Gemercik News – Tasikmalaya (11/06) Gabungan massa aksi yang terdiri dari Indonesia Green Movement (IGM), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (BEM FKIP), serta BEM Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Siliwangi (Unsil) menyampaikan pernyataan sikap keras terhadap dugaan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir dan pabrik biji plastik di wilayah Tamansari, Kota Tasikmalaya. Aksi digelar di dua titik, yaitu di Bale Kota Tasikmalaya dan berlanjut ke Gedung DPRD Kota Tasikmalaya pada (11/06).
“Air lindi itu seharusnya difilter dulu sebelum dibuang ke sungai, tapi kenyataannya sampai sekarang belum ada. Katanya baru perencanaan, padahal ini sudah lama jadi masalah,” ujar Muhamad Rafi Faza, selaku ketua IGM kepada Gemercik pada (11/06).
Dalam aksinya, massa yang tergabung dalam IGM, BEM FKIP, dan BEM Faperta Unsil menyampaikan 10 tuntutan utama kepada pemerintah daerah dan DPRD Kota Tasikmalaya, yaitu:
- Optimalisasi edukasi masyarakat kota Tasikmalaya dengan wawasan lingkungan hidup.
- Kaji ulang izin lingkungan UKL UPL TPA ciangir serta libatkan masyarakat dalam proses penyusunan dan pembahasannya.
- Mengambil langkah tegas dan tutup pabrik yang tidak ada izin oprasional dan tidak ada amdal serta analisa IPAL.
- Pemerintah daerah wajib memiliki dokumen mitigasi bencana gas metana dan air lindi.
- Pemerintah daerah wajib memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak atas pencemaran lingkungan kegiatan TPA.
- Pemerintah wajib mengefektifkan penggunaan anggaran sektor lingkungan hidup.
- Uji lab air limbah sesuai undang undang dan publikasi ke publik.
- Copot Deni Diyana sebagai Kadis LH kota tasik karena tidak mampu mengatasi dan memberikan solusi terbaik untuk masyarakat terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi.
- Audit lingkungan pabrik biji plastik oleh pemerintah daerah dengan kewenangan salah satu dinas karena di duga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan.
- Melakukan pengawasan anggaran dan kinerja tentang penyelenggaraan lingkungan hidup oleh DPRD kota Tasikmalaya yang optimal.
Dalam dokumen pernyataan sikap yang dibacakan secara terbuka, mereka menyoroti persoalan pencemaran air lindi, pengelolaan sampah dengan metode open dumping, tidak adanya sistem filtrasi, serta kelalaian pemerintah dalam memperbaharui izin lingkungan yang masih menggunakan dokumen UKL-UPL tahun 2012.
“Mestinya filtrasi sudah dibangun sejak lama. Tapi sampai sekarang belum ada, baru sebatas perencanaan. Izin lingkungannya pun belum diperbaharui dari 2012. Ikan mati, warga gatal-gatal, bau menyengat sudah berlangsung lama. Ini bukti pemerintah lalai,” jelas Muhamad Rafi.
Disisi lain respons DPRD masih belum tegas dalam menanggapi hal tersebut. Beberapa anggota DPRD Kota Tasikmalaya menyatakan akan men-support dan mendorong perbaikan, namun mahasiswa menilai jawaban tersebut terlalu normatif.
“Jawabannya selalu sama, akan didukung, akan direncanakan. Padahal masalah sudah lama terjadi. Filtrasi air lindi pun masih sebatas rencana dan belum terlihat langkah nyata,” tutur Muhamad Rafi.
Sebagai langkah lanjutan, mahasiswa berencana melakukan edukasi lingkungan ke masyarakat, dan jika tuntutan tidak direspons, mereka menyatakan siap kembali turun aksi dengan jumlah massa yang lebih besar.
“Kalau misalkan dari beberapa tuntutan itu tidak diindahkan, mungkin kita juga akan datang lagi dengan massa yang lebih banyak lagi,” tutup Muhamad Rafi.
Reporter: Khopipah Indah
Penulis: Tarish
Penyunting: Muthia Khairani