Gemercik News-Universitas Siliwangi (01/10). Komunitas .Titik bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) Universitas Siliwangi (Unsil) menyelenggarakan diskusi publik dan aksi simbolik yang bertajuk “Menyingkap Tabir September Hitam” pada Selasa (30/09). Restu Hanif Haidar salah satu anggota Komunitas .Titik, mengungkapkan bahwa aksi simbolik ini menghadirkan wajah-wajah warga negara Indonesia yang hingga kini belum mendapatkan keadilan.
”Di aksi simbolik, kita akan menghadirkan wajah-wajah warga negara Indonesia yang hingga kini belum mendapatkan keadilan. Bahkan tidak pernah tahu akan akhir dari hidup mereka seperti apa, dan juga selain korban-korban yang sudah tercatat namanya seperti Marsinah, Widji, dan Munir tak lupa kami juga akan mencatat nama-nama yang tidak pernah ada dalam sejarah,” ungkap Restu kepada Gemercik, pada Selasa (30/09).
Restu juga menambahkan, keputusan Komunitas .Titik menggaet BEM FISIP Unsil dilatarbelakangi oleh isu yang diangkat syarat akan unsur politis. BEM FISIP dipandang dapat turut andil dalam menyuarakan keresahan yang tengah dirasakan. Komunitas .Titik juga berkeinginan untuk terus membuka ruang-ruang diskusi yang bersifat inklusif bagi siapapun yang ingin hadir dan bersuara.
“Isu ini syarat unsur-unsur politis karena terjadi pun karena hak-hak mereka yang terenggut itu akibat dari monopoli kekuasaan pada saat rezim Orde Baru sehingga kami melihat BEM FISIP ini bisa ikut andil bersama kami untuk menyuarakan bersama apa yang tengah kami resahkan,” tambah Restu.
Selain itu, Afdiasa Raditya Putra, salah satu peserta diskusi, mengungkapkan kesan positif terhadap kegiatan tersebut. Afdiasa berharap sebagai pelajar maupun mahasiswa, penting untuk bisa berekspresi serta mengetahui akar-akar dari sejarah. Afdiasa juga berpesan agar anak muda untuk bisa menghidupkan ruang-ruang dialektika dan pentingnya membaca buku sebagai sumber dari ilmu pengetahuan.
”Sangat bagus karena kita sebagai pelajar atau mahasiswa harus berekspresi, harus mengetahui akar-akar sejarah. Untuk anak muda zaman sekarang jangan sibuk dengan kehedonisan atau pragmatis, hidupkanlah ruang-ruang dialektis seperti diskusi, debat dan jangan lupa bahwa buku itu sumbernya ilmu dan kuncinya adalah membaca,” ungkap Afdiasa.
Terakhir, Restu menyampaikan harapan agar kegiatan ini mampu membuka kesadaran bahwa masih banyak kasus yang belum tuntas. Restu berharap baik peserta yang hadir maupun yang belum berkesempatan hadir dapat terus mengawal kasus-kasus yang belum dipertanggungjawabkan oleh negara segera diselesaikan.
“Harapan kami adalah yang hadir dan belum hadir pun bisa sadar, terus mengawal bahwa masih ada kasus-kasus yang belum dituntaskan, kasus-kasus yang belum dipertanggungjawabkan oleh negara, dan negara harus segera menuntaskan kasus ini,” tutup Restu.
Reporter: Nur Alliyah Zahira, Budi Adi Saputra
Penulis: Rodiyah Permata Ghani
Penyunting: Anis Siti Anisa