Virus Corona, Siapa yang Harus Disalahkan?

Co

Oleh, Erika Nofia Pransisca Permatasari

Belakangan ini, tanah air dihebohkan dengan adanya pernyataan terkait para WNI yang dinyatakan positif Corona. Setelah sebelumnya virus baru dengan nama Corona Virus (Covid-19) ini menjadi perbincangan utama di kancah kesehatan dunia. Pasalnya, virus ini menyerang ratusan ribu jiwa di tanah asalnya, Kota Wuhan, China. Sebelum akhirnya menyerang beberapa negara di dunia.

Kota Wuhan, China, meraih julukan kota mati akibat serangan virus baru dengan nama Covid-19 ini. Pasalnya, virus ini menular dengan mudah dan menyerang siapa pun yang mendekat. Ribuan kasus terjadi di China, hingga menimbulkan korban jiwa. Belum adanya vaksin serta pengobatan yang ampuh memperpanjang daftar korban akibat virus ini.

Tak sampai di sana, Covid-19 dengan mudah menyebar ke berbagai negara di belahan dunia. Negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, hingga Amerika pun turut menjadi korban. Tak ketinggalan Korea Selatan dengan kasus ‘Super Spreader’ nya. Tanpa adanya persiapan, Corona menyerang manusia tanpa pandang bulu. Pemerintah di setiap negara, berupaya melakukan pencegahan berupa karantina, untuk melihat positif atau tidaknya Covid-19 di dalam tubuh melalui masa inkubasi 14 hari. Antisipasi dilakukan terutama di daerah keluar masuknya WNA, seperti bandara dan pelabuhan internasional.

2019-nCoV (2019-Novel Corona Virus),virus menular jenis baru yang menyerang sistem pernapasan. Gejalanya mirip flu dan influenza. Hari ini akrab dengan sebutan Covid-19. Mereka yang terserang virus ini diharuskan memakai masker. Katanya sih biar gak nular ke orang lain. Pekerja medis yang merawat pasien terinfeksi pun harus pake masker. Biar gaktertular, katanya. Corona yang menyebabkan gangguan pernapasan ini ternyata masih satu keluarga dengan SARS yang muncul pada 2002 di China dan MERS yang muncul pada 2012 di Arab Saudi. Ketiga virus ini tergolong ke dalam zoonosis, yakni ditularkan dari hewan ke manusia. Untuk selanjutnya menular dari manusia ke manusia.

WaktuCorona lagi ramai menyerang negara-negara lain, masyarakat Indonesia dengan santainya bilang “tenang, Indonesia mah aman. Orang Indonesia dari kecil udah akrab sama yang namanya boraks, formalin, dan kawan-kawannya”. Ada juga yang dengan entengnya nyeletuk“dengan kekuatan tolak angin, jurus kerok tradisional, dan tukang pijetandalan, Indonesia bebas Corona“. Tapi panik setengah mati ketika Presiden Jokowi menyatakan ada dua WNI positif Corona. Apalagi sekarang pasien terinfeksi sudah mencapai belasan orang. Hmmm, stay safe ya kawan-kawan.

Bahkan awal Corona muncul di China, banyak orang Indonesia yang mengutuk dan seenak jidat bilang klo itu virus azab buat China karena memusnahkan muslim Uighur. Ada juga yang bilang kalo itu virus sengaja dibuat China dengan tujuan mengurangi jumlah penduduknya, tapi mereka juga yang bongkar virus itu. Sebenernya udah gak aneh sih ya dengan perilaku orang Indonesia yang selalu mudah menghakimi. Sampai akhirnya itu virus menyebar ke seluruh dunia, terus sampeke Indonesia. Klo udah gini, masih mau bilang Coronaitu azab? Indonesia kena azab juga maksudnya? Padahal tinggal terima, kloini emang takdir dari Pemilik alam semesta ini, ya kan.

Fenomenapanic buying dengan cepat melanda. Gakcuma di Jabodetabek, Jawa Barat sampai Kota Tasik pun ikut dilanda si panic buying ini. Terlebih setelah Kang Emil Sang Gubernur dan Pak Budi Sang Walikota menyatakan Siaga 1 Corona. Coba aja kunjungin tuh toko obat, apotek, minimarket, sekalian mall-mall gede, pasti yang namanya masker sama hand sanitizer udahabis di pasaran.

Buat yang bingung, apa sih panic buying? Panic Buying merupakan sebuah fenomena dimana masyarakat berbondong-bondong membeli kebutuhan pokok seperti masker, hand sanitizer, hingga bahan makanan dalam jumlah yang besar. Fenomena ini terjadi beberapa hari ke belakang hingga menyebabkan stok menipis di beberapa tempat.

Tak hanya itu, fenomena panic buying ini juga dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Contoh yang paling banyak terjadi adalah penimbun masker. Oknum penjual memanfaatkan keadaan ini dengan memberikan harga yang sangat tinggi, bahkan tak masuk akal. Alasannya karna supplydan demand yang tidak seimbang. Namun, tingginya harga masker ini tidak sebanding dengan kualitas, banyak korban merasa kecewa. Sebab, masker yang mereka beli dengan harga tinggi tersebut justru sudah rusak. Entah sobek, kotor, atau kerugian lain. Menanggapi hal ini, pemerintah mengimbau akan menghukum para pelaku penimbun masker berupa ancaman penjara.

Berbagai himbauan ditujukan kepada masyarakat agar tidak panik dan tetap waspada dalam menghadapi Corona. Kenali gejalanya, cegah sebelum terjadi. Harus dipahami terlebih dahulu bahwa Covid-19menular melalui sentuhan, bukan udara. Covid-19yang menular melalui saluran pernapasan adalah bersin dan batuk. Oleh karena itu perlu sekiranya menjaga jarak dan menggunakan masker baik ketika batuk dan bersin, maupun berada di dekat orang yang batuk dan bersin.

Selanjutnya adalah sentuhan, kontak personal dengan pasien terinfeksi, seperti berjabat tangan. Maupun permukaan benda mati. Dalam hal ini, perlu sekiranya menjaga kebersihan tangan. Salah satu caranya adalah rajin mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer.Penularan terakhir adalah melalui kontaminasi feses.

Masyarakat tidak perlu khawatir, apalagi sampai panic buying. Pemerintah sudah mengantisipasi ini, dan memastikan persediaan kebutuhan pokok terpenuhi. Sebagai masyarakat, kita hanya perlu menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, hingga tidak mengonsumsi makanan mentah. Mengenali gejalanya juga menjadi salah satu cara mengantisipasi. Bagaimana gejala awalnya? Demam, batuk, sesak napas, serta mengalami gangguan pernapasan ringan hingga berat. Pada kasus yang lebih parah, infeksi menyebabkan pneumonia, gagal ginjal, hingga berujung pada kematian.

Masyarakat yang sehat juga tidak perlu menggunakan masker, mereka hanya perlu menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Rajin cuci tangan dengan sabun dan mengurangi kontak fisik dengan benda hidup dan benda mati. Masker hanya wajib digunakan oleh orang yang positif terjangkit Corona, dan para pekerja medis yang merawat pasien terjangkit Corona. Covid-19 dijelaskan di berbagai sumber, tidak lebih berbahaya daripada virus-virus mematikan sebelumnya. Virus ini hanya dapat bertahan pada suhu normal ke rendah. Oleh karena itu, masyarakat harus mampu menjaga daya tahan tubuh mereka.

Singapura adalah salah satu contoh negara yang berhasil menangani kasus Corona. Menteri kesehatan Singapura menjelaskan, bahwa dengan mengenali gejalanya, maka proses penyembuhan dapat dengan cepat dilakukan. Makanya, yang penting dicatat adalah kenali gejalanya, bukan siapa korbannya. Upaya pencegahan dapat dimulai dari diri sendiri.

Di Indonesia, mindset masyarakat awam masih cenderung menyudutkan korban. Rumah diisolasi, disambangi media, fotonya disebar di grup-grup Whatsapp, keluarganya digosipin, sampedikucilkan di lingkungannya. Mindsetyang kaya gini nih, yang akhirnya bikin orang mikirberkali-kali klo mau lapor ketika kena gejala Covid-19. Padahal, masyarakat diimbau untuk segera memeriksakan ketika terdapat gejala batuk, bersin yang dirasa menular.

Jadi, siapa yang salah? China? Virusnya? Korbannya? Masyarakat? Petugas Medis? Atau justru Pemerintah?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *