Menelaah Alasan Banyaknya Figur Publik Terjerat Kasus Narkoba

Desain Tanpa Judhul 21

Oleh : Wanda Agriani

            Pemberitaan mengenai penyalahgunaan barang haram bernama narkoba di kalangan pesohor selalu menjadi sorotan utama. Hal ini lantaran status sosial mereka sebagai figur publik yang dikenal dan dikagumi banyak orang. Maka tak heran, mencuatnya kabar penangkapan selebriti bernama Nia Ramadhani dan suaminya yang seorang pengusaha besar sekaligus anak konglomerat bernama Ardi Bakrie menjadi pemberitaan yang paling disorot belakangan ini di tanah air. Seperti diketahui bahwasannya Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyalahgunaan narkoba pada 8 Juli 2021.

            Fenomena narkoba di kalangan pesohor ini terjadi tidak hanya sekali atau dua kali. Di tahun 2021 saja sudah ada beberapa figur publik yang terjerumus kasus narkoba ini, seperti musisi Anji yang ditangkap pada 11 Juni 2021, aktor muda Naufal Samudra ditangkap pada 13 April 2021, aktor Agung Saga yang ditangkap kedua kalinya dengan kasus serupa pada 27 Maret 2021, penyanyi Ridho Rhoma yang berkali-kali berurusan lagi dengan kasus penyalahgunaan narkoba ditangkap pada 4 Februari 2021, dan terakhir Nia Ramadhani serta suaminya Ardi Bakrie ditangkap pada 8 Juli 2021.

            Banyak yang bertanya-tanya mengapa para figur publik mencoba untuk mencicipi barang haram ini walau ujung-ujungnya malah menjerumuskan mereka pada sebuah permasalahan. Berdasarkan hasil riset, saya mengasumsikan sejumlah alasan-alasan berikut ini yang bisa dikatakan sebagai penyebab mengapa mereka memakai narkoba.

Pelarian untuk meredakan stres dan tekanan

            Seterkenal dan sekaya apapun seorang figur publik belum tentu hidup mereka bahagia karena popularitas dan harta tidaklah menjamin untuk memberikan kebahagiaan. Sebagai seorang figur publik yang banyak dipantau oleh khalayak memanglah tidak mudah. Kadangkala mereka harus mengupayakan diri untuk terlihat sempurna. Akibatnya muncul sebuah tekanan kepada diri mereka yang akhirnya malah membuatnya stres berkepanjangan. Jika tidak bisa mengatasinya, jalan termudah adalah menjerumuskan diri dengan menggunakan obat-obatan terlarang sebagai sebuah pelarian. Tindakan ini agaknya terdengar keliru, melarikan diri dari kesengsaraan tetapi malah semakin sengsara. Jikalau seseorang percaya akan adanya Tuhan, ia pasti akan melarikan dirinya kembali kepada Tuhannya. Bukan malah melarikan diri dengan jalan yang salah.

Meringankan beban pekerjaan

            Beban pekerjaan yang berat memang dapat memicu stres. Seorang psikoterapis asal Los Angeles bernama John Tsilimparis mencetuskan teori bahwa stres + relief = repetition. Maksudnya, kondisi stres membuat banyak orang mencari sesuatu untuk meringankan beban yang mereka punya. Apabila hal ini berhasil, maka orang itu akan terus melakukan pengulangan. Jikalau narkoba dijadikan sebagai pilihannya, tentu hal ini akan mengakibatkan kecanduan. Sejauh pandangan saya, melihat pilihan ini sangatlah tidak masuk akal, karena hakikatnya manusia itu diberi kemampuan untuk mengolah dan menyeimbangkan kekalutan emosi dalam dirinya dengan cara yang sehat. Janganlah menjadikan narkoba sebagai alat memecahkan masalah. Risiko yang dikandung narkoba justru malah menimbulkan masalah baru yang lebih destruktif. Beban yang dipikul akan tambah lebih berat lagi.

Pergaulan

            “Jika kita berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita juga akan ketularan wanginya”. Sepertinya perumpamaan tersebut sangat cocok dalam pembahasan ini. Yap, memang betul kita akan terpengaruh dengan hal-hal yang dimiliki oleh sekitar kita. Sama halnya dengan sebuah pergaulan. Pergaulan yang sehat akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang sehat pula dan begitupun sebaliknya. Pergaulan yang buruk mampu mempengaruhi seseorang untuk mencoba memakai narkoba. Mereka menganggap memakai narkoba itu sebuah tren. Jikalau tidak memakainya, dianggap kurang gaul dan ‘kudet’. Makanya, perlulah kita untuk memilih pergaulan dengan cermat. Bergaullah dengan orang-orang yang berpikir dan berperilaku positif serta mampu memotivasi diri kita menjalani hidup sehat dan menjauhi narkoba.

Pendongkrak semangat

            Narkoba sering kali dianggap sebagai pencetus inspirasi serta pendongkrak semangat untuk menghasilkan karya. Mereka berpikir dengan mengkonsumsi narkoba mereka mampu menggenjot produktifitas dan memperkaya fantasi sumber ide pembuatan karya. Makanya, banyak figur publik seperti seniman dan artis mencoba-coba mencicipinya. Dalih-dalih menghasilkan karya, eh tahunya malah ketangkep. Pemikiran seperti ini sangatlah keliru pasalnya jikalau seseorang memang berbakat, tidaklah perlu menggunakan narkoba sebagai pendorong menggerakkan inspirasi untuk menghasilkan sebuah karya. Dengan segelas air putih saja, bisa tuh menghasilkan karya mewah tanpa perlu embel-embel narkoba di belakangnya.

Gaya hidup yang glamor

            Memiliki kehidupan yang glamor, uang banyak, dan memakai barang-barang mewah sepertinya sudah jadi suatu keharusan dalam kehidupan figur publik. Rupanya, gaya hidup yang glamor mengakibatkan kehidupan figur publik rawan terjerat narkoba. Kadangkala standar kriteria kemapanan membuat mereka tidak kuat menghadapinya. Mungkin juga karena terlalu banyak duitnya malah kebablasan membeli barang haram ini. Jelas sekali, tindakan seperti ini sangat menyesatkan, membuang-buang uang lalu membeli barang haram yang malah menjeremuskan. Daripada buang-buang duit membeli barang gak jelas,mending duitnya dipake bayarin hutang negara betul gak? Sediakanlah ruang untuk bersyukur, hidup sederhana juga gak merugikan, toh ujung-ujungnya kita mati tidak membawa apa-apa.

            Alasan-alasan di atas memang tidak bisa menjadi sebuah patokan yang sahih penyebab para figur publik memilih untuk menggunakan narkoba. Namun apapun itu, mulailah untuk membangun pola pikir sehat yang mana meyakini bahwa narkoba tidak bisa mengganti kerugian yang dialami walaupun memberikan sensasi rasa ketenangan yang nyatanya fana. Pemakaian stimulan dan obat penenang dalam jangka panjang akan membuat syaraf otak rusak terutama yang berhubungan dengan proses berpikir serta kecerdasan.

            Ilusi sesat bahwa narkoba mampu memberikan ketenangan, nyatanya malah membawa penyesalan. Stres, depresi, beban pekerjaan yang berat, dan lainnya bisa kita seimbangkan dan mengolahnya dengan cara yang cerdas tanpa pemakaian obat terlarang. Hal ini bisa dilakukan dengan pemikiran positif  bahwa manusia juga mampu mengatasi kekalutan emosi dan memiliki kemampuan menyeimbangkan serta menyalurkannya dengan cara yang sehat. Jadi, kamu mau memilih hidup yang mana? Mau memilih untuk menyia-nyiakan nyawa dengan menggunakan narkoba atau tetap hidup sehat mewujudkan cita-cita tanpa narkoba?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *