Gemercik News-Tasikmalaya (08/09). Tepat 16 tahun yang lalu, pejuang kemanusiaan Munir Said Thalib meninggal dunia setelah diracuni dalam penerbangannya menuju Amsterdam, Belanda. KontraS peringati 16 tahun pembunuhan Munir melalui siaran pers yang disiarkan di akun YouTube KontraS dan Live via zoom pada Senin, 7 September 2020.
Hingga saat ini, kasus pembunuhan Munir belum juga mendapat kemajuan dalam pemeriksaannya. Pelaku utama dibalik pembunuhan ini yang diyakini berasal dari kalangan berpengaruh, sampai sekarang belum dibawa ke pengadilan. Hal ini pun membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami menuntut Presiden Joko Widodo yang telah berjanji untuk menyelesaikan kasus ini, untuk membuat aksi yang jelas dan konkret. Aksi konkret ini bisa dimulai dengan melakukan tinjauan atas beberapa perkara pidana sehubungan dengan pembunuhan Munir, termasuk dugaan pelanggaran standar-standar HAM Internasional,” tutur Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia melalui siaran pers KontraS, Senin (07/09).
“Kami juga mendorong Komnas HAM untuk segera mengeluarkan penetapan Munir Said Thalib sebagai Prominent Human Right Defender,” tegas Usman.
Kasus pembunuhan Munir tidak bisa dilihat sebagai kategori tindak pidana biasa, melainkan harus dimasukan kedalam kategori tindak pidana luar biasa, dalam artian sebagai pelanggaran HAM berat. Tujuannya agar ketentuan daluwarsa yang diberlakukan dapat dihapus, sehingga kasus ini bisa diusut secara tuntas agar semua pelaku bisa ditangkap.
“Setelah 16 tahun kasusnya belum juga terungkap, 2 tahun lagi, kurang lebih 18 tahun setelah kematian cak Munir, kasus ini bisa jadi ditutup karena ada masa daluwarsa,” tutur Arif Maulana selaku Direktur LBH Jakarta, Senin (07/09).
Sesuai dengan Pasal 46 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang berisi tentang tidak berlakunya ketentuan daluwarsa dalam pelanggaran HAM yang berat. Kasus pembunuhan Munir dapat dikatakan sebagai kasus dengan kategori tindak pidana luar biasa karena memiliki beberapa ciri khusus, diantaranya berkaitan dengan soal kemanusiaan dan adanya keterlibatan negara, serta keadilan dalam lingkup universal.
Usman Hamid juga menyampaikan bahwa pencarian lebih jauh mengenai kasus Munir terhenti karena adanya kemungkinan penyalahgunaan akses jaringan dan penyalahgunaan kekuasaan Badan Intelijen Negara. Dalam perkembangan kasus Munir didapat sebuah informasi bahwasannya rencana pembunuhan Munir bukan hanya dengan racun tapi juga dengan rencana pembunuhan berupa peledakan mobil.
Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM diperingati sebagai Hari Pembela HAM Indonesia. Pentingnya regulasi pembela HAM ini menjadi patokan bagaimana negara serius dalam melindungi HAM. Munir sebagai simbol pembela HAM, harus terus diperjuangkan haknya.
“Negara jika memang serius seharusnya membongkar siapa saja nama-nama yang menjadi dalang dalam kasus ini,” tegas Fatia Maulidiyanti selaku Koordinator KontraS.
“Perjuangan Munir memang sudah berakhir, tapi sebenarnya semangat-semangat Munir masih dapat kita perjuangkan. Kita semua harus terus berjuang dalam memajukan kesetaraan, keadilan dan jika negara memang berani dan memang serius, maka kami menuntut negara segera bertindak,” sambungnya.
Reporter : Eva
Penulis: Eva
Penyunting: Nurlaila Sari