Gemercik News-Universitas Siliwangi (07/12). Pada hari Sabtu, (28/11) terdapat selebaran dengan tajuk “Ungkap Fakta di Balik Wisuda” yang tersebar di depan Gedung Trigatra, Universitas Siliwangi. Selebaran tersebut menyebutkan tiga poin mengenai wisuda yang dilaksanakan oleh Universitas Siliwangi pada tanggal 24 November 2020 lalu yaitu:
- Pihak rektorat tidak melakukan koordinasi kepada Satgas COVID-19 Kota Tasikmalaya.
- Protokol kesehatan masih dilanggar.
- Rektorat tidak bertanggungjawab kepada wisudawan, terkait adanya peserta wisuda yang positif COVID-19 dan tidak memiliki niatan untuk menangani lebih lanjut terkait hal tersebut.
Dr. Drs. Ade Rustiana, M.Si., selaku Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan dan Kerja Sama (BAKPK) sekaligus ketua pelaksana wisuda pada tanggal 24 November 2020 lalu, tegas menyatakan bahwa poin-poin yang disebutkan dalam selebaran tersebut adalah hoax. Ade Rustiana mengaku pihak rektorat telah melakukan koordinasi dengan satgas COVID-19 dalam pelaksanaan wisuda, Ade juga mengaku bahwa pihak rektorat sudah memiliki surat rekomendasi dari Satgas COVID-19.
Sama halnya dengan yang disebutkan oleh Ade Rustiana, Dr. Asep Suryana Abdurrahmat, Mkes., selaku ketua PKIE Universitas Siliwangi pun mengakui bahwa, selalu melakukan koordinasi dengan Satgas COVID-19 Kota Tasikmalaya dalam setiap pelaksanaan kegiatan seperti kegiatan wisuda.
“Ngarang ini kalau dikatakan protokol kesehatan masih dilanggar. Ngarang, apalagi ini (poin) pihak rektorat tidak melakukan koordinasi (dengan satgas COVID-19). Ngarang ini. Orang ada suratnya kok. Kita selalu kalau ada kegiatan itu mesti ada izin, yang namanya Pak Ucu (Kepala BPBD) ini selalu komunikasi terus dengan saya,” tegas Ade.
“Silahkan cek aja kebenaran beritanya. Kita tidak akan berani buat acara seperti wisuda tanpa koordinasi dengan Satgas Kota Tasikmalaya,” jelas Asep ketika diwawancara melalui WhatsApp.
Namun, berbeda dengan penuturan dari Ade dan Asep, Ucu Anwar Surahman, S.Pd., M.Pd., selaku kepala BPBD mengatakan bahwa untuk wisuda pada 24 November 2020 lalu, pihak Universitas Siliwangi tidak melakukan koordinasi bersama Satgas COVID-19 Kota Tasikmalaya dan tidak mengirimkan surat undangan kerja sama. Ucu juga mengatakan yang datang pada saat wisuda bukanlah tim yang memang dikirim, karena sudah ada komitmen awal untuk mengawal dan mengawasi jalannya wisuda, melainkan adalah tim patroli yang memang sedang bertugas monitoring pada hari itu.
“Biasanya Unsil itu selalu mengundang kita dalam rangka membuat skenario untuk pengamanan wisuda, melaksanakan protokol kesehatannya itu seperti apa polanya. Biasanya mengundang, dan yang kemarin, yang 28 orang itu tidak mengundang kami,” pungkas Ucu.
“Kalau wisuda yang terdahulu, surat rekomendasi keluar lalu kita kerja bareng. Kemarin yang 28 orang, kita tidak melakukan pengawasan dan tidak diundang dan kita tidak tau, kalau tau kita datang. Saya tau informasi setelah tanggal 25 (November) setelah ada kasus (wisudawan yang positif COVID-19),” tambah Ucu.
Selain itu Ade Rustiana membenarkan adanya wisudawan yang positif COVID-19. Ade juga memaparkan alasan sempat menutupi fakta tersebut pada saat wisuda berlangsung yaitu, karena mementingkan kondisi psikologis wisudawan yang bersangkutan dan juga agar kegiatan wisuda tetap bisa berjalan sesuai dengan yang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari.
“Ada (yang positif), kita tidak ada menutup-nutupi, ditutupi saat waktu itu (gladi dan wisuda) wajar karena itu kan kerahasiaan seseorang kan? Kalau ini diumumkan ya bisa geger nasional. Sudah anaknya datang jauh-jauh misalnya kan gitu, lalu nanti datang dengan ibunya, begitu di kampus digegerkan diasingkan diacuhkan, secara psikologis kasian,” jelas Ade.
“Ada (wisudawan) yang tidak tau, kalo dari fakultas lain, pasti. Karena kan gak diumumkan juga. Kalo di situ diumumkan, resiko kita di situ akan lebih. Kita di situ sudah menyiapkan a, menyiapkan b, menyiapkan c gitu. Ketika dampaknya itu kecil terhadap mahasiswa pada saat itu berdampak lain, why not tidak diambil resiko itu, makanya tidak diumumkan. Sebab kalo misalkan ini diumumkan, lalu berakibat banyak padahal dia belum juga bergaul dengan temannya, kan dia baru datang dari kampung halaman, dari rumahnya, dateng ke sini dicek ya sudah langsung diamankan tidak boleh masuk ke ruangan karena diceknya juga di klinik gitu, jadi belum masuk. Kalo memberitahu (mengumumkan) ya bubarlah. Apa yang terjadi di sana resikonya kalau diberitahu? Besarkan resikonya? Apa dampaknya? Bisa jadi nanti di situ acak-acakan, konsentrasi yang mau wisuda kacau, orang yang berhadapan dengan IT juga repot. Nah, itulah yang dinamakan minimal resiko, jadi kampus berpikir tidak hanya sekedar sesaat.” Tambah Ade
Reporter: Sylvia dan Syahda Ulum
Penulis: Sylvia
Penyunting: Rini Trisa