Hiruk-pikuk perpolitikan di Indonesia makin hari makin ramai diperbincangkan. Negara Indonesia mulai mengalami era disrupsi yang memunculkan berbagai masalah dalam arena perpolitikan. Perlu kita diketahui, bahwa disrupsi adalah kondisi terjadinya perubahan secara mendasar yang dapat memunculkan perubahan-perubahan baru. Fenomena disrupsi ini dapat mengambil peran teknologi lama yang serba fisik menjadi teknologi serba digital, sehingga menghasilkan suatu hal yang lebih efisien, bermanfaat, dan modern.
Di era disrupsi yang menyokong terjadinya berbagai digitalisasi dalam segala bidang kehidupan, terutama sistem politik. Ragam inovasi pada bidang teknologi pun menghasilkan digitalisasi dalam sistem politik, sehingga memungkinkan banyaknya inovasi teknologi digital. Munculnya disrupsi dalam sistem politik disebabkan adanya wajah partai-partai baru yang menghiasi demokrasi masa kini dan menambah eksistensi perpolitikan negeri yang sejatinya sudah melekat di dalam kepribadian berpolitik suatu bangsa.
Disrupsi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya pergerakan dalam dunia perpolitikan makin cepat dan memunculkan pola-pola tatanan baru dalam metode pelaksanaan politik bertahap. Pada tiap periode, berbeda pula tingkatan wilayah politik, mulai dari level daerah sampai level pusat.
Pertumbuhan partai politik baru tidak terlepas dari akar sosial dan politik di masyarakat. Kehadiran partai baru yang sekarang menjamur di Indonesia turut andil dalam pesta demokrasi. Wacana akan hadirnya partai-partai baru pun tampaknya akan berada dalam ambang kerawanan pada pemilihan umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2024.
Ingar bingar beberapa kubu internal yang tidak menggunakan sistem demokrasi dalam pemilu 2024 menjadi contoh fenomena disrupsi yang nyata. Hal tersebut ditakutkan akan menjadi pemicu perpecahan partai politik dalam pesta demokrasi. Beberapa waktu lalu, tepatnya pada Desember 2022, terdapat beberapa partai politik yang mulai menampilkan wacana para calon yang akan maju pada pemilu 2024 nanti.
Di era disrupsi, media sosial makin banyak digunakan sebagai alat komunikasi politik oleh para elite partai politik. Beragam informasi pun bergerak sangat cepat, sehingga memudahkan masyarakat untuk belajar tentang politik. Kepraktisan dalam mengakses informasi tersebut bermakna bahwa preferensi politik masyarakat dipengaruhi oleh keramaian dan media sosial yang diminati masing-masing individu. Oleh karena itu, media sosial selalu dijadikan arena kampanye politik dan branding, baik untuk partai politik, ataupun para calon kandidat.
Pascapemilu 2014–2019 diselenggarakan, media sosial secara konsisten memainkan peran penting dalam mengubah perilaku politik dan meningkatkan partisipasi publik. Kemudian, dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, pemerintah memberlakukan aturan social distancing dan physical distancing, serta melarang masyarakat bekerja di tempat umum. Hal tersebut pun menyebabkan aktivitas masyarakat beralih ke media online (media sosial), sehingga jumlah pengguna media sosial akan terus bertambah dari tahun 2014–2023.
Pilihan yang bijak dan cermat merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Kita sebagai pionir demokrasi sosial, seharusnya dapat meningkatkan kesadaran berpolitik untuk menggunakan hak pilih dengan bijaksana pada pemilu yang akan dilaksanakan secara serentak pada bulan Februari 2024 mendatang.
Kita sebagai pemilih diwajibkan untuk cermat dalam mencari informasi tentang prestasi calon pilihan kita, pendidikannya, keluarganya, kegiatan sosialnya, lingkungannya, dan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan orang banyak. Tidak terkecuali, visi dan misi yang dicapai, baik yang berkaitan maupun tidak.
Apa yang harus kita pertimbangkan?
- Memahami pentingnya diri sendiri sebagai bagian dari pemilih dalam pemilu.
- Mempertimbangkan integritas dan kemampuan para calon kandidat dalam pemilihan umum.
- Mengingat bahwa pilihan kita dapat menentukan kemakmuran dan pembangunan Indonesia di masa depan.
- Menelusuri sejarah, visi, misi, dan program kerja para calon kandidat.
- Menjauhi penipuan dalam kampanye, agar tidak mudah dipengaruhi.
- Memilih calon pemimpin dengan agenda terukur, bukan hanya yang mengundang simpati publik.
- Memilih calon kandidat yang memiliki pemahaman mendalam tentang permasalahan masyarakat dan mampu mengusulkan solusi dalam mengatasinya.
Berdasarkan pemilu di tahun-tahun sebelumnya, kebanyakan orang masih memilih dengan mengandalkan intuisi dan emosional. Padahal, ketika kita memilih dengan memahami penalaran akal sehat dan spiritual, kita dapat menentukan masa depan bangsa. Jangan hanya melihat kinerja kandidat yang berada di pemerintahan, kita juga perlu menimbang dan mengukur kinerja para pihak pembawa calon oposisi yang telah mengawal selama lima tahun terakhir masa pemerintahan.
Segala kemungkinan cocok untuk dipertimbangkan ketika kita akan memilih untuk mendapatkan risiko terkecil. Sistem demokrasi Indonesia menjadi pilihan masyarakat Indonesia. Saat ini, rakyat yang berdaulat memilih pemimpin dan wakilnya. Kita juga perlu memilih pemimpin yang bijak dan cerdas, agar nantinya dapat melahirkan calon terpilih yang berkualitas. Dengan demikian, rakyat akan benar-benar memantau kinerja pemimpin yang menang selama lima tahun ke depan.
Penulis: Ai Nurjanah
Penyunting: Ferani S.N.
Sumber Referensi:
Fitria, et al. (2022). Disrupsi Politik: Peluang dan Tantangan Partai Politik Baru Jelang Pemilu 2024. Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan.