Langkah kakiku mulai menyusuri area kampus di Selasa siang. Hari ini, aku akan pergi bersama temanku yang bernama Elsa. Kami sudah berjanjian untuk bertemu di halte kampus. Senyumku mengembang ketika aku melihat temanku telah menunggu di halte kampus.
Aku dan Elsa akan mengunjungi salah satu radio yang berada di Tasikmalaya. Kami akan berbincang dengan salah satu penyiar radio mengenai perkembangan radio di masa kini. Ini akan menjadi pengalaman pertamaku mengunjungi radio dan mengobrol langsung bersama penyiarnya.
Motor yang dikendarai Elsa mulai menelusuri jalanan Tasik. Google Maps menjadi penunjuk arah kami untuk sampai di tempat yang kami tuju. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 15 menit, akhirnya aku dan Elsa sampai di radio yang dituju. ‘Style Radio’ terpampang jelas di plang yang menjadi tanda radio Style berada. Kami berjalan menaiki anak tangga untuk sampai di tempat kami berbincang nantinya.
Jimo Aditya sebagai program director akan menemani aku dan Elsa berdialog seputar radio. Perbincangan kami dimulai ketika aku bertanya apa kepentingan radio di era digital saat ini. Jimo menuturkan bahwa radio memiliki pasarnya sendiri, sehingga masih memiliki pendengar, meskipun era digital semakin berkembang. Menggabungkan radio dengan digital merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan agar pendengar radio tetap mendengarkan radio. Salah satu contoh adalah penyiar harus bisa membuat berbagai konten yang nantinya akan diposting melalui media sosial yang sedang digandrungi masyarakat luas.
“Maka, mengapa si penyiar itu dituntut sekarang itu harus punya kreativitas ketika mereka duduk di bangku siaran, tidak cuma siaran doang, tapi mereka bikin konten. Konten yang mereka bikin lewat Instagram, konten yang mereka bikin lewat TikTok, biar si pendengar itu bisa tetep ‘wah’. Program ini tuh si penyiarnya juga punya konten biar bisa menarik si program ini, gak cuma didenger lewat radio, tapi visualnya juga bisa,” jawab Jimo.
Di era digital yang semakin berkembang pesat menjadi sebuah tantangan untuk radio menjaga esksitensinya, salah satunya berkolaborasi dengan media sosial. Selain itu, radio dapat menggelar acara off air bersama UMKM ataupun tempat-tempat nongkrong agar lebih dekat dengan generasi Z.
“Kayak kemaren, kita kolaborasi bareng salah satu kafe yang ada di Tasikmalaya dan alhamdulillah acaranya sukses. The next-nya juga event kita juga kolaborasi bareng sama beberapa tempat-tempat nongkrong, event-event juga, dan semuanya itu kita tidak cuman audio, ya, tapi kita juga memaksimalkan beberapa sosial media kita di Instagram. Nah, itu salah satu kiat-kiat kita biar radio tetap didengar,” tutur Jimo.
Keunikan radio zaman sekarang ialah dapat menggabungkan antara penikmat radio zaman dulu dengan zaman digital sekarang. Ketika mereka siaran, mereka akan menggabungkan siaran di radio dengan siaran melalui visualnya. Itu merupakan keunikan yang mungkin belum dimiliki beberapa radio. Secara visual, radio dapat dilihat melalui beberapa media sosial, seperti Instagram dan TikTok.
Di tengah inovasi radio yang dilakukan seiring dengan perkembangan digital yang semakin merebak, aku penasaran bagaimana pendengar radio di masa pandemi kala itu yang membuat orang-orang harus berdiam di rumah dan mengurangi interaksi langsung dengan orang lain. Pertanyaan itu aku utarakan pada Pak Jimo.
“Kalo saya pikir ketika masa pandemi itu semakin bertambah, ya, dikarenakan hampir semua orang tidak bisa keluar rumah, ya, mereka stay di rumah. Alhamdulillah, sih, ketika pandemi selama hampir dua atau tiga tahun itu, pendengar radio semakin bertambah. Terutama pendengar streaming, ya. Karena kan kita punya streaming di www.stylefmtasik.com dan alhamdulillah setiap kita siaran itu selalu ada sekitar 30 atau 40 orang yang standby dengerin radio style,” jelas Jimo.
Perbincangan mengenai radio di era digital saat ini semakin seru. Aku menjadi mengenal bagaimana radio bertahan ketika digitalisasi semakin berkembang. Setelah mengetahui kiat-kiat radio mempertahankan eksistensinya, rasa penasaranku muncul mengenai apa branding Style Radio.
Jimo menjelaskan, bahwa branding dari Style Radio adalah station for your life. Station untuk insipirasi pendengar.
Untuk menarik generasi muda kembali mendengarkan radio, radio harus memiliki daya tarik tersendiri. Contoh yang dapat dilakukan radio agar menarik generasi muda ialah dengan mengadakan berbagai event dan berkunjung ke sekolah, kafe, atau tempat rekreasi untuk memberikan pemahaman mengenai broadcast radio.
“Kita memang biasanya ada event-event. Kayak kemarin kita bikin recruitment penyiar baru. Nanti rencana ke depan, kita juga punya program Osis DJ. Osis DJ ini adalah program yang di mana kita mengambil penyiar dari anak-anak sekolah. Biasanya kita mengambilnya anak-anak SMA atau SMP, yang mereka kelas tiga atau kelas satu dan dua. Nah, program ini bisa mendekatkan kita dengan anak-anak Gen-Z yang anak-anak sekolah ini yang usianya 16, 17, 18, dengan kita berkunjung ke sana memberikan educated tentang broadcast radio itu seperti apa dan ini menjadi salah satu cara kita untuk bisa dekat dengan Generasi Z itu,” jelas Jimo.
Radio harus memiliki banyak program unggulan yang dapat menjadi favorit pendengar. Jimo berkisah bahwa di Style Radio, program-program favorit pendengar itu terdiri dari komunitas Sebelum Pagi, Standesia yang merupakan special request lagu Indonesia, dan tiga puluh musik terbaik Indonesia.
“Untuk penyiar di Radio Style ada berapa orang, Pak?” tanyaku.
“Penyiar yang tetapnya kita punya sepuluh orang. Jadi, penyiar regular program ada sekitar enam orang. Empat orangnya itu penyiar yang bisa kayak dibilang mereka bisa jadi penggantilah dan juga penyiar weekend spesial,” jawab Jimo.
Setelah berbincang-bincang mengenai radio, sampailah perbincangan kami pada topik terakhir. Aku bertanya mengenai harapan Pak Jimo untuk radio di Indonesia dan Style Radio. Jimo berharap agar radio-radio di seluruh Indonesia dapat mengolaborasikan radio dengan digital yang tengah merajela ini. Selain itu, radio juga diharapkan tidak sekadar audio saja, tetapi harus dapat berkreativitas untuk membuat radio tetap memiliki pendengar dan dapat sampai pada generasi sekarang.
“Harapan ke radio Style, tetep menjadi radio yang jadi inspirasi buat pendengarnya dan radio Style bukan setahun-dua tahun, kita udah mulai menginjak tahun yang ke-23. Jadi, harapannya tetep menjadi radio nomor satu Tasikmalaya tentunya,” pungkas Jimo.
Harapan untuk radio menjadi topik obrolan kami yang terakhir. Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Aku dan Elsa berpamitan pada Pak Jimo yang telah berkenan menyempatkan waktunya untuk bercengkerama bersamaku dan Elsa.
Obrolan seru mengenai radio di zaman digital ini membuatku jadi jauh mengenal radio, meski ilmu yang didapat tak banyak, tetapi aku senang karena telah mengetahui bagaimana cara radio untuk terus eksis di zaman yang serba canggih ini.
Reporter: Putri Nurhasna Irani dan Elsa
Penulis: Putri Nurhasna Irani
Penyunting: Sahla Sania Hasanatunnisa