OTIFA sebagai Pencegahan Stunting pada Anak

PicsArt 01 03 04.58.36

Oleh, Nurhayati Effendi

Anak-anak adalah masa depan bangsa kita. Mereka memiliki masa depan yang cerah dan merekalah yang akan merawat kita di masa tua. Namun, jika kita tidak menyediakan makanan yang bergizi selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak, organ utama mereka tidak akan berkembang optimal, terutama otak, jantung, dan paru-paru.

Satu per tiga dari anak-anak Indonesia mengalami stunting. Bila tidak teratasi, sub-optimal kinerja mereka di kemudian hari, akan menelan biaya 2-3% dari GDP (Gross Domestic Product) Indonesia. Menurut Tanoto Foundation, prediksi ini sebanding dengan 27 miliar USD atau 388 triliun setiap tahun. Saya berpendapat, bahwa inilah saatnya untuk bertindak secara efektif dalam menurunkan angka stunting.

Selama ini, kita belum mengatasi masalah gizi buruk melalui pendidikan. Selain itu, belum pula menyerukan kepada seluruh bangsa untuk mengatasi ancaman gizi buruk bersama-sama. Kita belum mengembangkan pendekatan yang sistematis dan kerja sama antarlembaga untuk mencegah gizi kurang dan gizi buruk. Kita belum belajar dari UNICEF dan World Food Programme (WFP) yang secara efektif dan cepat memperbaiki kesehatan anak-anak. Jadi, sudah waktunya kita melakukan pendekatan yang berbeda dengan tujuan yang sama.

Di Kabupaten Tasikmalaya, terdapat pengembangan dan pelaksanaan program dengan pendekatan yang berbeda secara efektif. Program ini tertanam dalam ‘Scaling Up Nutrition’ (SUN) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Program ini berbasis bukti ilmiah dan mencerminkan keinginan eksplisit mahasiswa yang terlatih untuk membantu keluarga dengan balita gizi kurang dan gizi buruk. Program ini secara holistik mengintegrasikan peran semua pemangku kepentingan yang relevan dalam satu pendekatan strategis.

Pemerintah daerah membantu menyediakan data dan alamat yang relevan balita, dengan gizi kurang/gizi buruk. Produk makanan terapeutik dan Multi Micronutrient Powder (MMP) untuk anak dengan gizi buruk dan gizi kurang yang disetujui, dan digunakan oleh PBB, di antarkan oleh relawan mahasiswa ke rumah keluarga balita. Para mahasiswa dilatih untuk memberikan edukasi gizi dan kesehatan kepada orang tua balita, serta melakukan pemantauan dan evaluasi status gizi balita.

Perusahaan transportasi lokal (KlikQuick) menyediakan tumpangan dan mengantarkan mahasiswa bertemu dengan keluarga balita. Sebuah aplikasi membantu proses pendaftaran langsung data kesehatan balita yang kekurangan gizi. Dua kali delapan minggu, balita dibantu dan dipantau. Kerjasama antara otoritas kesehatan terkait dan LSM, membantu mencegah terulangnya malnutrisi di Kabupaten Tasikmalaya. Dalam waktu kurang dari dua tahun, lebih dari 700 anak balita menjalani skrining status gizi. 218 di antaranya diberi makanan terapeutik untuk balita dengan gizi buruk dan Multi Micronutrient Powder (MMP) untuk balita dengan gizi kurang. Balita tersebut dipantau dan dievaluasi status gizi mereka. Sejumlah 189 balita memenuhi persyaratan data untuk dianalisis. Hasil analisis menunjukan, adanya perbaikan status gizi pada balita.

Program Outreach Therapeutic Infant Food Agency (OTIFA) ini diambil alih oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai program percontohan yang bisa diterapkan di daerah lain di Indonesia. Hal ini sesuai dengan mandat Presiden Joko Widodo kepada BKKBN, sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.

BKKBN secara khusus mengapresiasi kerjasama yang terintegrasi antara semua pemangku kepentingan dalam program OTIFA, karena dinilai dapat mengoptimalkan penggunaan dana, meningkatkan pengetahuan, menyelaraskan upaya individu, serta penggunaan aplikasi online dalam pemantauan perkembangan kesehatan balita. Peran terpenting dalam program OTIFA adalah kepedulian mahasiswa dengan pengetahuan mereka yang luar biasa dan dedikasi untuk menjangkau orang tua dan balita malnutrisi. Saya telah menyaksikan bahwa pendekatan ini benar-benar efektif, karena strategis, terkoordinasi, dan perlu dipertahankan.

OTIFA memberi kesempatan kepada saya bertemu dengan Siti Safira Chaerani. Salah satu pemimpin relawan mahasiswa yang tangguh, hingga menjadi koordinator program saat ini. Dilatih oleh nutritionist terkemuka Indonesia Widjaja Lukito. Dia dan hampir 200 mahasiswa lainnya, dengan bangga mengenakan jaket putih dengan tulisan ‘On My Way to Save a Child’.

Relawan mahasiswa bukan hanya sekadar memberikan makanan terapeutik kepada balita malnutrisi, tetapi mereka menginspirasi orang tua untuk meningkatkan asupan makanan balita berdasarkan modul manual sederhana yang disusun oleh Dr. Widjaja dan OTIFA. Mahasiswa-mahasiswa ini adalah bunga bangsa kita. Kami memberi mereka pelatihan dan pengalaman seumur hidup, sedangkan mereka membantu keluarga balita malnutrisi. Sesuatu yang Allah telah tanamkan dalam diri mereka dan kita semua, tetapi kita tidak cukup sering menggunakannya, yaitu cinta.

Keberlanjutan program intervensi pemerintah dalam rangka mengurangi insiden dan prevalensi ibu hamil yang kekurangan gizi, berat badan lahir rendah, bayi baru lahir dengan stunting, dan perkembangan di kemudian hari, terhalang oleh pandemi COVID-19. Selain itu, malnutrisi yang sering disertai dengan defisiensi protein dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Keadaan ini kurang mendukung produksi antibodi yang kita butuhkan untuk memerangi penyakit.

Model OTIFA dapat direplikasi dengan mudah di daerah lain di Indonesia. Pemerintah Pusat, di bawah Peraturan Presiden 72/2021 dan diarahkan oleh BKKBN, dapat menjalankan program ini dan mengembangkan lebih lanjut apa yang dibutuhkan untuk generasi penerus bangsa. Di samping produk makanan terapeutik yang disarankan oleh PBB, yaitu Ready-to-Use-Therapeutic (RUTF) dan Multiple Micronutrient Powder (MMP), pemerintah dapat menggunakan produk intervensi lain yang diproduksi secara lokal, seperti F75 dan F100 serta biskuit padat energi.

Model OTIFA yang terintegrasi, dapat melibatkan LSM dengan memproduksi dan mendistribusikan makanan bergizi atau membantu keluarga untuk menanam tanaman sendiri. BKKBN tentunya dapat membantu dalam hal pemenuhan standar keamanan pangan dan daya terima anak secara organoleptik.

Akhir tahun 2021, Kabupaten Tasikmalaya bekerja sama dengan PA International Foundation dan universitas-universitas mengambil alih pengoperasian program OTIFA selanjutnya. Wakil Bupati, Cecep Nurul Yakin, dan tim kesehatan beliau, telah menerima tantangan untuk menjadikan OTIFA sebagai program formal daerah yang terkoordinasi dan berkelanjutan di Kabupaten Tasikmalaya untuk memerangi gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Menteri Kesehatan baru saja mengirimkan tim ahli ke Tasikmalaya untuk meninjau perkembangan program OTIFA.

Saya berharap, program OTIFA akan dipertimbangkan oleh Pemerintah sebagai model yang layak untuk dikembangkan dan digunakan lebih lanjut di Indonesia.

Penyunting: Andini Primadani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *