Ngulisik Asyik Khas Tasik

Sumber Foto Abi HusniGemercik Media 1

Hari ini cerah, pukul setengah lima sore lebih tepatnya. Tidak ada hujan yang membuat mendung langit. Sinar matahari senja menyorot hangat kampus Universitas Siliwangi (Unsil). Lalu lalang mahasiswa yang hendak pulang kuliah menjadi pemandangan yang terlihat. Sore ini ada rencana untuk pergi ke salah satu mal di Tasikmalaya, Mayasari Plaza namanya. Bukan tanpa tujuan, rencana kunjungan kali ini untuk menaiki bus Ngurilingan Tasik (Ngulisik) yang akan membawa penumpang berkeliling di sekitar Kota Tasik. Berangkat menggunakan sepeda motor dengan kelajuan  tiga puluh Km/jam. Berjarak sekitar 3,3 Km dari kampus dengan waktu tempuh lima belas menit. Tanpa menggunakan petunjuk rute arah tujuan lantaran sudah hafal betul lika-liku perjalanan menuju tempat yang akan dituju.

Arus lalu lintas terbilang lancar, tidak ada kemacetan yang begitu menghambat navigasi. Destinasi perbelanjaan terhampar di sepanjang jalan. Hal itu dibuktikan dengan berbagai macam warna neon box yang terpampang  di depan toko.  Sejenak memperhatikan toko yang mempunyai neon box berwarna hijau. Tampak sales memberi brosur berdiskon di depan toko sambil bersorak menawarkan berbagai handphone yang dijual. 

Teh, HP nya Teh, lagi ada promo HP diskon lho Teh.” Hal itu mengindikasikan toko tersebut yang menjual handphone.

Setibanya di tujuan, tak sengaja kepala menoleh ke kiri. Terlihat bus Ngulisik yang sedang parkir sambil menunggu penumpang yang akan ikut. Raga masih terduduk di motor yang belum berhenti melaju. Sembari mencari tempat parkir yang aman untuk disinggahi. Setelah meninggalkan motor di parkiran lantai dua, langkah kaki bergerak cepat menuruni anak tangga. Melangkah ke depan pintu masuk mal, tampak kondektur yang berdiri di stand pemesanan karcis bus Ngulisik. Tarif harga pun dipampang, setelah ditilik ongkos harga bus Ngulisik sebesar sepuluh ribu rupiah. Dompet di dalam saku berisi uang pun dikeluarkan, uang Rp 20.000,00 diambil dan disodorkan ke kondektur yang bertugas. Setelah membayar, dua gelang kertas diterima sebagai tanda jadi penumpang.

Mesin bus pun dinyalakan, pertanda jadwal keberangkatan sudah dekat. Tak menunggu lama, langkah kaki beranjak menaiki tangga masuk bus yang ada di sebelah kiri. Bus Ngulisik berwarna hijau dan tak berjendela menambah kesan unik bagi siapapun yang menumpanginya. Terdapat tiga orang penumpang lain di dalam bus. Sejenak bertanya di dalam hati, berapa menit lagi bus akan berangkat?

Ngulisik Tasik. Sumber Foto Abi HusniGemercik Media

Tepat pukul empat sore, bus Ngulisik yang dikemudikan sopir akhirnya melaju dengan perlahan keluar dari  kawasan mal. Selain sopir, perjalanan ke sekitar Kota Tasik ditemani oleh tour guide berdiri di tengah bus sambil menyapa hangat semua penumpang. Alunan lagu mars Ngulisik mengiringi perjalanan. Diketahui kapasitas penumpang bus Ngulisik dapat menampung 20-25 orang dalam sekali perjalan. Dalam sehari Ngulisik beroperasi enam kali trip. Masing-masing trip berjangka waktu satu jam. Jam operasional dimulai dari pukul sepuluh pagi sampai enam sore. Dengan konsep perjalanan dalam kota, mengelilingi tempat wisata dan monumen bersejarah di Kota Tasikmalaya. Waktu tunggu untuk bus Ngulisik ini hanya lima belas menit untuk kemudian akan beroperasi kembali di jam berikutnya.

Kembali dalam perjalanan, setelah meninggalkan kawasan mal terlihat pasar ikan hias yang menjadi pemandangan indah pertama yang dilihat. Akuarium berderet cukup panjang memenuhi sisi kanan dan kiri bahu jalan. Di dalam akuarium tedapat beragam ikan hias cantik nan berwarna-warni indah menghibur hati. Gerak gemulai pergerakan ikan bisa dilihat sekilas  dari dalam bus dengan kondisi yang melaju.

Dari jarak sekitar seratus meter dari pasar ikan terdapat tugu bercorak batik yang belum diresmikan namanya. Masyarakat kerap memberi sebutan tugu batik karena corak batik yang menyelimuti tugu tersebut. Tugu ini bercorak batik Sukapura, batik tersebut menjadi  ciri khas yang memiliki arti sejarah dari kota tasik.

Di tengah bus Ngulisik didapati dua orang pemandu wisata yang kerap kali menerangkan makna sejarah dari tempat-tempat yang dilalui.  Setibanya di jalan dr. Sukardjo, penumpang dijelaskan makna dari penamaan jalan dr. Sukardjo.

“dr. Sukardjo merupakan dokter pertama di Tasikmalaya. Waktu itu dr. Sukardjo membantu masyarakat Tasikmalaya dalam menghadapi wabah malaria,” ujar Rifky selaku pemandu wisata.

Masih di jalan dr. sukardjo, sebelah kanan jalan ini terdapat titik kilometer nol, yang menjadi acuan jarak paling akurat di Kota Tasikmalaya.

“Jadi kalau kita ingin berlibur ke Garut, jarak acuan paling akuratnya di sini, di kilometer nol,” sahut Rifky.

Mendengar hal tersebut, diri terkagum-kagum lantaran baru mengetahui informasi yang dijelaskan tersebut. 

Memasuki jalan Otto Iskandardinata, tampak taman kota yang bangunannya berkonsep arsitektur modern. Cat oranye dan hijau menambah kesan ciamik yang semakin memikat masyarakat untuk berkunjung. Tidak hanya pengunjung yang berwisata di taman kota, pelaku usaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun turut serta memadatkan sisi jalan di sekitar taman kota. Taman Kota Tasikmalaya ini merupakan salah satu mahakarya dari. Gubernur Jawa Barat saat ini. Siapa lagi kalau bukan Gubernur  Ridwan kamil.

Dua puluh menit berlalu. Bus Ngulisik masih terus berjalan. Bergerak lurus dari jalan Otto Iskandardinata. Terdapat jalan Sutisna Senjaya. Pemandu wisata menerangkan sejarah singkat penamaan dari jalan Sutisna Senjaya. Konon Sutisna Senjaya merupakan tokoh pers yang menyuarakan perlawanannya terhadap kolonial Belanda melalui tulisan. “Bisa dibilang bapak Sutisna Senjaya ini netizennya zaman kolonial Belanda, tulisan beliau mampu mempengaruhi masyarakat Tasikmalaya untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Berkat jasa-jasanyalah Kota Tasikmalaya merupakan kota pertama yang berdaulat di Indonesia,” ucap Rifky.

Tidak ada rasa bosan untuk mendengarkan sejarah yang disampaikan pemandu wisata. Sikap yang ramah dan penyampaian yang menarik pun ditunjukkan. Tawa canda pun tak lepas dari bahan obrolan selama perjalanan berlangsung. Sesekali, Suara bising motor yang menyalip bus menghambat konsentrasi karena sedang mendengarkan sejarah Kota Tasik. Akan tetapi, usai motor berhasil mendahului bus suara bising knalpot pun tak lagi terdengar.

Masih di jalan Sutisna Senjaya, tempat gedung perbankan seperti membuat komplek khusus. Di antaranya terdapat bank negeri dan swasta. Tak hanya itu, di jalan Sutisna Senjaya pun berdiri satu-satunya bank sentral di wilayah Priangan Timur yakni Bank Indonesia.

“Sampai di ujung jalan Sutisna Senjaya, kita memasuki ke jalan Garuda ya bestie. Nah, di jalan Letnan Jenderal H. Mashudi ada Bandara Wiriadinata,” kata Rifky.

Menurut informasi tentang letak Bandara Wiriadinata yang berada di dalam area Tentara Negara Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU). Bandara Wiriadinata beroperasi komersial dengan dua kota tujuan, yakni Jakarta dan Solo. Dengan waktu tempuh 45 menit Tasik-Jakarta dan 35 menit Tasik-Solo. Kedua alur perjalanan pesawat bersifat Pulang-Pergi (PP). Berlandas di lapangan udara sepanjang 1.600 meter lebar 45 meter dengan permukaan aspal dan ketinggian 352 meter di atas permukaan tanah.

Lapangan udara tersebut menyimpan sejarah peninggalan penjajahan Belanda dan dipergunakan sebagai tempat landing serta take off pesawat-pesawat militer Belanda, begitu juga pada masa pendudukan Jepang.

“Pahlawan dahulu pernah berputar sebanyak lima kali menggunakan Pesawat cureng selama tiga puluh menit mengelilingi wilayah Kota Tasik dengan menerbangkan bendera merah putih sebagai tanda kedaulatan,” ujar gina yang sama berprofesi sebagai pemandu wisata.

Bus masih terus melaju, kondisi jalan lurus tak berbelok, di tengah lajur kanan dan kiri ditanami pohon rindang yang sejuk. Setelah menengok ke kiri mata pun tertuju pada banner salah satu toko yang dibubuhi nama jalan. Tanpa disadari jalan yang dilewati adalah jalan Letnan Jenderal H. Mashudi. Penamaan jalan tersebut didasarkan pada nama tokoh pahlawan yang berperan di bidang pendidikan. Beliaulah yang mencetuskan program belajar non-akademik atau disebut juga ekstrakurikuler.

Sembari melewati persawahan yang luas, kedua pemandu wisata beristirahat sejenak karena di jalan Letnan Jenderal H. Mashudi ini memiliki jarak tempuh yang Panjang. Penumpang lain pun bersua foto menikmati keramaian jalan dan indahnya pemandangan. Volume alunan hymne Ngulisik pun dibesarkan, menambah suasana girang dalam benak.

Tak lama kemudian, sopir bus membelokkan kemudi ke kanan menuju Jalan Perintis Kemerdekaan. Di sebelah kiri bus tempat pabrik aida. Aida merupakan bumbu masak khas Tasik yang banyak diminati oleh masyarakat di berbagai wilayah.

“Peminat aida menjamur di mana-mana sampai ke luar kota, tidak jarang aida juga menjadi objek oleh-oleh khas Tasik,” papar Rifky.

Penumpang yang mendengarkan ucapan Rifky pun bersorak bak menyetujui apa yang telah ia sampaikan.

Menurut informasi, kota tasik dikenal dengan kota santri. Pembangunan hotel bintang lima pun tidak dapat direalisasikan di Kota Tasikmalaya lantaran keterbatasan wilayah serta aturan yang mengikat di wilayah kota santri tersebut. Pembangunan hotel bintang lima tidak diperkenankan untuk berdiri, karena dalam pembangunannya hotel bintang lima diperbolehkan untuk memfasilitasi ruang diskotik dan klub malam. Hal tersebut sangat bertentangan pada aturan yang berlaku di wilayah Kota Tasikmalaya.

“Di Kota Tasik hotel diperbolehkan berdiri baru sampe hotel bintang empat, karena Kota Tasik terkenal dengan julukan santri dan larangan adanya diskotik dan klub malam,” kata Gina.

Kelajuan bus pun mulai melaju perlahan dan berhenti, bus Ngulisik terdiam menghadap lampu merah lalu lintas. Sempat membuat ragu, kabarnya lampu lalu lintas ini merupkan lampu merah dengan durasi yang panjang dan akhirnya dugaan tersebut terbukti dengan melakukan perjalanan menggunakan bus Ngulisik. Kiranya lebih dari satu menit barulah lampu hijau menyala menandakan perjalanan selanjutnya akan akan diteruskan.

Tak terasa sudah dipenghujung perjalan dan waktu perjalan pun sudah hampir menghabiskan 55 menit. Lokasi terakhir yang sekaligus menjadi ujung perjalanan  yaitu mal Mayasari Plaza, hal ini menandakan perjalanan akan berakhir dan waktunya untuk kembali pulang. Dari jarak sepuluh meter barrier gate pun menyambut hangat bagi pengunjung mal yang datang. Ketika hendak memasuki kawasan mal, portal terbuka. Bus Ngulisik masih melaju perlahan menuju tempat awal pemberangkatan sekaligus sebagai area parkir.

Selain beroperasi secara trip atau sesuai jam operasional, pihak manajemen juga memfasilitasi paket hemat bagi para penggemar traveling atau hanya ingin mencari Quality time bersama keluarga, kerabat, atau teman sebaya untuk bisa menggunakan bus Ngulisik ini. Dengan hanya membayar Rp 250.000,00 penumpang akan dipandu untuk berkeliling Kota Tasik. Perjalanan yang akan ditempuh dengan durasi satu jam, tour rundown dan tempat penjemputan bisa disesuaikan dengan keinginan.

Reporter: Abi Husni dan Sausan Fatin

Penulis: Sausan Fatin

Penyunting: Siti Nurul Hanapiah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *