Aksi Kamisan : 13 Tahun Menagih Keadilan HAM Kepada Negara

5357b310 4333 4033 9f26 E23f30473f8e

Oleh: Ayu Sabrina

            Perjuangan untuk menegakkan HAM di Indonesia telah dilakukan sejak lama oleh bangsa Indonesia, bahkan sejak sidang BPUPKI hingga sekarang. Pemerintah Indonesia telah berupaya menegakkan HAM dengan membuat undang-undang, membentuk Komisi Nasional, membentuk pengadilan HAM, memasukkan dalam kurikulum pembelajaran, dan lain sebagainya. Hanya saja,semua itu rasanya belum dikatakan dapat menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada di negeri ini. HAM beberapa kali dijadikan konteks dalam janji-janji kampanye para pemimpin negeri, namun nyatanya janji hanyalah tinggal janji. Negara seakan menjadi tersangka impunitas, karena terus menerus mengabaikan penuntasan kasus-kasus tersebut.

            Hukum tentang HAM tersebut dibuat atas dasar maraknya kasus pelanggaran HAM pada tahun 1965 – 1998. Kasus-kasus tersebut diantaranya: penembakan misterius (petrus), penculikan aktivis, hingga kerusuhan pada akhir orde baru Mei 1998.  Namun, pada prakteknya pun setelah hukum tersebut dibuat, pelanggaran HAM masih terjadi bahkan hingga hari ini. Kasus pelanggaran HAM terbesar setelah adanya hukum itu ialah kasus Munir. Munir adalah aktivis HAM Indonesia yang meninggal di pesawat dalam penerbangan menuju Amsterdam, yang diyakini dibunuh dengan racun oleh oknum tidak bertangung jawab.

            Dilansir dari laman Gemercikmedia.com hasil siaran pers pada Senin (07/09), yang digelar KontraS bersama dengan Suciawati, istri mendiang Munir; Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta; Fatia Maulidiyanti, koordinator KontraS; dan Usman Ilamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia. Diungkapkan bahwa kasus Munir ini akan kadaluwarsa 2 tahun mendatang, atas dasar itu pun KontraS bersama dengan seluruh elemen pendukung meminta kepada negara, khususnya Presiden RI Joko Widodo untuk menuntaskan janji-janjinya terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

“Kami menuntut Presiden Joko Widodo yang telah berjanji untuk menyelesaikan kasus ini, untuk membuat aksi yang jelas dan konkret. Aksi konkret ini bisa dimulai dengan melakukan tinjauan atas beberapa perkara pidana sehubungan dengan pembunuhan Munir, termasuk dugaan pelanggaran standar-standar HAM Internasional,” tutur Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia melalui siaran pers KontraS, Senin (07/09).

            Perlawanan demi perlawanan datang dari sekelompok teman, kerabat, bahkan keluarga untuk menuntut keadilan atas hak asasi korban sebagai manusia. Berbagai gerakan, aksi, bahkan surat tuntutan sempat dilayangkan pada pemerintah guna menuntaskan kasus pelanggaran di negeri ini. Hingga akhirnya, muncul sebuah gerakan sosial yang hingga hari ini masih eksis dan bertahan dalam menuntut keadilan kepada negara atas kasus-kasus yang selalu menjadi janji untuk dapat dituntaskan, ialah Aksi Kamisan.

            Aksi Kamisan, atau yang akrab disebut kamisan adalah aksi damai yang telah dilakukan sejak 18 Januari 2007 di setiap hari kamis. Aksi ini diprakarsai oleh 3 keluarga korban pelanggaran HAM berat, yakni Maria Katarina Sumarsih yang merupakan orang tua dari Bernadus Realino Norma Irawan (salah satu mahasiswa yang tewas dalam peristiwa Semanggi I); Suciawati, istri mendiang pegiat HAM, Munir Said Thalib; dan Bedjo Untung, perwakilan dari keluarga korban pembunuhan, pembantaian, dan pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap orang-orang yang diduga PKI pada tahun 1965 – 1966.

            Awalnya mereka berkumpul membentuk sebuah kelompok bernamakan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). JSKK merupakan suatu gerakan massa yang aktif sejak 2007, terinspirasi dari aksi “Plaza De Mayo” tentang aksi tiap hari Selasa yang dilakukan oleh ibu-ibu dari anak yang menjadi korban penculikan rezim di Argentina. JSKK melakukan aksi nyata melalui aksi diam di bawah payung hitam setiap hari kamis, bertempat di depan istana negara.

            Kamisan yang disimbolkan payung hitam itu, telah berlangsung selama 13 tahun. Aksi ini dimulai oleh seorang ibu yang kehilangan anaknya pada tahun 1998, kegiatan mereka dimulali sejak 2007. Namun bukan sebuah keterlambatan mereka melakukan aksi itu, hanya saja pengingkaran negara dalam mencari solusi yang pada akhirnya bermuara pada lahirnya sebuah aksi.

            Menurut survei litbang KontraS pada Tahun 2007, berikut adalah data pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan hingga era reformasi. Berdasarkan data riset KontraS menunjukkan bahwa masih banyak kasus pelanggaran HAM yang menjadi PR bagi negara untuk dituntaskan secepat mungkin. Mengingat, HAM merupakan hak mendasar yang harus terpenuhi sejatinya sebagia manusia, hal ini diungkapkan secara terang-terangan oleh PBB kepada seluruh negara di dunia.

NO.NAMA KASUSTAHUNJUMLAH KORBANKET.
1.Pembantaian Massal 19651965 – 19701.500.000Korban sebagian besar merupakan anggota PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti SOBSI, BTI, Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.
2.Penembakkan Misterius “Petrus”1982 – 19851.678Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas.
3.Kasus di Timor-Timur praReferendum1974 – 1999Ratusan ribuDimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretilin yang sah di Timor Timur. Sejak itu TimTim selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.
4.Kasus-kasus di Aceh pra DOM1976 -1989RibuanSemenjak dideklarasikannya GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.
5.Kasu-kasus di Papua1966 – 2007RibuanOperasi militer intensif dilakukan oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam, antara perusahaan tambang internasional, aparat negara, berhadapan dengan penduduk lokal
6.Kasus dukun santet Banyuwangi1998PuluhanAdanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dituduh dukun santet.
7.Kasus Marsinah19951Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan (represi) militer di bidang perburuhan.
8.Kasus Bulukumba20032 orang tewas, puluhan orang ditahan dan luka-luka.Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.

            Ketika senja mulai menjemput matahari, setiap kaki mulai diinjakkan di depan istana negara, dengan payung hitam mereka berkumpul. Tidak ada teriakkan ataupun orasi, juga tanpa agitasi. Beberapa memeluk hangat bingkai foto anaknya. Hingga hari ini yang ikut bergabung dengan gerakan tersebut, baik sebagai anggota atau partisan biasa, mulai marak dan dilaksanakan di berbagai kota besar yang ada di Indonesia. Bukan hanya keluarga korban dan kerabat saja, tapi juga mahasiswa dan rakyat yang masih peduli terhadap keadilan HAM di negeri ini. Tetap dengan ciri khas payung hitamnya, Aksi Kamisan selalu hadir di setiap hari kamis dan peringatan hari-hari besar Nasional guna terus mengingatkan pemerintah tentang PR penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia .

            “Tiga belas tahun kegiatannya semakin dipersulit, semakin dilarang oleh aparat. Untuk hari ini trotoar tidak boleh dilewati,” kata Pegiat Aksi Kamisan, Maria Catarina Sumarsih di depan Istana Negara, Kamis (16/1/2020) pada peringatan 13 tahun Aksi Kamisan.

            Sayangnya, tidak ada kado indah untuk perayaan yang ke-13 Aksi Kamisan, lagi-lagi hanya janji kosong dari Presiden Jokowi. Hingga saat ini, mantan Gubernur DKI Jakarta tak merealisasikan tuntutan dari aksi kamisan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Apalagi ketika Jokowi kembali mencalonkan diri sebagai presiden saat Pilpres 2019, ia berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.

            Suharditia Trisna (22) lulusan Kampus IKJ mengaku telah mengikuti Aksi Kamisan sejak tahun 2015. Alasannya, mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap hari Kamis itu karena terinspirasi dari seniman Wiji Thukul. “Sangat mengecewakan, tidak hanya korban, rakyat juga kecewa (dengan janji Jokowi),” tuturnya.

            Aksi Kamisan adalah simbol dari konsistensi mereka yang terampas, tersakiti dan babak belur dihajar oleh kekuasaan yang disalahgunakan. Namun, di saat bersamaan masih tegar dan menyatakan tak akan mundur hingga negara mengambil sikap tegas dan terang. Ini adalah perayaan sepi yang merangkum potret kekerasan masa lalu yang tak bisa dibiarkan berlalu. Tentang sebuah masyarakat saat ini yang tak akan pernah bisa mengingkari fakta, jutaan saudaranya dibuntungi hak-haknya sebagai manusia.

            Aksi Kamisan, Aktivis HAM, dan jutaan rakyat yang masih peduli terhadap keadilan di negeri ini semoga tetap bergerak, tetap melawan dan jangan diam, karena negara punya dosa yang harus ditebus untuk membayar kerugian dan penderitaan atas hak-hak kemanusiaan yang terampas. Hidup korban!  Jangan diam ! Lawan.

Penyunting: Nurlaila Sari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *