Pendidikan merupakan amanat UUD 1945 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”, satu aspek penting yang menjadi fondasi dalam membangun peradaban suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan tiket menuju masa depan yang dapat mengubah dunia. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula sehingga mendorong seluruh elemen untuk memberikan perhatian khusus bagi perkembangan pendidikan.
Pendidikan dalam Islam menjadi salah satu bagian dari lima maqashid syariah, yaitu hifdz al-aql (memelihara akal) yang mengharuskan manusia mendapatkan hak pendidikan. Orientasi terpeliharanya akal adalah dengan pemenuhan hak intelektual bagi setiap individu yang ada. Tanpa pendidikan, akal atau pikiran hanya menjadi bagian yang tidak berarti, bahkan dapat menghambat perkembangan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi.
Memasuki era yang makin modern, pendidikan senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, terutama dengan teknologi dan informasi. Adaptasi ini membuat pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat mahal. Lembaga pendidikan yang berkualitas dikenal dengan biaya yang mahal. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang murah akan dianggap sebagai lembaga pendidikan yang tidak berkualitas. Kondisi tersebut menimbulkan stigma di masyarakat bahwa seseorang dengan pendapatan di bawah rata-rata akan sulit mengakses pendidikan yang berkualitas.
Situasi ini makin memburuk dengan ketimpangan antarlembaga pendidikan di Indonesia. Banyak lembaga pendidikan berkualitas yang terus mengeksklusifkan dengan biaya yang begitu tinggi sehingga sulit dijangkau kelas menengah ke bawah. Di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah yang dapat diakses oleh kalangan menengah, tetapi dengan kondisi yang sederhana, peralatan modern yang minim, dan tenaga pengajar yang sangat terbatas.
Hasil survei United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mencatat, sebanyak 1% atau 938 anak usia 7 hingga 18 tahun putus sekolah karena terdampak pandemi Covid–19. Dari jumlah tersebut, 74% anak putus sekolah karena tidak ada biaya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia bermuara pada aspek material terkait ketersediaan dana, baik pendanaan penyelenggara pendidikan, seperti kampus dan sekolah maupun keterbatasan dana masyarakat untuk menjangkau lembaga pendidikan yang ada.
Dalam hal pendanaan, Islam sendiri memiliki beberapa instrumen keuangan sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Di antara keempat instrumen tersebut, wakaf dapat menjadi pilihan yang tepat untuk dikelola atau bahkan menjadi solusi bagi pendidikan di Indonesia. Sifatnya yang berkelanjutan sangat cocok bila digunakan sebagai dukungan pendanaan untuk lembaga pendidikan. Wakaf merupakan salah satu instrumen dalam ekonomi Islam dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera. Negara-negara yang berpenduduk muslim telah mengembangkan dan menerapkan wakaf sebagai instrumen untuk membantu berbagai kegiatan umat, sekaligus mengatasi permasalahan umat.
Dalam perkembangannya, wakaf saat ini disajikan dalam bentuk wakaf produktif. Wakaf produktif merupakan suatu upaya transformasi dari pengelolaan wakaf yang tradisional menjadi pengelolaan wakaf yang profesional untuk meningkatkan atau menambah manfaat wakaf. Hal ini merupakan cara menghadirkan wakaf yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Pada umumnya, masyarakat Indonesia menganggap wakaf sebagai jenis instrumen ekonomi Islam dengan sistem mewakafkan tanah untuk membangun masjid, taman belajar Al-Qur’an, atau pemakaman umum. Namun, sebenarnya pemanfaatan wakaf sangat luas dan dapat ditujukan pada beberapa sektor produktif, khususnya sektor pendidikan. Terbentuknya lembaga pendidikan berbasis wakaf merupakan perwujudan nyata peranan wakaf dalam sektor pendidikan. Sebagai contoh, Universitas Al-Azhar di Mesir adalah universitas yang semua fasilitas pendidikannya berasal dari wakaf. Anggaran belanja Universitas Al-Azhar bahkan melebihi anggaran belanja pemerintah Mesir.
Di Indonesia, salah satu lembaga pendidikan terbaik yang menggunakan sistem wakaf adalah Pondok Modern Gontor. Tercatat hingga November 2020, Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) memiliki 18 cabang di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Jumlah mahasiswa Gontor (kantor pusat dan cabang) saat ini sebanyak 20.757 orang. Harta wakaf PMDG sepenuhnya dikelola di bawah koordinasi Badan Wakaf.
Selain wakaf yang berbentuk harta tetap, wakaf juga dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan pendidikan. Sumber daya finansial dari wakaf tersebut dapat dialokasikan untuk mendukung pendidikan, seperti membiayai infrastruktur, gaji guru atau dosen, program pengembangan kurikulum, pembelian buku dan peralatan, serta bantuan keuangan bagi siswa yang kurang mampu. Dengan menggunakan wakaf pendidikan, orang-orang yang ingin menyumbangkan sebagian kekayaan mereka untuk tujuan pendidikan dapat memberikan kontribusi berkelanjutan dalam jangka panjang.
Pusat Antar Universitas (PAU) Wakaf yang dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia merupakan inisiatif yang tepat untuk bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi. Lembaga ini dapat meningkatkan kesadaran wakaf dan literasi wakaf yang dinilai masih rendah sehingga diharapkan dapat membantu kemajuan infrastruktur pendidikan di perguruan tinggi. Dengan adanya PAU, diharapkan mahasiswa sebagai agen perubahan dapat memberikan edukasi dan pemahaman mengenai urgensi dan manfaat wakaf kepada masyarakat luas sehingga berdampak pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap instrumen dari wakaf pendidikan ini. Harapan penulis, semua kegiatan dapat didukung penuh oleh wakaf dan masyarakat dapat berpartisipasi bersama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Penulis: Regita Fitria Ardana
Editor: Verra Neisya Septiani