Oleh, Syahdina Tamadyan Hade
Sebuah esai bertajuk “Bertekuk Lutut Pada Daring” ditulis oleh Agis Andriani dalam sebuah buku yang berjudul Perempuan Akademik dan Pandemi Covid 19, menuangkan pemikirannya tentang fenomena dan perubahan baru yang terjadi selama pandemi Covid-19 dalam dunia pendidikan. Esai tersebut dibuka dengan sebuah gagasan tentang kemunculan virus baru, yaitu Covid-19. Menurut Pandu Riono, SARS-cov-2 sebagai penyebab Covid-19, sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari 2020 di Indonesia, memicu perubahan di segala sektor. Kasus positif Covid-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia, Jokowi Dodo, menjadi orang pertama yang mengumumkan kasus pertama Covid-19 yang masuk ke Indonesia. Sejauh ini, sudah lebih dari 1 juta kasus WNI yang terjangkit virus tersebut.
Di dunia pendidikan, Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, mengeluarkan kebijakan berupa pemberlakuan pembelajaran online di sekolah-sekolah, di Indonesia. Seiring dengan berjalannya sistem ini, pembelajaran online menimbulkan pro dan kontra dari fenomena baru dalam kehidupan sosial guru dan mahasiswa, seperti penggunaan teknologi baru dan dampak buruknya, serta perubahan kebiasaan dan psikologi kedua belah pihak. Sehingga, dapat dikatakan bahwa ini adalah perubahan dan tantangan baru dalam pendidikan kita.
Dalam esainya, Dr. Agis berpendapat bahwa guru dan mahasiswa “dipaksa” untuk keluar dari zona nyaman mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan seorang ahli bahwa sistem pendidikan sedang ditantang dalam pandemi Covid 19 (Daniel, 2020). Baik mahasiswa maupun guru harus beradaptasi dengan teknologi dalam proses pembelajaran. Perubahan signifikan telah terjadi pada fase ini. Para mahasiswa sebelum era pandemi Covid-19 menyatakan lebih nyaman belajar secara offline. Pernyataan ini didukung oleh Rachman (2020) yang mengatakan bahwa mahasiswa lebih menyukai pembelajaran offline karena lebih memahami materi, lebih mudah berkomunikasi, mereka dapat fokus, aktif dan enjoy selama pembelajaran. Kemudahan tersebut membuat mahasiswa lebih memilih pembelajaran offline. Sementara itu, mahasiswa kini dipaksa untuk keluar dari “zona nyaman” itu.
Dr Agis Adriani juga menyebutkan bahwa ia telah menemukan beberapa fenomena baru selama pembelajaran online saat ini, yaitu gabut, mager, dan baper. Fenomena itu erat kaitannya dengan argumen tentang didorong keluar dari zona nyaman tadi.
Fenomena gabut pada dasarnya berarti kebosanan. Di era pandemi ini, pemberlakuan pembatasan aktivitas masyarakat, atau dikenal dengan istilah lockdown, mengubah tingkah laku masyarakat, termasuk para mahasiswa. Dinamika psikologis menunjukkan bahwa kondisi sosial di lingkungan mahasiswa menjadi penyebab mereka sering merasa bosan (Irawan et al., 2020). Rasa bosan ini membuat mereka tidak mau berbuat apa-apa. Setelah dua minggu, mereka merasa bosan karena pembelajaran online (Irawan et al., 2020). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebosanan merupakan implementasi dari pengendalian diri yang rendah (Mugon, Struk, & Danckert, 2018). Rendahnya pengendalian diri ini dapat berdampak pada kemalasan mahasiswa.
Fenomena selanjutnya adalah mager yang artinya malas. Menurunnya motivasi belajar dapat menimbulkan kemalasan jika para mahasiswa tidak mengetahui manfaat dari belajar itu sendiri (Zaidun et al., 2021). Akibatnya, mereka tidak segan-segan mengucapkan kata-kata yang berada di luar kendalinya seperti “mager, bu!”.
Fenomena baper juga masih berkaitan dengan dua hal tersebut. Selain kata “mager, bu!” yang membuat dosen merasa tersinggung, ditemukan hal serupa, yaitu fenomena off camera. Selama pembelajaran online ini, banyak dosen yang rajin menyalakan kamera saat pembelajaran, namun tidak didampingi oleh mahasiswanya. Itu membuat dosen selaku pengajar tampak tidak dihargai. Dalam konteks ini, perilaku buruk mahasiswa yang bosan dan malas membuat dosen berpikir negatif dan tersinggung. Sehingga, enggan untuk mengajar.
Fakta dan fenomena baru yang muncul selama kegiatan belajar mengajar online di era pandemi COVID-19 menjadi fokus perhatian di dunia pendidikan. Berdasarkan fenomena yang ada, diharapkan guru dan siswa saling memahami satu sama lain dan terus mengembangkan pemahamannya tentang kekurangan dari kegiatan pembelajaran daring ini, agar semakin efektif.
Penyunting: Andini Primadani Putri