Gemercik Media adakan Diskusi terkait HAM dan Jurnalisme

C3cdb23a 9c83 42db 89f4 Ab06cb555748

Gemercik News-Tasikmalaya (01/10). Dalam rangka memperingati ulang tahun yang ke 19, Lembaga Pers Mahasiswa, (LPM) Gemercik Media Universitas Siliwangi menyelenggarakan Gebyar Jurnalis Muda (GJM) 2020 dengan tema ‘HAM dan Jurnalisme’. Puncak kegiatan dari GJM 2020 ini adalah penyelenggaraan webinar yang diselenggarakan melalui Zoom meeting, pada Selasa (29/9/2020).

Pemateri dalam GJM 2020 ini adalah Andreas Harsono selaku Researcher dan Penulis Buku “Agama” Saya adalah Jurnalisme, dan Rivanlee Anandar selaku Wakil Koordinator III Bidang Riset dan Mobilisasi KontraS.

“Pembela HAM dapat berupa ‘siapa saja’ atau sekelompok orang yang bekerja untuk mempromosikan hak manusia,” tutur Rivanlee Anandar.

“Secara umum Negara harus melindungi pembela Hak Asasi Manusia. Karena merekalah tulang punggung demokrasi negara,” tegas Andreas Harsono.

Rivanlee menyampaikan, jurnalisme mempunyai peran dalam pemajuan HAM, antara lain sebagai aktor utama dalam melaporkan berbagai peristiwa dan menyampaikan informasi yang berharga, memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesadaran publik, memiliki peran sebagai salah satu motor perubahan rezim, termasuk mendorong proses pemerintahan yang transparan dan akun tabel, serta memiliki peran dalam meningkatkan pemahaman warga mengenai hak asasi dengan menyediakan informasi.

Beberapa peristiwa dominan yang dialami jurnalis, yaitu kekerasan yang berupa penganiayaan dan penyiksaan, pembatasan akses informasi, intimidasi verbal dan pembunuhan. Selain itu, Rivanlee juga menyampaikan hubungan jurnalisme dan HAM, diantaranya:

Pertama, jurnalisme harus ditempatkan dalam konteks HAM. Sebagai HAM, jurnalisme merupakan bagian tak terpisahkan dari banyak hak terkait, antara lain: hak untuk berpendapat, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk berkomunikasi, hak untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, dan kebebasan ekspresi yang memungkinkan warga melibatkan dirinya dalam kehidupan politik kewargaannya.

Kedua, jurnalisme pula perlu ditempatkan dalam konteks perjumpaan antara perkembangan teknologi media dengan partisipasi politik kewargaan, atau proses demokratisasi.

Pada akhirnya, jurnalisme memiliki peran dalam merefleksikan realitas masyarakat. Dengan adanya jaminan terhadap akses informasi, demokrasi bertumbuh. Ketika ada perbedaan pendapat, ada kebenaran yang dapat kita tentukan. Untuk itu, media dan jurnalisme memegang peran kunci dalam demokrasi dan pemajuan HAM.

“Dengan banyaknya kasus HAM di Negara ini perlu gak sih perubahan hukum untuk HAM di Indonesia?” tutur Tiyas Rubiyanti selaku peserta GJM 2020.

“Beberapa kali UUD 45 di amandemen. Setiap perubahan hukum baik yang sifatnya administrasi semata, itu tidak mampu memberhentikan masalah,” tutur Rivanlee Anandar.

“Salah satu pasal yang harus ditiadakan adalah pasal penodaan agama, karena itu akan menjadi beban terus dalam masyarakat Indonesia. Menurut Gusdur, pasal itu adalah sumber diskriminasi yang mengatasnamakan agama. Dan dari pasal itu muncul berbagai pasal turunan. Pasal itu mendiskriminasi 3 macam agama. Satu, agama non Islam. Dua, merugikan agama Sunni. Tiga, mendiskriminasi agama lokal (suku),” tambah Andreas Harsono.

Alji Muliani selaku peserta webinar GJM 2020 juga bertanya, bagaimana sikap kita untuk bisa mewujudkan mimpi kita untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM?

“Kita bertugas untuk mengingatkan mereka (pemerintah). Setiap kasus pelanggaran HAM yang tidak atau belum diselesaikan, akan terus mengalami perulangan (kejadiannya). Sehingga kita memiliki kewajiban untuk mengingatkan mereka (pemerintah) agar mereka sadar,” jawab Rivanlee Anandar.

“Yang bisa kita lakukan adalah membaca, berpikir, wawancara, menanyakan banyak hal, menulis. Belajar membaca, menulis untuk keperluan masyarakat.” Tambah Andreas Harsono.

Reporter: Eva, Ades Yulandari

Penulis: Eva, Ades Yulandari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *