Cantik, Tidak Harus Putih

Cantik

Oleh: Rini Trisa Febrianti Bahtiar

Perempuan itu identik dengan kata “cantik”, tetapi definisi itu sendiri berbeda-beda. Ada yang menilai kalo definisi cantik itu dari hati yang tulus dan baik dan ada juga yang menilai cantik itu dari segi penampilan terlihat menarik. Lalu, indikator apa yang bisa mendefinisikan cantik yang sebenarnya. Sebagian orang beranggapan bahwa cantik itu relatif, artinya bahwa seseorang yang kita anggap cantik belum tentu dianggap cantik juga bagi orang lain. Sebaliknya, bagi orang lain cantik belum tentu juga kita menganggapnya cantik.

Walaupun tidak semua perempuan mementingkan kecantikan fisik, namun pada dasarnya ingin terlihat cantik. Tidak sedikit  seringkali merasa ada yang kurang dari dirinya. Entah itu kurang putih, muka berjerawat, atau ukuran badan kurang ideal membuat kita merasa insecure dan berpikir bahwa kecantikan yang kita miliki di bawah standar perempuan normal. Meski berkali-kali kita selalu mendengar bahwa semua perempuan cantik, pada kenyataannya masih banyak yang berpikir bahwa kita sama sekali tidak istimewa dibandingkan dengan perempuan pada umumnya.

Apa itu insecure? Kenapa bisa terjadi insecure? Insecure/insecurity merupakan sebuah kondisi perasaan cemas atau gelisah yang disebabkan munculnya pikiran tidak berdaya atau merasa lemah di suatu bidang atau suatu hal. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang timbul rasa tersebut, salah satunya yaitu self esteem (kepercayaan diri) atau merasa tidak percaya diri. Selalu membandingkan dirinya terhadap orang lain, dan merasa orang lain lebih baik dari dirinya.

Tidak sedikit juga perempuan merasa kurang percaya diri dengan penampilannya atau merasa insecure jika melihat penampilan orang lain lebih menarik dibanding dirinya. Dimana sebagian besar dari mereka menilai bahwa “cantik” hanya bisa dianugerahkan kepada yang berkulit putih, kurus, langsing, dan tinggi. Memaknai cantik, apakah hanya sekadar fisik saja. Stereotip yang bahkan tidak asing lagi dan seringkali terdengar dalam pergaulan sehari-hari.

“Coba kalau kamu putih sedikit, pasti kamu bakal cantik.”

“Coba kamu diet, pasti banyak cowok yang mau sama kamu.”

“Coba muka kamu gak jerawatan, pasti kamu sudah punya pacar.”

Seringkali ucapan-ucapan seperti itu muncul, sebagian orang mungkin memandangnya sebagai hal biasa, tidak perlu baper. Kondisi sosial seperti ini merupakan sebuah bentuk penjajahan terhadap tubuh perempuan, karena perempuan dijerumuskan dalam sebuah standar konservatif yang membuat mereka merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka sendiri. Kenapa stereotip seperti ini tidak kunjung musnah, hal ini dikarenakan pandangan perempuan Indonesia terhadap skin tone (warna kulit) yang putih salah satunya, masih mendarah daging.

Buktinya, berapa banyak produk kecantikan yang berseliweran di Indonesia memberikan iming-iming kulit putih, alih-alih kulit yang sehat. Perhatikan saja, karakteristik fisik seperti apa yang dimiliki oleh model iklan pada sebagian besar produk kecantikan di Indonesia. Bahkan sampai ada yang rela merogoh kocek yang begitu besar demi mendapatkan kulit putih, hingga bentuk tubuh yang proporsional.

Ada juga yang berani mengambil risiko dengan operasi plastik, agar memiliki bentuk wajah yang bagus hingga hidung yang mancung. Ada pula yang beranggapan, “perempuan yang memiliki kecantikan fisik 90% masalah hidupnya sudah selesai dengan sendirinya” Seakan-seakan cantik dan penampilan yang menarik itu mempunyai sebuah privilege tersendiri di lingkungan masyarakat.

Padahal, seperti yang kita ketahui, Indonesia sendiri adalah negara multikultural yang di dalamnya hidup berbagai macam suku bangsa, agama, adat istiadat, golongan, tidak terkecuali etnis dan ras. Perempuan Indonesia tidak hanya terlahir dengan kulit putih, tetapi ada juga dengan kulit kuning langsat, kulit hitam, kulit sawo matang, dan lainnya.

Mungkin kamu tidak percaya diri karena rambut yang keriting, kecewa dengan tubuh yang kurus, sementara ada pula orang yang tidak bersyukur karena bentuk hidungnya. Kita merasa tidak punya banyak kelebihan dan jauh dari kata spesial, sibuk dengan standar kecantikan yang sebetulnya tidak pernah ditetapkan. Lupa bahwa setiap perempuan dititipkan dengan pesona yang berbeda.

Banyak perempuan sibuk memenuhi ketetapan “cantik” berdasarkan stigma yang berkembang sampai lupa bahwa dirinya sudah cantik sesuai dengan kelebihan yang Tuhan telah berikan. Tanpa dipungkiri, standar kecantikan selalu menjadi momok yang mendegradasi jati diri dan menggerus rasa percaya diri perempuan

Tidak sedikit perempuan menilai dirinya tidak cantik karena berkulit gelap atau cokelat. Tidak sedikit perempuan menilai dirinya jelek karena memiliki rambut ikal dan keriting. Tidak sedikit perempuan merendahkan diri karena memiliki tubuh yang gemuk atau kurus. Sepatutnya kita, baik perempuan maupun laki-laki, merasa sedih karena masih banyak yang belum bisa berdamai dengan diri mereka sendiri, dan sepatutnya kita juga marah terhadap stigma-stigma menjatuhkan yang tidak kunjung hilang dari kehidupan.

Untuk itulah, perlu adanya batas tegas yang menggaris bawahi bahwa cantik tidak harus putih. Cantik tidak harus kurus. Cantik tidak harus langsing. Cantik tidak harus memiliki rambut lurus. Cantik tidak harus berhidung mancung. Semua perempuan cantik selama mereka bisa nyaman dengan diri mereka sendiri.

So, love your self and be your self!

Penyunting: Ghina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *