Gemercik News-Universitas Siliwangi (17/3). Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Faisal Fadilla N, S.Sos., M.Si, menanggapi terkait dualisme kepemimpinan yang terjadi pada partai demoktrat. Menurutnya, kasus tersebut bisa dilatarbelakangi oleh berbagai macam kepentingan, seperti kompetisi elektoral tahun 2024 mendatang. Sehingga, terjadinya intervensi dari pihak luar yang menyebabkan dualisme kepemimpinan.
“Dalam kasus demokrat, tentu saja ini terkait dengan politik. Kenapa orang luar mengintervensi partai demokrat. Kepentingannya macem-macem, misalkan untuk kepentingan kompetisi elektoral tahun 2024 nanti, ” jelas Faisal
“Orang luar itu butuh kendaraan politik, kalau bikin baru kan susah, lama. Maka dia ambil cepetnya. Dia masuk mengintervensi partai yang sudah mapan, berhasil. Belahnya menjadi dua kelompok. Dibikin dualisme tadi, kemudian setelah dibikin dua kelompok, dibikin kepemimpinan. Begitulah adanya dualisme kepemimpinan di partai demokrat,” tambah Faisal.
Menurut Faisal, dualisme kepemimpinan dapat merusak tatanan partai serta merusak citra dari demokrasi. Dan seharusnya bisa menjaga solidaritas serta marwah kedaulatan partai politik. Jangan sampai, ada pihak-pihak yang dapat merusak tatanan partai yang menyebabkan dualisme kepemimpinan.
“Dalam partai politik, dualisme kepemimpinan akan merusak tatanan partai secara perlahan ataupun langsung. Dalam perpolitikan Indonesia, dualisme kepemimpinan di partai politik akan merusak citra demokrasi karena salah satu tiangnya demokrasi itu partai politik,” ujar Faisal.
Faisal juga menjelaskan bahwa seharusnya, dalam menginisiasi KLB perlu adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dan ada berbagai macam dugaan dibalik KLB. Bisa sekelompok orang atau Moeldoko sendiri.
Ia menambahkan bahwa dugaan terkuat adalah Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Dia menggunakan wewenangnya untuk mengintervensi partai demokrat dengan menyelenggarakan KLB dan memilihnya sebagai ketua umum versi KLB.
Selain itu, Faisal juga menuturkan jika tidak adanya kesepakatan secara kekeluargaan, maka akan berlajut ke pengadilan. Sehingga pengadilan yang akan memutuskannya.
“Akan berlanjut ke pengadilan kalau tidak ada kesepakatan islah untuk diselenggarakan secara kekeluargaan. Dualisme kepemimpinan tidak hanya memecah belah politik, tapi juga merusak demokrasi dan etika berpolitik. Demokrasi bisa benar dilihat dari partai politiknya. Partai politik salah satu institusi yang menyangga demokrasi. Kita bisa menilainya, cacat demokrasi saya kira dimulai dari partai politik. Baik buruknya demokrasi, dilihat dari partai politik.” Tutup Faisal
Reporter: Zahra Firdausa Sunarya
Penulis: Tiara Gusti P
Penyunting: Andini dan Pasha