Gemercik News-Tasikmalaya (5/7). Ratusan mahasiswa dan masyarakat di Tasikmalaya lakukan aksi menolak RKUHP pada Senin, 4 Juli 2022 di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Aksi ini timbul atas kekecewaan terhadap sikap pemerintah yang hingga saat ini belum membuka draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru. Massa aksi terdiri dari Aliansi BEM Tasikmalaya (ABT), Serikat Mahasiswa Unsil (Sima Unsil), serta aliansi Tasik Menolak RKUHP Dadakan (TAMPAN).
“Karena sampai saat ini pemerintah belum membuka draf RKHUP yang terbaru, terlebih 2019 disepakati pasal-pasal bermasalah cuma sampai hari ini mereka belum berani membuka,” ujar Sadid Farhan selaku Komandan inti massa aksi.
Massa aksi ingin adanya transparansi draf terbaru RKUHP, menolak pasal-pasal dalam RKUHP yang bermasalah, serta menuntut keterlibatan masyarakat dalam penyusunan.
“Pasal bermasalah yang memberangus hakikat demokrasi juga masih menjadi pertanyaan kita apakah sudah direvisi atau tidak, dan sekarang kita berpatok pada draf yang lama,” tambah Sadid.

Aksi sempat berlangsung ricuh antara massa aksi dan aparat, sikap saling dorong dan keributan sempat terjadi di depan pintu masuk ruang kantor DPRD Kota Tasikmalaya. Kericuhan terjadi sebab niat mahasiswa masuk ke dalam gedung dihadang polisi. Akibatnya, terdapat korban yang terluka, terkonfirmasi berjumlah dua orang dari massa aksi.
“(Korban bentrok) itu dari massa aksi kita,” terang Sadid.
Terdapat sekitar 330 aparat yang terdiri dari 200 personil Polres Tasikmalaya Kota, 100 Korps Brigade Mobil (Brimob) dan 30 personil Tentara Negara Indonesia (TNI) yang terlibat dalam aksi tersebut. Komisaris Polisi (Kompol) Shohet, Kepala Bagian OPS Polresta Tasikmalaya turut menanggapi terjadinya kericuhan.
“Dalam kegiatan penyampaian aspirasi atau pendapat di muka umum tentu hal itu sulit dihindari adanya sikap mendorong, di mana massa ingin memasuki gedung sementara aparat pengamanan mencegah agar massa tidak masuk ke dalam gedung. Karena kita memang dasarnya mengamankan aset rakyat,” ujar Kompol Shohet.
Para aparat dengan seragam dan peralatan lengkapnya memaksa massa aksi untuk keluar gerbang. Massa aksi berada di luar gerbang hingga akhirnya membubarkan diri, sebab aparat memblokade gerbang masuk Gedung DPRD Kota Tasikmalaya.
Kericuhan pun sempat terjadi antara Sima Unsil bersama TAMPAN dengan ABT untuk mendapat kesepakatan dari setiap pihak yang memiliki perbedaan pendapat atau selisih paham.
“Berpisah sama ABT, karena ABT terlalu eksklusif terhadap gerakan ABT-nya dari mulai konsolidasi sampai hari ini (pada pelaksanaan aksi, 4 Juli 2022). Jadi, mereka itu harus pengurus BEM dan harus memakai almet sehingga kita mempertanyakan dari mulai konsolidasi. Waktu eksekusi juga kita tidak terlalu mempermasalahkan pas massa aksi mau pake almet atau tidaknya, tetapi waktu konsol itu kita mengalami kekecewaan bahwa hanya pengurus bem yang hanya bisa masuk ke konsolidasi (aksi) itu,” tutur Sadid.
ABT mengkonfirmasi hal itu, sebutnya melalui Koordinator Lapangan Aksi ABT, ABT melanjutkan aksinya di Tugu Asmaul Husna sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap DPRD.
“Kami bukan meninggalkan lokasi, tapi melanjutkan aksi memblokade jalan di Tugu Asmaul Husna, sebagai bukti ketidakpercayaan kami kepada DPRD sekaligus kita melakukan orasi mimbar bebas juga di sana,” ujar Irfan, Koordinator Lapangan ABT.
Pada aksi kali ini tidak terdapat audiensi serta tidak ada penandatanganan nota kesepakatan antara massa aksi dan DPRD Kota Tasikmalaya, sebab perkara RKUHP termasuk isu nasional.
“Tidak (ada nota kesepakatan antar massa aksi dan DPRD Kota Tasikmalaya), karena ini isu nasional,” ujar Sadid.
“Kita akan membuat ekskalasi yang lebih besar dan kita akan berangkat delegasi dari tasik yang akan berangkat ke nasional.” Pungkas Sadid.
Reporter: Delia, Pasha
Penulis: Delia, Pasha
Penyunting: Pasha