Oleh: Wanda Agriani
Pemerintah berencana menyulap kawasan Pulau Rinca dan Pulau Komodo menjadi sebuah destinasi wisata ‘premium’ dengan menekankan konsep geopark atau wilayah terpadu, yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.
Proyek pembangunan wisata yang berjuluk ‘Jurassic Park’, belakangan kembali menjadi perbincangan setelah UNESCO dengan jelas memberikan peringatan. United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memperingatkan dampak negatif terhadap lingkungan di kawasan Taman Nasional Komodo akibat dari pembangunan proyek ini. Seperti diketahui, Taman Nasional Komodo yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO dan memiliki kriteria nilai universal luar biasa.
Pada konferensi Komite Warisan Dunia, UNESCO menyatakan bahwa proyek ini memerlukan penilaian dampak lingkungan baru. Penilaian dampak lingkungan itu diperlukan terkait masalah penangkapan ikan ilegal dan potensi risiko terhadap habitat alami komodo. Sebetulnya, proyek wisata di Taman Nasional Komodo Indonesia ini sudah digalakan sejak tahun lalu. Sedari dulu proyek ini memicu kekhawatiran tentang ancaman terhadap ekonomi lokal dan habitat rapuh komodo.
Di sisi lain, pemerintah ngotot dengan ambisinya ingin membangun proyek ini menjadi sebuah ‘tempat wisata premium’. Mereka mengatakan proyek ini tidak memberikan dampak apa pun, bahkan menghiraukan peringatan UNESCO dan tetap teguh pada pendiriannya. Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan proyek ini tidak akan mengganggu habitat komodo. Ia menuturkan bahwa pembangunan di sana sudah mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Katanya, proyek ini memiliki tujuan utama untuk mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan.
Dalih pemerintah ini justru bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat setempat, yang mana kehidupan mereka sudah sangat erat menyatu dengan kehidupan komodo. Alih-alih ingin menyejahterakan, justru malah membuat mereka terasingkan di tempatnya sendiri. Ditambah, sempat ada wacana merelokasi warga Pulau Komodo ke Pulau Rinca. Isu ini pernah diusulkan oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat. Katanya, Pulau Rinca nanti akan menjadi tempat wisata umum, sedangkan Pulau Komodo dijadikan sebagai tempat konservasi dan ‘wisata super premium’. Terkait isu ini, pemerintah mengatakan perelokasian warga Pulau Komodo ke Pulau Rinca bertujuan untuk menyelamatkan komodo di Pulau Komodo. Hal ini dikarenakan banyak warga lokal yang membahayakan komodo. Lalu, bagaimana dengan nasib si komodo di Pulau Rinca?
Padahal, tindakan perelokasian ini terlihat tidak etis. Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang, sebelum ditetapkan menjadi Taman Nasional, Pulau Komodo itu sudah menjadi hak ulayat masyarakat setempat. Berarti mereka mempunyai hak tinggi dalam menjaga tempatnya, apalagi ditambah pengetahuan mereka tentang komodo lebih dalam karena sudah tinggal lama berdampingan. Makanya, pada waktu itu, banyak warga serta aktivis yang melakukan penolakan.
Pemerintah juga berdalih melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahwa pembangunan proyek wisata dilakukan secara hati-hati dengan tetap mengutamakan keselamatan komodo di area tersebut. Namun, faktanya pernyataan itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Ada sebuah kejadian yang tak biasa, di mana ada sebuah foto yang pernah viral menunjukkan seekor komodo yang berhadap-hadapan dengan truk proyek di Pulau Rinca. Hal ini terlihat jelas, bahwasanya pengontrolan pembangunan tidak berjalan baik. Berdalih dengan menilai tidak membahayakan populasi komodo area wisata dan meminimalisasi kontak satwa, namun nyatanya itu hanyalah sebuah pernyataan belaka.
Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya menganggarkan dana sebesar 69,96 miliar untuk proyek ini. Selain itu, dana ini digunakan untuk meningkatkan kualitas dermaga di Pulau Rinca dengan membangun sarana dan prasarana pengaman pantai serta dermaga Loh Buaya. Sebetulnya, urgensi pembangunan proyek ini merujuk ke mana? Dengan dana sebesar itu, mungkin alangkah lebih baik untuk dialokasikan kepada permasalahan yang mendesak, seperti pengendalian COVID-19 misalnya. Di tengah krisis seperti ini, pemerintah seharusnya lebih fokus menindaklanjuti permasalahan yang ada di depan mata. Bukannya berseliweran sana-sini, berdalih ingin melindungi lingkungan dengan kekuatan wisata super premium itu. Lalu, apakah dengan pembangunan ini pemerintah mampu meningkatkan konservasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo?
Terkait isu ini, saya sendiri skeptis dengan rencana pembangunan ini, apakah memang benar-benar sebuah keputusan terencana ingin melindungi satwa atau hanya sebuah rencana yang impulsif. Oleh karena itu, perlulah pemerintah untuk meninjau dampak negatif yang ditimbulkan dari model pariwisata berbasis infrastruktur berskala besar karena dapat membahayakan ekosistem komodo.
Penyunting: Rini



