Gemercik News-Tasikmalaya (01/10). Sejumlah elemen mahasiswa, pelajar, hingga komunitas pergerakan di Kota Tasikmalaya memprakarsai Aksi Solidaritas September Kelam. Aksi ini dilatar belakangi oleh rasa kemanusiaan dan mengecam tindakan represif dari pihak kepolisian terkait dengan aksi demo yang telah berlangsung di sejumlah daerah dan memakan korban jiwa.
“Tujuan diadakan aksi solidaritas ini untuk memberikan penghormatan dan mengecam tindakan represifitas dari pihak kepolisian kepada mahasiswa dan masyarakat, khususnya yang membela dan juga memperjuangkan kepentingan rakyat. Tindakan represifitas dari pihak kepolisian yang pada akhirnya menimbulkan korban, sekiranya itu (korban) adalah anak bangsa juga.” Ujar Jaka Pria Purnama, selaku Koordinator Lapangan Aksi Solidaritas.
Terkait dengan perizinan dari pihak kepolisian, Jaka mengaku sudah mengantongi izin dari pihak terkait. Panitia penyelenggara pun menjamin bahwa aksi ini murni aksi damai dan tidak ada kepentingan lain. Aksi Solidaritas September Kelam, menurut Jaka hanya berfokus pada sisi kemanusiaan dan tidak membahas persoalan RUU maupun hal lain yang sekiranya sudah cukup dibahas dan diutarakan dalam aksi yang lain.
Untuk jumlah peserta yang hadir dalam aksi kali ini berjumlah kurang lebih sekitar 350 orang, yang terdiri dari berbagai elemen termasuk mahasiswa, pelajar, dan komunitas di Tasikmalaya.
Aksi Solidaritas ini terdiri dari beberapa rangkaian acara, di antaranya pembacaan puisi, orasi, penampilan teatrikal, hingga tabur bunga. Acara diawali dengan pembacaan puisi oleh perwakilan mahasiswa Universitas Perjuangan, dilanjut orasi yang dibawakan Bapak Bode Riswandi, selaku Dosen di Universitas Siliwangi sekaligus Sastrawan di Tasikmalaya, hingga puncak acara yaitu tabur bunga dengan diiringi lagu Gugur Bunga.

Sumber Foto: Gemercik Media
Ketika disinggung mengenai keikutsertaan Pak Bode, selaku Dosen di Universitas Siliwangi, Jaka memberikan tanggapannya, “Ketika kita (masyarakat) menyampaikan aspirasi, itu boleh-boleh saja, kegiatan ini tidak bersifat masif, pergerakan yang subversif (menindas), dan membicarakan kenegaraan. Pak Bode sebagai Dosen Sastra membacakan orasi dan stimulus kepada kawan-kawan agar meningkatkan gairah (semangat bernegara) mereka.” Katanya.
Sebelumnya, aksi damai ini molor kurang lebih hingga satu jam lamanya. Kendala teknis hingga peserta aksi damai yang tidak tepat waktu untuk datang menjadi alasan molornya kegiatan. Meski begitu, menurut Jaka hal ini bukan menjadi masalah utama karena hal ini bersifat kondisional dan acara puncak pun dilakukan setelah Maghrib.
Acara sempat dihentikan oleh pihak panitia mengingat sudah mendekati waktu Shalat Maghrib dan acara dilanjut kembali pada pukul 18.30 WIB.
Dalam kesempatan wawancara, Jaka berharap dengan adanya aksi damai ini bisa menggairahkan rasa kepedulian dari sisi kemanusiaan serta menghentikan tindakan represif oleh pihak keamanan ketika melakukan unjuk rasa menyuarakan pendapat.
“Semoga yang telah menjadi korban dapat diterima di sisi-Nya. Teman-teman yang lain agar lebih bergairah lagi (meningkatkan semangat) dan meningkatkan sisi kemanusiaan, jangan ada lagi pihak aparat yang melakukan tindakan represif kepada kami (massa aksi).” Tutupnya.
Reporter dan penulis : Yanifa RS dan Anisa T. W
penyunting: Sri Hrd