Oleh: Alifia
Dewasa ini, gerakan pencegahan stunting sedang ramai-ramainya di galakan. Beberapa selebaran tentang informasi stunting mulai ditempel di mana-mana. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan generasi emas Indonesia tahun 2045. Pasalnya, di Indonesia masalah gizi utama menjadi masalah serius bagi bayi dan anak di bawah usia dua tahun. Kondisi tersebut dapat menghambat momentum generasi emas Indonesia tahun 2045.
Sebelumnya, mungkin masih banyak yang belum mengetahui, apa itu stunting? Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1.000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan otak, tumbuh kembang anak, serta gizi buruk yang dialami ibu hamil selama masa kehamilan tentu juga dapat mempengaruhi stunting. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting biasanya tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita pada umumnya. Tapi yang perlu kita ketahui balita yang terkena stunting sudah pasti bertumbuh pendek, namun yang bertubuh pendek belum tentu terkena stunting.
Masalah stunting ini sangat penting untuk diselesaikan karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia, bahkan yang paling buruknya bisa menyebabkan kematian pada anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting sebesar 27,67% pada tahun 2019. Meskipun angka tersebut sudah menurun, menurut data dari WHO angka tersebut masih termasuk tinggi karena targetnya tidak lebih dari 20%. Berikut adalah penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang masih sering ditemui.
Pengetahuan ibu yang kurang memadai. Untuk mencapai gizi yang optimal, maka ibu hamil harus mendapatkan pengetahuan yang baik. Pada 1.000 hari pertama kehidupan merupakan masa penentu yang krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan si anak. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup. Selain itu bisa menyebabkan sindrom alkohol janin (fetus alcohol syndrome), kondisi ini disebabkan alkohol berlebihan selama masa kehamilan.
Infeksi yang berulang. Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan makan untuk anak, sanitasi tempat tinggal, penggunaan air yang tidak bersih untuk masak dan minum, serta kurangnya ketersediaan kakus dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Selain risiko stunting, infeksi yang berulang juga dapat meninggikan risiko anak untuk menderita diare dan infeksi cacing usus atau yang biasa disebut cacingan.
Terbatasnya layanan kesehatan. Hal ini dapat menjadi penyebab kurangnya edukasi di masyarakat. Karena selain untuk memberikan perawatan pada anak dan ibu hamil, petugasnya dapat menjadi garda utama informasi tentang pencegahan stunting ini.
Dampak pendek stunting pada anak ialah menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan perkembangan fisik. Seiring dengan bertambahnya usia anak, anak-anak kerap dapat menemukan berbagai macam masalah seperti kecerdasan di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal, sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit, anak akan lebih tinggi berisiko menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Untuk mencegah stunting, hal-hal yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut: mengonsumsi makanan dengan kandungan nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dan menyusui, memberikan nutrisi yang baik kepada anaknya seperti ASI eksklusif, rutin memeriksakan kehamilan, dan juga menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Apabila semua hal tersebut telah dikoordinasikan, generasi emas Indonesia tahun 2045 dapat terwujud dengan baik.
Penyunting: Yuli Sri Awaliyah dan Rini