Bedah Novel “Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah” Karya Tere Liye

Judul Novel : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah

Penulis : Tere Liye

Tahun Terbit : 2012

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Hal. : 512 Halaman

“Bagaikan sungai Kapuas, cinta sejati adalah perjalanan, tidak memiliki ujung, tujuan, apalagi muara. Air laut akan menguap ke udara jatuh menjadi hujan di gunung-gunung, membentuk anak-anak sungai, menjadi ribuan sungai perasaan, lantas menyatu di sungai Kapuas, itulah siklus yang tidak akan pernah terhenti bergitu pun cinta.”

***

“Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah” karya Tere Liye ini menceritakan tentang cinta pertama seorang tokoh bernama Borno yang begitu memukau. Borno merupakan pemuda yang berasal dari tepian Sungai Kapuas, Pontianak, Kalimantan Barat yang jatuh hati pada seorang gadis berketurunan Indo-China bernama Mei.

Perjalanan Borno dalam menemukan cinta sejatinya tidak seperti kisah kebanyakan yang menyuguhkan ke-mellow-an. Di dalam novel ini, kisah Borno justru diceritakan berbeda walaupun dengan tema sederhana dengan alur yang klasik. Banyak rintangan yang dihadapi Borno selama ia menjadi bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas, banyak pula pertanyaan yang muncul di kepala pemuda itu tentang kehidupan, sampai pada akhirnya ia menemukan pertanyaan bagaimana cinta mulai berakar? Dan apa sebenarnya makna dari cinta? Tentu, hal itu terjadi setelah ia bertemu dengan Mei dan menemukan sepucuk angpau berwarna merah milik gadis itu.

Tere Liye menghadirkan tokoh-tokoh penyusun cerita yang membuat novel ini menjadi satu kesatuan cerita yang utuh, hal itu karena watak dari masing-masing tokoh dalam cerita memang sangat mendukung. 
Berikut tokoh-tokoh beserta penokohan yang disebutkan dalam novel

“Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah”. 
Borno (bujang dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas) diceritakan dalam novel ini memiliki rasa pantang menyerah, berhati lurus, cerdas, mandiri, rajin dan pekerja keras. Hal ini dapat dibuktikan melalui beberapa kutipan : “Hidup untuk bekerja. Kalau kau pemalas, duduklah di depan gerbang kampung menjadi peminta-minta.” (Bab 1, Hal. 20).

“Aku punya banyak rencana, Pak Tua. Bukankah Pak Tua sendiri yang pernah bilang, terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus bersabar menunggu rencana terbaik datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan.” (Bab 14, Hal. 209).

Mei sebagai cinta pertama Borno. Memiliki perangai yang lembut, berhati baik, cerdas, sopan santun, perhatian, penyayang, dan berparas sendu menawan. Hal ini dapat dibuktikan melalui tipe wicara yang dinarasikan sebagai berikut : Mei memeluk hangat wanita tua, menyalami yang laki-laki. (Bab 15, Hal. 220).

Bapak Borno, merupakan seorang laki-laki yang tangguh, kuat, rajin, dan mandiri. Hal ini dapat dibuktikan melalui tipe wicara alihan sebagai berikut : Bapak tercinta, nelayan tangguh yang menjadi tulang punggung keluarga, terjatuh dari perahu saat melaut. Jatuh bukan masalah. Bukan nelayan kalau tidak pernah jatuh. Lagi pula Bapak bisa berenang semalaman kalau dia mau.

(Bab 1, Hal. 13) Ibu Borno, merupakan seorang wanita yang berhati lembut, baik, penyabar, dan selalu berusaha mendidik anaknya menjadi seseorang yang berhati mulia dan tulus. Hal ini dapat dibuktikan melalui tipe wicara alihan sebagai berikut : Ibu pernah bilang, ”Bahkan penjaga kakus juga pekerjaan yang mulia, Borno. Sepanjang kaulakukan dengan tulus.” (Bab 1, Hal. 29).

Pak Tua, diceritakan sebagai kerabat dekat Borno. Pak Tua memiliki sifat yang bijak, humoris, dan senang bertualang. Borno seringkali mendapatkan nasehat bijak dari Pak Tua. Bahkan pertanyaan-pertanyaan yang sempat terlintas di pikiran Borno mengenai kehidupan ataupun sebuah perasaan dijawab bijak oleh Pak Tua. Salah satu kutipan Pak Tua kepada Borno yang dapat diambil dari novel ini adalah :
”…Kita hanya bisa berasumsi, tapi asumsi tentang perasaan sama dengan menebak besok sepitku akan ramai penumpang atau sepi. Serba tidak pasti. Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan.” (Bab 30, Hal.429).

Banyak tokoh lainnya yang mendukung jalannya cerita dalam novel ini, seperti tokoh Andi yang berperan sebagai sahabat karib Borno. Andi seolah menjadi pemanis segala permasalahan yang dialami oleh Borno. Selain itu, ada pula tokoh pendukung lain seperti Bang Togar, Cik Tulani, Koh Acong, dan Sarah. Dalam novel ini, Sarah diceritakan sebagai ujian bagi Borno bagaimana ia tetap setia dengan cinta pertamanya (Mei) meskipun suatu waktu dia bertemu dengan gadis yang tak kalah lebih cantik dari Mei, yaitu Sarah.

Alur yang digunakan pada cerita selalu berjalan maju namun ada beberapa potongan yang sengaja hilang untuk memberikan sensasi penasaran untuk pembaca. Untuk menghadirkan potongan-potongan yang hilang itu banyak sekali kejadian mengulang ke masa lampau, dengan begitu cerita berjalan sesuai seperti yang diharapkan penulis. Dengan menggunakan alur campuran, novel ini mengajak pembaca fokus untuk masuk ke dalam cerita.

Sudut pandang yang digunakan adalah aku, sudut pandang orang pertama. Aku dalam novel ini mewakili Borno atau dalam cerita dikenal juga sebagai Bujang dengan Hati Paling Lurus Sepanjang Tepian Kapuas.
Kisah cinta dalam novel ini memang berbeda dari kisah cinta yang lain. Melalui Tokoh Borno, penulis seolah menyampaikan apa makna pengorbanan sesungguhnya, dan bagaimana kita bisa menyimpulkan arti cinta melalui kisah cinta kita sendiri. Borno dan Mei adalah orisinil cerita cinta tentang pengorbanan yang mengajarkan banyak hal tanpa menggurui.

Namun, kekurangannya, walaupun mendapatkan akhir yang bahagia, tetapi novel ini tidak menjelaskan bagaimana hubungan tokoh utama dengan tokoh pendukung lain di akhir cerita, contohnya hubungan antara Borno dengan Ayah Mei yang tidak merestui mereka menikah.

Penulis : Indriyani Suharyan

Penyunting: Yyn.y

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *