Euforia politik di era reformasi kebebasan dan keterbukaan warga negara yang tergabung dalam ormas (organisasi masyarakat) untuk mengekspresikan ide dan gagasan baru sebagai spirit gerakan organisasi-organisasi masyarakat memperjuangkan tujuan yang hendak dicapainya dalam Negara Republik Indonesia. Ide dan gagasan itu kerap muncul dalam bentuk ideologi-ideologi atau paham berasal dari luar negeri atau ideologi transnasional yang nilai-nilai dan prinsipnya sering kali tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Multi ideologi itu seperti negara agama, negara sekuler, negara sosio demokrasi, paham kapitalisme, fundamentalisme, komunisme, kekhalifahan dan dalam hal tertentu juga paham ateisme.
Pentingnya ideologi bagi negara
Ideologi dan negara memiliki keterkaitan yang sangat erat. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia senantiasa memiliki cita-cita, harapan, ide-ide, serta pemikiran-pemikiran secara bersama merupakan suatu orientasi yang bersifat dasar bagi semua tindakan dalam hidup kenegaraan. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Dengan demikian ideologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara. Ideologi membimbing bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam ideologi terkandung suatu orientasi praksis.
Sebagai ideologi bangsa, Pancasila semestinya diperlakukan terbuka, diperbincangkan, diperdebatkan agar kian membesar masuk dalam berbagai wilayah dan sektor. Bahkan menjadi meanstream area di kursus apapun. Pancasila diharapkan menjadi napas dan jiwa interaksi berbangsa dan bermasyarakat.
Sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain. Jadi, Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan dan unsur-unsur bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu ciri khas Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.
Memperkokoh ideologi Pancasila dengan bela negara
Bela negara sebenarnya merupakan amanah konstitusi, namun dalam implementasinya diperlukan rumusan-rumusan baru yang sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Konsep bela negara telah menjadi pemikiran para ahli, menurut Richard Asley, bela negara adalah suatu pemikiran, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara untuk membela bangsa dan negaranya. Kenny Erlington mengatakan bahwa bela negara adalah sikap warga negara yang berupaya mempertahankan negara ketika menghadapi berbagai ancaman yang mengganggu kepentingan negaranya.
Pelaksanaan bela negara yang dilakukan secara berkesinambungan dapat memupuk dan mempertebal keyakinan pada Pancasila sebagai arah dan pedoman dalam membangun bangsa dan negara. Bela negara kini memiliki relevansi yang tinggi di era global ini untuk memperkuat pertahanan bangsa Indonesia di tengah maraknya dan bermunculan paham atau ideologi-ideologi asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Bela negara dapat memupuk karakter kebangsaan dan kenegaraan. Bela negara kini memiliki relevansi yang tinggi di era global ini untuk memperkuat pertahanan bangsa Indonesia ditengah maraknya dan bermunculan paham atau ideologi-ideologi asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Bela negara dapat memupuk karakter kebangsaan.
Konsep bela negara setelah 24 tahun reformasi
Konsep bela negara hadir terkait dengan adanya ancaman dan tantangan pada ketahanan nasional. Misalnya, pada ancaman terhadap kedaulatan yang berpotensi menimbulkan konflik, pelanggaran wilayah, gangguan keamanan maritim, dan dirgantara.
Pada 1997, Indonesia dilanda krisis ekonomi akibat kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin pada era kepemimpinan Presiden Soeharto. Krisis ekonomi tersebut memunculkan banyak spekulasi, salah satunya adalah dugaan-dugaan adanya keterlibatan Presiden Soeharto terkait penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi yang menjadi dasar demonstrasi besar-besaran yang diikuti oleh para mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum. Unjuk rasa tersebut pecah pada 12 Mei 1998 di Gedung Nusantara yang dikenal sebagai Tragedi Trisakti karena menewaskan empat orang mahasiswa Universitas Trisakti akibat tertembak pada saat melakukan unjuk rasa.
Puluhan ribu mahasiswa pun kembali menduduki gedung DPR/MPR pada 19 Mei 1998 dengan tuntutan yang sama yaitu untuk membuat Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Kondisi bangsa yang semakin tidak terkendali akhirnya memaksa Soeharto untuk meletakkan jabatannya di depan Mahkamah Agung pada 21 Mei 1998.
Dua puluh empat tahun setelah reformasi, konsep bela negara juga masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Pada 11 April 2022, mahasiswa seluruh Indonesia dan elemen masyarakat mengadakan unjuk rasa ke gedung DPR/MPR dan gedung DPRD.
Unjuk rasa tersebut dipicu oleh adanya orang dilingkaran Presiden Jokowi untuk mewacanakan adanya presiden tiga periode, kelangkaan bahan pokok terutama minyak, dan diharapkan Presiden Jokowi untuk bisa menstabilkan harga dan ketersediaan bahan pokok di masyarakat.
Di era saat ini, upaya generasi muda dalam membela tanah air tak lagi sekedar angkat senjata dan maju ke medan perang atau unjuk rasa. Makna bela negara lebih luas dari itu. Kita bisa menerapkan konsep “Dari Diri untuk Negeri”. Seperti yang kita tahu, generasi millenial adalah generasi yang paling dekat dengan teknologi informasi dan media sosial.
Generasi muda dengan kualitas baik harus mampu mengontrol diri dalam bertindak. Diperlukan sikap kritis, cerdas dan bijak dalam penggunaan teknologi informasi dan menghadapi berbagai problematikanya. Mereka harus dapat menentukan sikap dalam menyikapi informasi digital yang mereka konsumsi. Generasi muda harus menjadi smart user yang mampu memilih dan memilah informasi macam apa yang layak untuk diterima, melindungi diri dari konten-konten negatif, serta bijak dalam menyebarkan informasi. Jika semua generasi muda ini memiliki kesadaran pribadi akan hal-hal kecil yang membawa perubahan, maka semua hal kecil ini akan mampu membawa perubahan besar bagi negaranya.
Penulis: Ayu Prawita