Gemercik News-Tasikmalaya (19/06). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur memutus tujuh tahanan politik Papua bersalah atas tuduhan tindakan makar terkait unjuk rasa menolak rasialisme pada Agustus 2019 di Papua.
Sidang awalnya akan digelar di Papua. Namun, polisi memindahkan persidangan ke Balikpapan karena alasan keamanan. Tujuh tahanan politik yang ditahan di Polda Papua pun turut dipindahkan ke Polda Kalimantan Timur. Sidang putusan yang berlangsung pada Rabu (17/6/2020), dilaksanakan secara daring dengan menggunakan aplikasi zoom.
“Benar hari ini sidang vonis 7 tapol Papua di PN Balikpapan. Kami siap saja, sidang digelar secara online dengan aplikasi zoom,” kata Latifah Anum Siregar, Koordinator Pengacara Tapol Papua yang disidang di PN Balikpapan, Rabu (17/6).
Dilansir dari BBC Indonesia, dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring itu, empat dari tujuh terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 10 bulan, yaitu eks Ketua BEM Universitas Cenderawasih Papua, Ferry Kombo; Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alex Gobay; Hengky Hilapok; dan mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Irwanus Urobmabin.
Sidang tersebut meng-agendakan vonis terhadap tujuh terdakwa. Dalam sidang sebelumnya, Pengadilan Negeri Balikpapan menolak keseluruhan eksepsi yang disampaikan pembela hukum.
Dikutip dari tirto.id, dalam persidangan tersebut, salah satu pimpinan ‘United Liberation Movement West Papua (ULMWP)’ dan aktivis kemerdekaan Papua, Buchtar Tabuni, divonis 11 bulan penjara.
“Saya mau pikir-pikir dulu, Yang Mulia, karena saya tidak tahu itu barang bukti berupa parang dan lain-lain itu di dapat dari mana,” kata Buchtar menanggapi vonis Hakim.
“Bukannya saya tidak mau terima hukuman 11 bulan, tetapi dari hati nurani saya, saya merasa tidak bersalah, Pak Hakim,” sambungnya.
Berikut daftar vonis terdakwa makar atau tahanan politik (tapol) Papua dan perbandingan dengan tuntutan di PN Balikpapan 17 Juni 2020:
- Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua, Buchtar Tabuni divonis 11 bulan (tuntutan 17 tahun)
- Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Agus Kossay divonis 11 bulan (tuntutan 15 tahun)
- Ketua KNPB Mimika, Stefanus Itlay divonis 11 bulan (tuntutan 15 tahun)
- Presiden BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alexander Gobay divonis 10 bulan (tuntutan 10 tahun)
- Eks Ketua BEM Universitas Cenderawasih (Uncen), Ferry Kombo divonis 10 bulan (tuntutan 5 tahun)
- Mahasiswa Uncen, Hengky Hilapok divonis 10 bulan (tuntutan 5 tahun)
- Mahasiswa Uncen, Irwanus Uropmabin divonis 10 bulan (tuntutan 5 tahun)
Menurut catatan kelompok hak asasi manusia, tujuh terdakwa itu adalah bagian dari 57 orang asal Papua yang dijerat Pasal 106 KUHP tentang perbuatan makar sejak Agustus 2019. Ketujuh warga Papua ini ditangkap dan diproses hukum usai kasus protes ujaran rasial terhadap sekelompok mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus lalu.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, protes tersebut dipicu oleh aksi rasialisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka didakwa melakukan tindakan makar terhadap negara. Majelis hakim menilai yel-yel ‘Papua Merdeka’ dan ‘Referendum’, yang diserukan para pendemo di Jayapura tanggal 19 dan 29 Agustus sebagai perbuatan makar.
Simbol bendera bintang kejora yang digunakan para pendemo juga dipersoalkan oleh majelis hakim, walau saksi ahli yang dihadirkan para terdakwa, yaitu pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga menilai itu sebagai lambang kultural masyarakat Papua.
Menurut Bambang Trenggono selaku pemimpin sidang tersebut menyatakan akan diberi waktu selama 7 hari untuk berpikir mengenai vonis tersebut. Hak tujuh hari itu dapat dipergunakan untuk mempertimbangkan vonis itu dengan menerima atau mengajukan banding.
Setelah vonis diputuskan, dukungan mengalir kepada para terdakwa lewat aksi demonstrasi di sejumlah daerah menjelang sidang vonis hari ini. Di Yogyakarta, kelompok yang menggelar aksi mengatasnamakan Aliansi Solidaritas Rakyat Untuk Demokrasi. Mereka melakukan longmarch dari Asrama Papua Kamasan Jogja, menuju titik 0 KM, lalu mereka melakukan orasi di sana.
Reporter: Anggiani, Eva
Penulis: Anggiani, Eva
Penyunting: Rini Trisa