Beasiswa Bidikmisi dan KIP-K Sebenarnya Untuk Siapa?

KIP K

Oleh, Yusnia Aulia Ilmi

            Beasiswa bidikmisi maupun KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah sama-sama diperuntukan untuk calon mahasiswa yang kurang mampu dalam masalah pembiayaan. Beasiswa bidikmisi bisa saja didapatkan oleh calon mahasiswa yang sebenarnya mampu dalam pembiayaan. Tapi malah memanfaatkan kemudahan dalam persyaratan yang diperlukan, bahkan berani memanipulasi data ekonomi keluarga hanya agar bisa kuliah dengan gratis. KIP Kuliah pun bisa rentan dengan kecurangan karena pembagian KIP yang tidak tepat sasaran. Sebagian penerima beasiswa bukan orang-orang kurang mampu yang berprestasi, melainkan siswa-siswa yang pura-pura menjadi miskin untuk sekadar mendapatkan uang.

            Finansial keluarga mereka sangat baik, pekerjaan orang tuanya sangat layak, bahkan ke mana-mana mengendarai mobil, hobinya pun traveling, tapi kenapa masih ingin beasiswa miskin? Masihkah mereka memiliki hati dan pikiran? Masih kurangkah kenikmatan yang dimiliki, sampai mau-maunya mengambil hak orang lain? Alhasil, setiap kali bantuan diberikan, tak jarang penerima beasiswa tersebut malah menggunakan uang yang didapat untuk membeli barang-barang yang sama sekali tidak berkaitan untuk menunjuang kegiatan akademiknya.

Kebanyakan dari mereka malah manggunakan uang itu untuk membeli gadget-gadget elektronik, perhiasan untuk tampil modis bahkan untuk biaya berbau hedonis, dan komsumerisme. Tentunya akan melahirkan pandangan miring terhadap penerima beasiswa itu sendiri. Inilah yang dimaksud sebagai ketidaktepatan penerima bantuan. Hal itu bisa terjadi karena pihak lembaga kurang teliti dalam menyaring para calon penerima beasiswa. Penyaringan yang dilakukan kebanyakan hanya melihat dari berkas persyaratan yang diajukan dan juga mewawancarai saja, tanpa melakukan survei ke kediaman para calon penerima beasiswa.

Bahkan, tak sedikit lembaga  melakukan penyaringan hanya sebatas formalitas. Penyaringan yang ketat diperlukan, agar tidak ada ketidaktepatan penerima bantuan dan terciptanya suatu keadilan. Selain dari pihak lembaga, yang mengurus beasiswa bidikmisi ataupun KIP Kuliah. Lembaga pemerintahan yang mengurus SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) ataupun KIP dari Desa ataupun Dinas Sosial, juga harus mampu menganalisis mana yang kurang mampu dan mana yang pura-pura kurang mampu. Jangan sampai karena bantuan dari “orang dalam” membuat seseorang menjadi sewenang-wenang memalsukan data untuk persyaratan penerimaan bantuan.

             Anehnya, penerima bantuan yang berani melakukan manipulasi data atau yang pura-pura miskin tidak merasa malu akan tindakannya tersebut dan malah bangga mendapatkan hak bantuan yang seharusnya bukan haknya. Mereka tidak memikirkan bagaimana jika suatu saat ada pihak yang merasa dirugikan, melaporkan kecurangan mereka kepada pihak lembaga dan dipastikan akan ada sanksi-sanksi yang menanti mereka. Seharusnya masyarakat bersikap bijak dalam menanggapi beasiswa yang seharusnya diperuntukan oleh siswa-siswa yang kurang mampu, bukan malah berlomba-lomba untuk mendapatkan dan menikmati sesuatu yang bukan haknya.

Untuk meminimalisir hal tersebut, tentunya harus ada kerja sama dengan pihak lembaga dengan seleksi ketat, bukan hanya sekedar formalitas. Harus ada ketegasan agar tercipta keadilan, keadilan tak harus sama tapi harus sesuai porsinya. Mau Beasiswa Bidikmisi atau pun KIP Kuliah, jika dalam penggunaannya tidak amanah dan tidak bertanggung jawab untuk apa? Sudah tajir kok malah ngambil hak orang kurang mampu, miskin beneran tau rasa tuhh!!

Penyunting: Rini Trisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *