Gemercik News-Tasikmalaya (18/09). Diskusi antara mahasiswa Tasikmalaya dengan salah satu aktivis ICW, Bode Riswandi, anggota dan Ketua Umum KASBI bertempat di Gedung Mandala, Universitas Siliwangi. Diskusi dengan tema “Reformasi Dikorupsi” merupakan salah satu kegiatan yang di koordinir oleh BEM Universitas Siliwangi dalam membahas beberapa aksi mahasiswa soal penolakan terhadap RUU KPK, RUU KUHP dan RUU bermasalah lainnya.
Di awal diskusi ditayangkan beberapa video dokumenter tentang aksi-aksi mahasiswa dan buruh yang terjadi di beberapa daerah. Bode Riswandi yang merupakan Dosen Bahasa Indonesia juga memberikan tanggapannya mengenai aksi-aksi mahasiswa tersebut. Beliau beranggapan bahwa kehidupan kebenaran sudah begitu memprihatinkan hingga adanya mahasiswa yang tumbang karena aksi. “Mengapa harus menunggu ada yang tumbang? Betapa murahnya harga sebuah nyawa,” tutur Bode Riswandi.
Sementara itu, Tiboko Zabar yang merupakan salah satu aktivis ICW berpendapat bahwa beliau sangat mengapresiasi gerakan mahasiswa yang muncul setelah sebelumnya dianggap tidur pasca 98. Beliau beranggapan jika Reformasi kali ini masih dibajak oleh kepentingan-kepentingan yang saat ini menguasai sendi-sendi ekonomi dan politik. Dengan adanya aksi, mahasiswa menunjukkan bahwa mereka tidak diam, mereka kritis, mereka juga peduli akan kondisi bangsa saat ini.
Dibalik aksi, tentunya juga terdapat beberapa hal yang tak luput dari perhatian, salah satunya korban aksi, pelarangan aksi, hingga sikap Menristekdikti yang melarang tegas tentang adanya aksi. Mengenai hal ini Nining Elitos selaku Ketua Umum KASBI juga memberikan berpendapat bahwa seharusnya kehadiran aparat adalah sebagai pelindung masyarakat dan sebagai humanist. Seharusnya pemerintah tidak mengabaikan tuntutan rakyat dan menghentikan pengabdian mereka pada tuan-tuan modal. Dengan adanya korban, ini merupakan kritikan bagi negara yang bersikap represif terhadap mahasiswa. “Seharusnya mereka melindungi dan mengayomi bukan melakukan tindakan represif yang menimbulkan korban,” tutur Nining.
Pasca runtuhnya Rezim Otoriter 20 tahun yang lalu mempunyai kehidupan yang menjunjung tinggi kesejahteraan dan berkeadilan menjadi cita-cita besar bagi rakyat Indonesia. Dalam proses berganti kekuasaan, justru hari ini masyarakat semakin prihatin dengan kondisi bangsa dan rakyat dimana kekuasaan seharusnya mengabdi pada kepentingan rakyat, melahirkan berbagai kebijakan untuk kepentingan rakyat termasuk bagaimana melindungi seluruh tumpah darah Indonesia termasuk sumber daya alamnya. Situasi ini berbalik jauh arah dan realitanya adalah banyak regulasi-regulasi yang mematikan sumber kehidupan rakyat yang mengabaikan aspek kesejahteraan.
“Suara-suara kritis rakyat dimatikan. Seharusnya rakyat diberikan ruang untuk berekspresi sehingga para pengurus negara tidak semena-mena. Namun hari ini memprihatinkan karena para koruptor diberi kebebasan-kebebasan, namun rakyat miskin semakin terhimpitdalam gejolak kemiskinan. Mereka seharusnya diberi ruang dan kesempatan untuk mengekspresikan suaranya,” jelas Nining dalam Diskusi.
“Kesewenang-wenangan berimbas pada berbagai aspek. Ini sudah tidak berperi keadilan. Imbasnya tidak hanya pada satu pihak atau satu golongan, namun pada berbagai golongan. Apa yang diperjuangkan oleh rakyat hari Ini tidak semata tentang reformasi dikorupsi tetapi bagaimana cita cita reformasi. Ini tidak boleh terulang,” lanjut Nining.
Di akhir diskusi Nining juga berpesan kepada mahasiswa agar mahasiswa menjadi gada terdepan bersama buruh tani untuk melakukan sebuah perubahan ke depan karena mahasiswa harus membangun satu kesatuan untuk kekuatan alternatif. “Kekuasaan itu harus diduduki oleh rakyat berintegritas tentang kepentingan rakyat, bukan lagi kita menitipkan kepentingan kepada elite-elite.” Jelasnya.
Reporter: Tia, Tresna
Penulis: Tia, Tresna
Penyunting: Jihan