Menyikapi Aksi Mahasiswa 11 April 2022

PicsArt 04 21 09.08.281

Beberapa pekan ini, jagat maya diramaikan dengan demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang dilaksanakan di gedung DPR/MPR RI pada Senin, 11 April 2022. Lokasi demo ini mengalami pengalihan massa aksi yang dari semula di Istana Merdeka menjadi ke gedung DPR/MPR RI. Hal ini tidak lain dan tidak bukan untuk mengawal berjalannya konstitusi yang merupakan tugas pokok dari legislatif, dalam hal ini DPR.

Selain itu juga, dilaksanakannya aksi di depan gedung DPR/MPR RI tersebut tidak terlepas kaitannya dengan empat tuntutan yang disuarakan oleh mahasiswa dalam aksi tersebut. Tuntutan pertama, mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai. Kedua, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret 2022 sampai 11 April 2022. Ketiga, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan 3 periode. Terakhir, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang sampai saat ini belum terjawab.

Berdasarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa sebenarnya tuntutan demo 11 April 2022 ini dipicu oleh adanya oknum di lingkaran Jokowi untuk mewacanakan adanya presiden 3 periode, sementara dalam tayangan Youtube CNN Indonesia pada Juni 2021 yang menyatakan bahwa Jokowi sendiri menolak wacana 3 periode jabatannya.

Meskipun sudah ada penolakan dari Jokowi, tetapi oknum-oknum yang berada di lingkaran Jokowi dengan santai dan tanpa rasa bersalah tetap menjalankan aksi mereka  dengan terus menyebar wacana tersebut tanpa memperhatikan konstitusi yang sudah ada. Padahal, hal tersebut sudah jelas sangat bertentangan dengan UU konstitusi yang tertuang dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.

Jadi, wajar saja jika mahasiswa memiliki intelektual dan rasa kepekaan yang tinggi apabila terjadi ketidakadilan, keresahan, penyelewengan di negeri ini. Dalam sejarahnya, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan untuk menyuarakan aspirasi rakyat Indonesia. Mahasiswa sebagai penyambung lidah masyarakat yang mempunyai hak terhadap hal yang terjadi apabila bertentangan dengan UU konstitusi dan mahasiswa tidak bisa tinggal diam ketika UU konstitusi yang selama ini disepakati ditentang begitu saja oleh para wakil rakyat yang seharusnya tidak demikian.

Selain itu, demonstrasi mahasiswa adalah refleksi dari proses demokrasi sekaligus ekspresi kebebasan berpendapat atau menyampaikan kritik terhadap kebijakan yang ditetapkan. Terlebih, undang-undang menjamin kebebasan berpendapat di muka umum dan demokrasi menginginkan partisipasi masyarakat mengawal jalannya pemerintahan.

Oleh karena itu, aksi yang dilakukan mahasiswa merupakan bagian dari dinamika demokrasi dan kepedulian pemuda terhadap problem pokok bangsa. Perlawanan mereka adalah jihad konstitusi yang sebaiknya didukung.

Mahasiswa menolak penundaan pemilu dan 3 periode jabatan presiden, sebab penundaan pemilu dan 3 periode masa jabatan presiden adalah iktikad buruk yang mengangkangi konstitusi. Mahasiswa menuntut para wakil rakyat agar tidak mementingkan kepentingan partai, sebab realita membuktikan bahwa para wakil rakyat tidak tegas, tidak cepat menyikapi dan mencari solusi akan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Hal itu menggambarkan kegagalan karena kecil sekali bahkan tidak ada rasa pedulinya pada rakyat, padahal perannya sebagai wakil rakyat. Bahwasannya, gerakan mahasiswa adalah reaksi atas aksi-aksi kegagalan pemerintah dalam melakukan tugasnya.

Lalu setelah demo, apa yang harus dilakukan? Tidak lain dan tidak bukan, pemerintah harus introspeksi diri, lebih tegas lagi dalam menyikapi semua permasalahan, lebih memperhatikan lagi kinerja wakil rakyat, segera melakukan perubahan kebijakan yang signifikan, dan memenuhi semua tuntutan mahasiswa. Bila tidak, maka tidak menutup kemungkinan aksi-aksi mahasiswa berikutnya terus terjadi dan justru berpotensi memicu gerakan-gerakan dari elemen masyarakat lainnya.

Penulis: Astuti Siti Solhah

Penyunting: Aneu Rizky Yuliana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *