Oleh: Nenti Rofiah Hasanah
Setiap manusia mempunyai keunikan masing-masing, sehingga tidak dapat disamakan antara satu individu dengan individu yang lain. Begitu pun dengan kebiasaan dalam menjalankan kehidupan serta pengaruhnya dalam menentukan orientasi masa depan. Tidak sedikit individu yang meremehkan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan, tanpa memikirkan bagaimana pengaruhnya terhadap masa depannya. Tanpa disadari, kebiasan-kebiasaan ini lah yang berpengaruh besar terhadap masa depan yang akan dijalani.
Dalam menjalankan kehidupan dan membentuk kebiasaan mungkin sudah menjadi hal biasa. Namun, membentuk kebiasaan baik yang menunjang orientasi dalam menentukan masa depan tentu tidak mudah. Individu perlu memiliki kesadaran penuh akan hal ini, sebagai akar dalam membentuk kebiasaan positif guna membentuk orientasi masa depan yang cerah. Saat manusia lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan apapun dan tidak mengenal siapa pun. Ia mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan yang saling beriringan. Pada fase inilah, banyak hal yang ia dapatkan untuk menunjang masa depan.
Circle pertama yang ia jumpa adalah keluarga, orangtua mengajaknya berkomunikasi dengan berbagai ekspresi yang diupayakan agar terjadi interaksi. Seiring berjalannya waktu, ia tumbuh dengan berbagai pengaruh. Orangtua menyadari bahwa merekalah yang menjadi pengaruh utama dalam membentuk kebiasaan bagi anaknya. Orangtua adalah panutan sekaligus teladan yang menjadi sosok utama yang ditiru oleh anaknya, baik dalam hal berbicara, berbuat, serta kebiasaan-kebiasaan yang nampak terlihat oleh anaknya. Namun, adakah hal lain yang berpengaruh lebih besar dalam membentuk kebiasaan seorang individu? Tentu ada, itulah pikiran. Pikiran yang diatur oleh individu itu sendiri.
Beberapa kekuatan pikiran dalam mempengaruhi manusia (Ibrahim Elfiky, Dr. 2009:18-40), antara lain:
- Pikiran melahirkan mindset. Mindset adalah sekumpulan pikiran yang terjadi berkali-kali di berbagai tempat dan waktu serta diperkuat dengan keyakinan dan proyeksi, sehingga menjadi kenyataan yang dapat dipastikan di setiap tempat dan waktu yang sama.
- Pikiran mempengaruhi intelektualitas. Akal seseorang bekerja sesuai arahan. Pikiran apa pun yang sedang dipikirkan seseorang akan diterima oleh akal dan ia akan bekerja ke arah pikiran itu. Segala sesuatu yang dipikirkanakan menjadi arah bagi akal, kemudian akan bekerja dan mewujudkan pikiran tersebut.
- Pikiran mempengaruhi fisik. Segala sesuatu yang ada di pikiran, akan menjadi pusat perhatian akal, kemudian membuka memori yang tersimpan di file khusus hingga memengaruhi tubuh saat itu juga. Kondisi tubuh juga dapat memengaruhi akal, membuatnya membuka file sejenis dengan kondisi tubuh.
- Pikiran mempengaruhi perasaan. Perasaan adalah reaksi alamiah dari pikiran dalam diri kita. Perasaan juga bersumber dari pikiran. Bahwa kekuatan pikiran berpengaruh pada akal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan perasaan yang menguasai seseorang.
- Pikiran mempengaruhi sikap. Sikap tidak menggambarkan manusia sebagai makhluk paling sempurna, tapi sesuatu yang diprogram oleh dunia luar hingga terjadi secara spontan. Ada sikap memusuhi atau menyerang, sikap taat dan menerima, serta sikap tegas dan percaya diri.
- Pikiran memengaruhi hasil. Pikiran memengaruhi akal dan membuatnya berkonsentrasi pada suatu makna. Kemudian otak membuka file yang serupa dengan makna tersebut dan memengaruhi perasaaan. Perasaan adalah bahan bakar bagi sikap yang digunakan orang dalam menggerakkan tubuh, mengekspresikan wajah dan berbicara. Semua itu mendatangkan hasil yang ingin diwujudkan ketika itu. Otak akan mengambil hasil tersebut dan menyimpannya dalam file khusus dalam memori.
Pikiran memiliki proses yang kuat. Proses berpikir hanya memerlukan waktu sekejap, namun berlangsung secara terus-menerus. Proses berpikir mempunyai 7 sumber pendukung dalam pembentukannya, yaitu bersumber dari orangtua, keluarga, masyarakat, sekolah, teman, media massa, dan diri sendiri. Sejak manusia lahir, dididik orang tua, yangakan selalu mengenalkan anaknya kepada lingkungan baru. Sebagai bayi yang tidak mengetahui apapun, pada fase pertumbuhan manusia belajar dengan proses meniru. Meniru kebiasaan orang tua, keluarga, dan lingkungan terdekat yang menjadi bahan tiruan, yang nantinya proses ini akan disimpan dalam arsip khsusus.
Seiring berjalannya waktu, seorang manusia memasuki ruang lingkup yang lebih luas lagi, yaitu masyarakat. Akal akan terus mengikat informasi-informasi baru yang terdapat dari luar maupun dari dalam diri kita sendiri. Oleh sebab itulah, data-data pengalaman sejak manusia lahir itu akan menjadi bahan untuk dibuka oleh akal jika nanti ada keterkaitan. Pikiran yang berulang-ulang dan dihubungkan dengan persepsinya. Pikiran akanmembuat arsip memori dalam akal. Ketika manusia lahir, otaknya masih jernih. Seiring berjalannya waktu, otak manusia diisi oleh pengaruh-pengaruh interaksi yang akan tersimpan dan terekam dalam file-file.
Setiap kali mengahadapi pengalaman baru, otakakan mengidentifikasikannya dengan menggunakan data-data yang sudah ada di dalam otak, kemudian menyimpan pengalaman baru itu di dalam file sejenis. Pikiran itu menentukan sukses atau gagal, bahagia atau sengsara. Dalam Aladdin Factor karya Jack Canfield dan Mark Viktor Hansen ditemukan informasi mengenai kesadaran. Dikatakan bahwa setiap hari manusia menghadapi lebih dari 60.000 pikiran. Satu-satunya yang dibutuhkan pikiran ini adalah pengarahan. Jika arah yang ditujukan pada pikiran ini adalah negatif, maka sekitar 60.000 pikiran keluar dari akal akan mengarah ke arah negatif.
Sebaliknya, jika arah yang ditujukan pada pikiran adalah positif, maka sekitas 60.000 pikiran akan mengarah ke arah positif. Pada tahun 1986, penelitian Fakultas Kedokteran di San Fransisco menyebutkan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia bersifat negatif. Dengan perhitungan sederhana, 80% dari 60.000 pikiran, berarti sekitar 48.000 pikiran negatif yang melahirkan mindset, memengaruhi intelektualitas, fisik, perasaan, sikap dan hasil. Harus diakui bahwa manusia harus ekstra hati-hati dalam menentukan dan mengelola pikirannya. Sebab, pikiran merupakan akar dari berjalannya kehidupan manusia, terutama dalam membentuk kebiasaan.
Sebuah lembaga penelitian di Toronto, Kanada, melakukan riset tentang kebiasaan. Uji coba dilakukan terhadap 2 ekor belalang peloncat yang diletakkan di dalam tabung kaca yang separuhnya diisi air. Untuk mempertahankan hidup, tentunya belalang ini harus berusaha keluar dari tabung dengan meloncat. Lambat laun, belalang ini tidak berusaha untuk meloncat lagi karena setiap kali meloncat mereka terbentur dengan tutup tabung. Setelah tutup tabung dibuka, ternyata tidak satupun belalang yang berusaha untuk meloncat lagi. Yang akhirnya belalang tersebut tenggelam dan mati. Dari hasil riset ini, mari kita analogikan dengan kebiasaan manusia. Manusia yang terus berusaha tentunya akan mendapatkan hasil yang berbeda dengan manusia yang menyerah begitu saja.
Kebiasaan manusia terbentuk dengan cara yang sama, yaitu pengulangan perilaku kemudian diikat dengan perasaan dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan. Kebiasaan adalah pikiran yang diciptakan seseorang dalam benaknya, kemudian dihubungkan dengan perasaan dan diulang-ulang hingga akal meyakininya sebagai bagian dari perilakunya. Apabila seorang individu mengarahkan pikirannya ke arah negative, kemudian pikiran tersebut memengaruhi dan membentuk kebiasaan buruk, tentu akan memengaruhi dirinya dalam menentukan arah masa depannya. Begitupun sebaliknya, apabila seorang individu mengarahkan pikirannya ke arah positif, kemudian pikiran tersebut memengaruhi dan membentuk kebiasaan positif, tentu akan semakin menunjang dirinya dalam menentukan arah masa depannya.
Mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif dan mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik memanglah tidak mudah. Sebab, kebiasaan tersebut telah berulang-ulang dilakukan. Sebagaimana pendapat Brian Tracy (2005) mengenai Hukum Kebiasaan bahwa “Pikiran atau tindakan apa saja yang Anda lakukan secara berulang-ulang, pada akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaan baru.” Dalam hal ini, tentunya seorang individu pasti bisa merubah kebiasaan-kebiasaan buruk menjadi kebiasaan positif dengan memunculkan kebiasaan baru dan itu harus diupayakan demi kebaikan diri sendiri serta penunjang menentukan masa depan. Stephen R. Covey (1997) mengemukakan bahwa kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam hidup kita. Karena kebiasaan yang konsisten dan sering dilakukan merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan secara terus menerus menghasilkan efektivitas tau ketidakefektifan kita dalam memanfaatkan waktu.
Masa pertumbuhan dan perkembangan manusia akan tiba masanya dihadapkan dengan perbagai persoalan hidup terkait tujuan di masa depan seperti pendidikan, pekerjaan, ataupun pernikahan. Orientasi masa depan di bidang pendidikan tentu menjadi hal yang sangar mendasar dan sangat penting diantara bidang yang lainnya. Dalam menghadapi hal ini, perlu adanya pondasi kuat dalam membentengi diri dan merencanakan orientasi masa depan yang matang dan tersusun jelas. Secara garis besar, hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu diri kita sendiri, sementara faktor eksternal yaitu orangtua, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Dalam menyikapi 2 hal ini, seorang individu mempunyai keunikan tersendiri. Apakah ia lebih kuat dengan pondasi dari dirinya sendiri dan tahan terhadap pengaruh sekitar, atau ia lemah dan mudah terpengaruhi oleh lingkungan sekitar. Keduanya sama-sama bersumber dari akar, yaitu pikiran.
Menurut Dr. Ibrahim Elfiky dalam bukunya “Terapi Berpikir Positif” mengatakan bahwa ada 5 jenis manusia. Pertama,orang yang tidak tahu apa yang diinginkan. Kedua, orang yang tahu apa yang diinginkan, tapi tidak melakukan apa pun untuk menggapainya. Ketiga, orang yang tahu apa yang diinginkan dan punya tujuan jelas, tapi tidak percaya pada kemampuannya. Keempat, orang yang tahu pasti apa yang diinginkan, tapi ia terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar. Kelima,orang yang tahu apa yang diinginkan dan berusaha keras untuk menggapainya sampai berhasil. Jika kita diperkenankan untuk memilih diantara 5 jenis manusia tersebut, urutan ke berapa kita akan memposisikan diri? Tentu saja kita ingin berada di posisi kelima.
Maka dari itu, manusia perlu memahami bagaimana proses akalnya berpikir. Agar dapat mengarahkan pikirannya ke arah positif, tetaplah berusaha untuk mengarahkan pikiran tersebut ke arah positif. Lakukan usaha tersebut secara terus menerus, agar membentuk pola pikir (mindset) positif. Dengan begitu, hal tersebut akan memengaruhi intelektualitas serta memengaruhi keadaan fisik. Mengarahkan pikiran ke arah positif juga akan memengaruhi perasaan yang membentuk sikap. Setiap tahapan dalam mengelola pikiran akan memengaruhi hasil yang diupayakan. Oleh karena itu, tetaplah berupaya untuk mengarahkan pikiran ke arah positif agar membentuk kebiasaan yang efektif serta berpengaruh baik dalam menentukan orientasi masa depan.
Penyunting: Yuli Sri Awaliyah