah boleh-boleh aja kita juga nggak akan ngapa-ngapain,” Jelas Delima.

Terakhir, Guru Gembul mengingatkan bahwa kritik dan pengawasan publik, khususnya dari mahasiswa, menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga demokrasi dan mendorong perbaikan kebijakan.

Reporter: Elinda dan Diyah

Penulis: Kamila Cahya Aulia dan Annisa Firsty Penyunting: Muthia Khairani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *