Oleh: Erika Nofia Pransisca Permatasari
Tagar #ReformasiDikorupsi menciptakan gejolak besar. Gelombang mahasiswa selama satu minggu tak dapat dibendung. Rancangan Undang-Undang yang tak jelas dan terkesan diburu-buru tentu menimbulkan berbagai pertanyaan serta pro dan kontra. Aspirasi yang disampaikan secara baik dan tak didengar telah membuat jengah. Hal inilah yang kemudian menyebabkan tagar lain seperti #GejayanMemanggil dan gerakan mahasiswa dalam jumlah besar terjadi.
Bandung, sebagai salah satu ibu kota provinsi di pulau Jawa turut diramaikan. Aksi dengan nama Mahasiswa Jawa Barat Menggugat telah memanggil seluruh Aliansi Mahasiswa se-Jawa Barat pada Senin (23/09/2019). Gerakan menolak RUU KUHP, RUU KPK, RUU Pertanahan, dan RUU PAS membawa sekitar 1.500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Barat.
Pukul 13.00 WIB, sekitar 800 massa aksi di titik kumpul, yakni Monumen Perjuangan dan masih terus bertambah. Mereka bergerak menuju titik aksi di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat yang berada di Jl. Diponegoro, memulai aksi dengan bernyanyi. Lagu-lagu seperti Darah Juang, Totalitas Perjuangan, hingga Indonesia Raya dikumandangkan dengan khidmat. Dilanjutkan dengan orasi-orasi Presiden Mahasiswa dari setiap perguruan tinggi.
“Ingin menyampaikan hasil kajian kami yang menolak semua rancangan undang-undang yang merugikan masyarakat. Meminta pimpinan DPRD untuk menemui kami,” ujar Yusuf Sugiarto, Presiden Mahasiswa Telkom University.
Pukul 15.00 WIB, aksi terus berlanjut dengan membakar ban tepat di tengah jalan di depan Gerbang Gedung DPRD Jabar. Diiringi teatrikal yang menggambarkan keadaan Indonesia saat ini. Terlebih ketika RUU KPK dan RUU KUHP dibuat secara terburu-buru. Massa aksi yang mulai terpancing emosinya, secara berulang kali memaki aparat yang berjaga di depan gerbang. Bahkan wartawan yang berbaris di depan aparat turut menjadi sasaran makian massa aksi.
“Wartawan minggir, wartawan minggir, wartawan minggir,” seru massa aksi sambil bernyanyi.
“Wartawan minggiiiirrrr, jangan ngelindungin polisi,” maki salah satu massa aksi dari arah tengah.

Pukul 15.48 WIB, massa aksi kembali bertambah dengan datangnya rombongan dari Priangan Timur. Solidaritas begitu terasa tatkala rombongan ini datang kemudian disambut dengan nyanyian lagu-lagu wajib nasional. Setelah itu, para wanita diperintahkan untuk mundur ke belakang untuk mencegah hal-hal tak diinginkan terjadi. Kemudian wartawan pun turut diperintahkan untuk masuk dan memanjat pagar Gedung DPRD guna mencegah terganggunya kebebasan pers.
Pukul 16.00 WIB, dua perwakilan Anggota Dewan menemui massa aksi didampingi Humas DPRD Jabar. Setelah negosiasi alot dengan para Presma, audiensi dibatalkan. Hal ini dikarenakan massa aksi tidak bersedia jika hanya perwakilan yang mengikuti audiensi. Mereka meminta audiensi dilakukan dengan mengundang seluruh massa aksi ke dalam gedung. Namun, permintaan ini ditolak karena tidak ada ruangan yang mampu menampung hingga ribuan mahasiswa.
Pukul 17.00 WIB, massa aksi memaksa masuk ke dalam gedung dengan mendobrak pagar. Menyebabkan kericuhan antara massa aksi dengan aparat kepolisian. Massa melempari aparat dengan botol bekas minuman hingga batu. Namun tak berlangsung lama, karena massa masih bertumpu pada yel-yel “Satu komando, Satu perjuangan” yang digaungkan oleh para Presma.
Sekitar pukul 17.45 WIB, aksi dihentikan sejenak karena adzan magrib dikumandangkan. Massa aksi terlihat duduk-duduk dan berkumpul seraya beristirahat. Ada yang membeli jajanan berupa batagor, siomay, hingga sekadar minum. Duduk berkumpul bersama rekan satu perguruan tingginya untuk berbincang memanfaatkan waktu.
Pukul 18.30 WIB, aksi berlanjut. Pagar Gedung DPRD dibuka lebar-lebar untuk mempersilakan massa aksi masuk. Dengan tetap dijaga aparat, para Presma membuat barikade di barisan terdepan. Menggaungkan aba-aba “Revolusi. Maju satu langkah”. Namun, baru saja tiga kali aba-aba digaungkan, massa aksi di belakang nampaknya sudah tak sabar hingga kemudian mendorong paksa massa di depannya. Barikade para Presma yang tidak kuat menahan, menyebabkan pertahanan runtuh dan kericuhan tak dapat dihindari.
Hingga pukul 19.00 WIB, kericuhan masih berlangsung. Menimbulkan 6 korban dari pihak kepolisian akibat lemparan batu dan pecahan keramik dari massa aksi. Bahkan salah satu rekan wartawan kampus turut menjadi korban. Rian namanya, ia terkena lemparan batu tepat di kepala belakang sebelah kiri, menyebabkan Rian tak sadarkan diri hingga berjam-jam.
Berbagai cara untuk memukul mundur massa aksi dan menghentikan kericuhan dilakukan. Dikarenakan aksi telah menyalahi aturan, di mana dalam aturan aksi hanya boleh dilakukan hingga pukul 18.00 WIB. Namun, massa justru memaksa masuk. Mulai dari mobil taktis pengurai massa (RAISA), penyemprotan water cannon, hingga penembakkan gas air mata. Kericuhan yang tidak terhindarkan ini menimbulkan kerusakan, baik fasilitas umum maupun fasilitas milik DPRD Jabar.
“Untuk korban kebanyakan banyak yang kepukulpentungan dan ada juga yang kebentur batu, ada juga satu cewe dan satu cowok yang patah tulang karena keinjek pas mau kabur,” ungkap Aryadila, salah satu massa aksi.
Korban yang berasal dari massa aksi pun tak terhindarkan. Hingga Senin (23/09) malam, korban mahasiswa tercatat berjumlah 86 mahasiswa. Korban luka dievakuasi ke Unisba untuk kemudian dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
Pukul 19.30 WIB, aparat berhasil memukul mundur massa yang ricuh hingga meninggalkan kawasan Gedung DPRD. Beruntung, aparat kepolisian tidak terpancing emosi. Sehingga tak ada pelanggaran yang dilakukan selain hanya untuk memukul mundur.
“Saya menghimbau adik-adik mahasiswa, untuk unjuk rasa itu sesuai aturan, gak usah bawa batu, aspirasinya sampaikan saja, mudah-mudahan ini yang terakhir. Kalau besok ada lagi, dilakukan dengan tertib,” pesan Kapolda Jabar, Irjen. Pol. Drs. Rudy Sufahriadi.
Penyunting: Nida Aliif