Kembali Tidak Membuahkan Hasil, Dosen Fisip: Kurangnya Pengkaderan Penyebab Utama

WhatsApp Image 2024 03 15 At 20.45.16 1a2e7deb

Gemercik-News Universitas Siliwangi (15/03). Perpanjangan pendaftaran calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Siliwangi (Unsil) yang diperpanjang hingga 8 Maret 2024 tidak juga membuahkan hasil. Dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Hendra Gunawan, S.IP., M.Si. ikut berkomentar mengenai absennya calon ketua BEM Unsil hingga saat ini, yang disebabkan oleh kurangnya minat dari mahasiswa untuk mengisi posisi tersebut, dikarenakan terbatasnya pengkaderan.

Hendra mengatakan kekosongan kepemimpinan BEM Unsil saat ini bukanlah fenomena baru. Lebih lanjut, Hendra mengungkapkan bahwa kejadian serupa telah terjadi sejak zaman sebelumnya dan telah menghiasi lembar sejarah kampus.

“Sebetulnya kasus seperti ini bukan kali ini yang terjadi. Pada zaman Sadid ke Ilham juga agak lama, ada jeda dulu,” ungkap Hendra kepada Gemercik pada Kamis (16/03).

Kemudian, Hendra menyatakan bahwa kurangnya pengkaderan khusus dan kurangnya proses yang terstruktur dalam pemilihan calon ketua BEM merupakan faktor yang signifikan. Ia mengungkapkan bahwa proses pemilihan hanya bergantung pada suara dari fakultas dan unit kegiatan mahasiswa (UKM).

“Saya lihat kurang praktis karena ketua BEM ini dipilih tujuh suara fakultas ditambah satu UKM, yang saya lihat tidak adanya pengkaderan yang khusus untuk mengisi kekosongan itu,” ucap Hendra.

Hendra juga menyampaikan bahwa dampak dari kekosongan kepemimpinan ini tidak terasa di tingkat lembaga, tetapi ke mahasiswa secara langsung. BEM dianggap sebagai subjek perolokan baik di dalam maupun di luar kampus, yang membutuhkan dukungan kuat dari lembaga.

“Sebetulnya kalau dampak ke lembaga mungkin tidak ada, tetapi saya lihat dampaknya itu ke bawahnya atau ke mahasiswanya. Jadi, semacam BEM ini sebagai perolok-olokan, baik itu di luar maupun di dalam kampus, dan harus ada dukungan dari lembaga,” ujar Hendra.

Kemudian, Hendra mengatakan kekosongan kepemimpinan dalam konteks politik kampus dapat diibaratkan sebagai sebuah anarki, ketika kebebasan tidak diimbangi dengan aturan dan pimpinan yang memimpin masyarakat (mahasiswa). Kondisi ini dipandang sebagai suatu potensi risiko karena keberadaan pemimpin dianggap penting untuk arah organisasi.

“Kalo dari politik, kondisi ini disebut Vacuum of Power, dan kekosongan kekuasaan ini dapat diibaratkan semacam anarki dengan tidak ada nilai, tidak ada aturan, dan tidak ada pimpinan yang memimpin masyarakat, dalam hal ini yaitu mahasiswa,” ujar Hendra.

Hendra mengharapkan harus ada tekanan mengubah sikap mahasiswa yang sebelumnya pasif menjadi lebih aktif dan menjadi pendorong perubahan di lingkungan fakultas mereka. Bukan hanya tanggung jawab dari mahasiswa itu sendiri, tetapi juga tanggung jawab dari para dosen untuk memberikan arahan dan pengarahan kepada mahasiswa.

“Mereka harus merubah posisinya yang tadinya tidak peduli dengan politik kampus menjadi peduli dengan kehidupan kampus kemudian harus merubah yang tadinya mahasiswa pasif harus menjadi aktif, bahkan menjadi pendorong untuk fakultasnya ini,” pungkas Hendra.

Reporter: Jhon Kristian Pasaribu dan Rifki Ardi Gunansyah

Penulis: Rifki Ardi Gunansyah

Penyunting: Mu’thia Khairani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *