CERPEN: Apakah Persamaan Derajat Berlaku dalam Hukum Cinta?

PROFIL PENULIS
Nama                           : Siska Fajar Kusuma
Univ/Fakultas/Prodi      : Universitas Siliwangi/Fakultas Ekonomi/Manajemen
TTL                             : Sumedang, 18 Januari 1998
Website                        : www.siskakusuma.blogspot.com
Hubungi saya di            : Instagram @siskafajarkusuma
                                      Twitter @Siska_FK
                                      Id Line siskafajarkusuma



Apakah Persamaan Derajat Berlaku dalam Hukum Cinta?
            Pertanyaan itu terus terlontar dari mulutku. Aku terus mencari jawabannya, namun semua orang berkata tak sama. Si A memberikan pendapat yang berbeda dengan si B. Begitupun antara si C dan si D. Aku kehilangan akal karena cinta. Cinta ini membuat aku tak waras dan tak bisa mengendalikan pikiran dan perasaanku.
            Disaat aku mulai menggenggamnya, mereka menghalangiku. Namun, aku sudah terlanjur menggenggamnya dengan erat, rasanya tak bisa kulepas lagi. Apa yang harus aku lakukan? Siapa yang harus aku pilih? Mereka yang menghalangiku atau dia yang kugenggam? Aku tak bisa meninggalkan mereka semua, yang merupakan sebagian dari kehidupanku. Tapi disisi lain, aku juga tak bisa melepaskan eratan itu dengan mudah. Aku terlanjur terjerumus dalam permainan cinta, antara aku dengan dia.
            Aku memutuskan untuk bertanya kepada mereka yang menghalangiku. Menanyakan secara langsung apa penyebab mereka menghalangiku. Apa kalian tau apa alasan itu? Alasan konyol! Alasan tak masuk akal! Alasan yang tak manusiawi! Hanya derajat yang mereka pikiran! Hanya derajat yang dijadikan alasan oleh mereka semua! Apakah ini adil? Bagaimana jika semua orang di dunia ini berfikir seperti itu dan memprioritaskan derajat? Apakah hal ini wajar dan bisa disebut adil?
            Begitu sempitnya pola pikir mereka semua. Mereka hanya memandang seseorang dengan sebelah mata!  Begitu berhargakah nilai derajat di mata mereka semua?
            Ya, aku terlahir dalam keluarga yang berkecukupan, berbeda dengan dia. Dia hidup di tengah-tengah keluarga yang sederhana, sangat sederhana. Kedua orang tuanya memang tak mempunyai pekerjaan yang tetap. Dia dan keluarganya hanya bergantung pada hasil dagang yang jauh sekali penghasilannya dengan keluargaku. Namun, itu semua tak penting untukku. Karena aku tak sedikitpun memandangnya dari materi. Cinta telah menyihir hatiku. Cinta tanpa alasan yang menjadi dasar aku mencintainya.
            Kami sudah menjalin hubungan selama tiga tahun. Bukan waktu yang singkat untuk mengenalnya. Aku mengetahui semua gerak-geriknya dari bangun tidur sampai kembali terlelap di malam hari. Hal itu sseperti menjadi kewajiban setiap hari untuk mengetahui segala aktivitasnya.
            Dia adalah pribadi yang sangat menyenangkan. Wajahnya memang tak rupawan. Masih banyak yang melebihi dia dari segi fisik ataupun kebaikannya. Namun satu hal yang mampu membuat aku terkagum-kagum padanya. Dia sosok yang selalu melakukan segalalu sesuatunya dengan ketulusan dan keikhlasan. Dia berbeda dengan yang lainnya. Walaupun nasib keluarga kami berbeda, tapi aku yakin suatu saat nanti dia menjadi sosok yang mempunya derajat tinggi. Entah apa yang membuat aku yakin akan pernyataan itu.
            Beberapa hari yang lalu perkataan yang kubenci terlontar dari mulutnya. Disaat aku yakin untuk mempertahankan cinta kami, dia yakin dengan sebaliknya. YA! Dia meminta hubungan ini terhenti. Dia meminta kami cukup berteman saja seperti dahulu. Dia meminta agar aku mencari orang yang lebih pantas untukku.
            Aku menangis tersedu-sedu di hadapannya. Pahit rasanya mendengar itu semua. Aku lunglai tak berdaya bila semua ini memang benar-benar harus terhenti.
            “Kita berbeda derajat. Kita tak mungkin bersatu. Carilah laki-laki yang lebih baik daripada aku,” ucapnya pelan.
            “Derajat? Apakah persamaan derajat itu berlaku dalam hukum cinta? Jangan dengarkan semua ucapan keluargaku. Pola pikir mereka itu tak sama denganku. Aku cinta kepadamu, apa itu tak cukup?” tanya dengan nada meninggi.
            Dia menarik nafas panjang, lalu menatapku dengan dalam. “Cinta itu tak sepenuhnya melengkapi dalam sebuah hubungan. Apalah artinya hubungan kita apabila keluargamu sama sekali tak menyukaiku karena derajat kita berbeda?”
            “Yakinlah dalam hatimu, seperti keyakinan dalam hatiku. Kita harus membuktikan pada semua orang! Dimata Tuhan kita itu sama. Tak ada si kaya atau si miskin. Tak ada si normal atau si cacat. Tak ada sempurna atau tidak sempurna. Kita itu sama dimata Tuhan, tapi mengapa keluargaku membedakanmu denganku?” tanyaku lirih.
            Begitu picik semua orang yang beranggapan bahwa derajat manusia di dunia itu tak sama. Tuhan Yang Maha Sempurnapun tak memiliki anggapan seperti itu. Dimata Tuhan hanya amal kebaikan yang membedakan setiap orang. Toh nyatanya, semua manusia diciptakan dari sumber yang sama yaitu tanah, dilahirkan dari rahim seorang Ibu, dibekali akal dan pikiran, ditugaskan untuk beribadah Kepada-Nya. Sebenarnya, apa yang membuat mereka beranggapan bahwa manusia itu berbeda derajat?  Apa mungkin mereka hanya menilai nasib seseorang? Nasib orang beruntung dan nasib orang yang tidak beruntung. Itu semua hanya takdir Tuhan, tak pernah ada orang yang meminta nasib buruk pada Tuhan. Namun apa daya manusia biasa? Hanya bisa menerima dan menjalani semua yang ada serta selalu berusaha. Tapi kita semua tak bisa menyalahkan takdir yang ada.
Tangisanku semakin menderasdihadapannya. Aku semakin lemah dengan guyuran air mata itu. Sedangkan dia hanya termenung pasrah. Dia hanya terdiam saat aku melontarkan kata-kata itu.
            Aku langsung mendekap tubuhnya erat dan menangis dalam pelukannya.
            “Katakanlah, bahwa kau mencintaiku dan akan terus berusaha menjadikan aku sebagai pendampingmu,” ucapku dengan isak tangis.
            Dia tak merespon perkataan itu. Dia hanya termenung dipelukanku itu.
            “Aku mohon padamu bila kau memang mencintaku,” ucapku lirih.
            “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu melebihi cintaku pada diriku sendiri. Aku ingin kau yang akan menjadi pendampingku kelak. Di dunia ini dan di akhirat nanti. Aku berjanji akan memperjuangkan segalanya hanya untukmu seorang, ungkapnya dengan penuh keyakinan.
            Aku terbang mendengar perkataannya itu. Hatiku lega dan semakin yakin untuk mempertahankan semua ini. Ucapan itulah yang membuat kami masih bertahan. Kami akan melawan semuanya bersama. Dengan kekuatn cinta kami, aku yakin semuanya bisa berubah dan berakhir bahagia.
            Walaupun aku dan yang lainnya tak mengetahui takdir kita itu seperti apa. Apakah dia memang jodohku yang telah Tuhan berikan padaku? Aku memang tak bisa memastikan semua itu, namun apakah salah bila aku berharap bahwa dia adalah jodohku?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *