Tenaga Medis: Kami Rela, Selagi Kami Bisa

7b0a326d Cebc 4162 9e48 96c216aef09f

Oleh Ghina Mutawaqil Nur Falah

Jumlah kasus positif COVID-19 terus bertambah seiiring berjalannya waktu, dengan tes masal yang dilakukan pemerintah di beberapa titik zona merah, membuat tenaga medis makin keteteran, apalagi dengan alat perlindungan yang minimum.  Kondisi tenaga medis yang kewalahan dan alat perlindungan yang sangat kurang bukan rahasia dapur lagi melainkan rahasia umum yang sudah menjadi omongan mulut ke mulut. Begitupula yang dirasakan para tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soekarjdo Kota Tasikmalaya sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien yang berpotensi COVID-19. Situasi darurat dalam bentuk pandemi ini memaksa tenaga medis Indonesia bahkan seluruh penjuru dunia yang sama-sama terkena wabah, menjadi garda terdepan untuk melawan virus ini demi mengembalikan situasi seperti semula.

“Hambatan yang dirasakan para tenaga medis khususnya di Kota Tasikmalaya adalah (kekurangan) APD (Alat Pelindung Diri) yang menjadi salah satu SOP (Standar Operasional Prosedur) yang sudah ditetapkan untuk menangani pasien. Kalau APD kurang maka tim isolasi otomatis gak bisa ke pasien memberikan pelayanan,” ujar Ibu Nining, sebagai salah satu perawat RSUD dr. Soekarjdo yang turun tangan langsung kepada pasien terjangkit COVID-19 di Tasikmalaya.

“Alhamdulillah stok (APD) masih ada, walaupun harus ngirit,” tambahnya.

Walaupun begitu Ibu Nining juga menjelaskan, bahwa banyak orang-orang baik yang menjadi donatur dengan menyisihkan sebagian hartanya baik berupa uang maupun makanan, untuk membantu para tenaga medis yang menjadi pahlawan di masa pandemi ini. Mungkin nilai yang diberikan tidak seberapa namun bantuan dari orang-orang baik tersebut sangat membantu dalam sebagai dukungan tim medis. Bencana dalam bentuk pandemi kali ini, menunjukkan bahwa negara Indonesia tak kekurangan orang-orang baik. Kondisi tenaga medis yang menjadi garda terdepan dengan berjuang bertaruh nyawa di tengah keterbatasan APD telah menyentuh rasa kemanusiaan banyak orang.

Saat ini tenaga medis di RSUD dr. Soekarjdo yang menangani pasien, baik itu Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Suspek berjumlah 48 orang yang terbagi menjadi 3 tim masing-masing 16 orang. Tenaga medis ini rela berkorban untuk para pasien demi mengurangi angka kenaikan, dengan dibantu pemerintah yang menetapkan social distancing atau jaga jarak dengan manusia lain untuk memutuskan rantai penyeberan, di Tasikmalaya sendiri pasien yang sekarang sedang diisolasi rata-rata adalah pasien yang sebelumnya pergi ke luar kota.

“Adapun jam kerja yang sudah ditetapkan seseuai ketentuan  SOP. Shift pagi dimulai pukul 07.30-14.00, dilanjut dengan shift siang jam 14.00-21.00 terakhir shift malam yaitu 21.00-07.30,” ucap Ibu Nining saat ditanya bagaimana sistem jam kerja para tenaga medis untuk merawat pasien COVID-19.  Dengan adanya shift kerja dapat memberikan dampak positif yaitu efisiensi waktu dan efektivitas pekerjaan, sehingga sangat penting dalam pengoptimalan kerja saat merawat pasien COVID-19. Kinerja pelayanan para medis dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan tenaga yang juga memenuhi syarat kualitas yang sesuai, serta kuantitas beban kerja yang dilaksanakan disaat pasien terisolir. Para tenaga medis, selain memberikan pelayanan secara optimal juga dengan didukung seperti menguatkan pasien untuk tetap tegar dan kuat menghadapi virus COVID-19 karena, tidak semua akan berakhir tidak baik. Motivasi untuk sembuh menjadi dorongan tersendiri, dengan begitu pasien akan lebih berpikir positif bahwa dirinya akan sembuh.

Sementara itu, para tenaga medis RSUD dr. Soekarjdo khususnya yang menanganiCOVID-19, menjalani karantina mandiri setiap habis bertugas, dilakukan di rumah masing-masing. Bertujuan agar para tenaga medis tetap terjaga juga kesehatannya. Sebagai seorang perawat pasien COVID-19, dituntut mengenakan APD jauh lebih lama. Dokter biasanya hanya datang ke ruang isolasi untuk melakukan cek kesehatan rutin para pasien. Sedangkan perawatlah yang harus mengurus segala keperluan pasien, setiap harinya bertanggungjawab dalam penggantian infus pasien hingga pemberian obat dan makanan. Sehingga para perawat lebih lama saat mengenakan APD, lengkap dari ujung kepala hingga kaki sesuai SOP.

“Kami (perawat) sudah melakukan sumpah profesi, dengan begitu apapun hambatan di depan mata, harus tetap dihadapi. Alhamdulillah sampai sekarang gaada perawat yang terkena Covid semuanya sehat dan selagi kami rela melakukannya selagi kami masih bisa menopang kaki.” Tutupnya  mewakili para rekan-rekan seperjuangannya.

Tenaga medis sebagai pahlawan yang memberikan banyak jasa dalam pandemi ini, mereka tanpa pamrih memberikan yang terbaik dengan mempertaruhkan nyawa sendiri. Jasa yang tidak akan pernah termakan oleh waktu, bahkan di seluruh penjuru dunia, kelak generasi yang akan datang akan mengetahui dan banyak mengambil hikmah dari kejadian ini. Bahwa tahun 2020 terdapat wabah mematikan yang dapat menyerang siapapun, tetapi berkat jasa para tenaga medis bisa hilang walaupun banyak di luar sana yang sampai tewas, jasanya tidak akan pernah terlupakan.

Selain mempersiapkan diri jika keadaan semakin buruk, hal terberat yang harus dijalani para petugas medis merawat pasien COVID-19 adalah sulitnya bertemu dengan orang-orang terkasih terutama keluarga. Tidak sedikit petugas medis yang akhirnya memilih membatasi diri tidak bertemu dengan orang-orang yang dikasihinya. Itu hanya untuk menjaga agar tidak ada potensi penyebaran virus. Petugas medis sudah berusaha  melindungi diri dengan isolasi mandiri setelah bertugas, karena tidak ada yang tahu jika virus yang berada di rumah sakit terbawa sampai rumah, itu akan sangat berbahaya. Apalagi jika di lingkungan rumah terdapat orang-orang yang rentan misalnya anak kecil dan lansia (lanjut usia).

Maka dari itu adanya langkah yang dilakukan para tenaga medis untuk membersihkan diri saat selesai bertugas yang pertama adalah mencuci tangan. Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir.

Selanjutnya etika batuk maupun bersin, dengan cara menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju sehingga bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain. Kebersihan diri  ini bertujuan untuk mencegah penyebaran suatu penyakit secara luas melalui udara bebas (droplets) dan membuat kenyamanan pada orang di sekitarnya. Ketiga melepaskan alat pelindung diri dengan tata cara yang berlaku pada standar operasional yang sudah ditentukan setelah dibuka lalu harus langsung dicuci karena kuman akan terbunuh dan mati. Terakhir membersihkan diri atau mandi selain menyegarkan badan, dengan membersihkan diri maka akan menjadikan tubuh bersih dari segala ancaman dan kuman yang menempel pada tubuh tenaga medis, dan jangan lupa memakai masker saat keluar rumah. Ini bukan berlaku untuk tenaga medis saja melainkan kita sebagai masyarakat wajib mengenakan masker jika bepergian yang menyebabkan berinteraksi dengan orang dan menerapkan jaga jarak. Dengan mengikuti langkah tersebut maka akan mempengaruhi rantai penyebaran virus COVID-19 akan mulai melambat dan musnah.

Penyunting: Rini Trisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *