Oleh Nada Everesti Zahirrah
Air bersih merupakan sarana sanitasi dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air bersih yang terkontaminasi pencemar akan mengakibatkan penyakit akibat air (waterborne disease) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. World Health Organization (WHO) menginformasikan bahwa kematian yang disebabkan karena waterborne disease mencapai 3,4 juta jiwa/tahun. Sementara di Indonesia masih banyak masyarakat yang kesulitan dalam mengakses air bersih.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan skor Indeks Kualitas Air (IKA) di Indonesia sebesar 54,59 poin pada 2023. Nilainya mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 53,88 poin. Hanya saja, capaian di tahun 2023 belum memenuhi target nilai IKA, yakni sebesar 55,4 poin. Provinsi dengan IKA paling tinggi, yaitu provinsi Papua Tengah yang mencapai 64,67 poin, diikuti oleh Sulawesi Tengah dengan 63,63 poin. Sementara provinsi dengan IKA terendah, yaitu provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 40,28 poin, diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 40,76 poin.
Kualitas air di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari alam maupun aktivitas manusia. Salah satu faktor utama yang harus menjadi perhatian adalah aktivitas manusia, seperti aktivitas industri, pertanian, domestik, bahkan alih fungsi lahan.
Industri merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan pencemaran air di Indonesia. Aktivitas industri yang tidak memerhatikan lingkungan dapat memengaruhi kualitas air, terutama pembuangan limbah industri, termasuk limbah kimia dan logam berat yang sering kali dibuang langsung ke sungai dan laut tanpa pengolahan yang memadai.
Selain industri, aktivitas pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan akan menghasilkan limbah pertanian yang dapat mencemari sumber air dengan zat-zat kimia beracun, sehingga mengurangi kualitas air bersih.
Tidak hanya itu, kualitas air juga dapat disebabkan oleh limbah domestik dari rumah tangga, industri rumahan, dan fasilitas sanitasi yang tidak memadai. Limbah domestik mengandung bakteri, virus, dan bahan organik lainnya yang dapat menyebabkan penyakit dan mencemari sumber air bersih.
Selain pencemaran langsung dari limbah, alih fungsi lahan, seperti deforestasi dan urbanisasi juga berkontribusi terhadap buruknya kualitas air bersih. Tanah yang tidak tertutup oleh vegetasi dapat menyebabkan erosi tanah dan pencemaran sedimentasi ke dalam sumber air, sementara pembangunan perkotaan dapat meningkatkan jumlah limbah domestik dan industri yang masuk ke dalam sungai dan laut.
Dampak dari buruknya kualitas air bersih dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Berbagai penyakit akibat air (waterborne disease) dapat menjangkit masyarakat, seperti diare, kolera, tifus, dan hepatitis. Selain itu, paparan jangka panjang terhadap air yang tercemar terutama oleh logam berat, seperti timbal, merkuri, dan arsenik, dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis, seperti kanker, kerusakan organ, gangguan hormonal, dan masalah reproduksi.
Air bersih sendiri termasuk dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) pada poin enam, yaitu air bersih dan sanitasi layak, yang ditujukan untuk menjamin ketersediaan dan pengelolaan air, serta sanitasi yang berkelanjutan bagi seluruh populasi, sehingga permasalahan yang mengakibatkan buruknya kualitas air bersih harus segera diatasi.
Untuk mengatasi masalah buruknya kualitas air di Indonesia diperlukan langkah- langkah konkret, seperti pengawasan dan penegakan hukum yang ketat, pengelolaan limbah yang berkelanjutan, peningkatan terhadap akses sanitasi yang aman, dan tentunya harus ada peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam upaya menjaga kualitas air bersih dapat dilakukan dengan cara tidak membuang sampah dan limbah sembarangan, menggunakan jamban sehat yang aman, serta dalam pembuatan septic tank atau membangun tempat apa pun yang berpotensi mencemari, harus dipastikan jaraknya lebih dari sebelas meter dari sumber air.
Penulis: Nada Everesti Zahirrah
Penyunting: Raisa Fadilah Ramadani
Ilustrator: Adinda Aulia