Jiwa Pemikir Disertai Pezikir

Sumber Gambar : Google

Pada zaman sekarang ini, seperti yang kita lihat di televisi, banyak sekali pejabat yang pulang-pergike KPK setiap hari. Bahkan,itu sudah menjadi sebuah kebiasaan sehingga membuat kita tidak merasa aneh saat melihatnya. Pastinya, pejabat bukanlah orang rendahan yang memiliki ilmu secukupnya. Mereka dipilih karena memang memiliki kecerdasan dan ketangkasan dibanding yang lain. Banyak di antara mereka yang memiliki gelar Profesor, Doktor, lulusan luar negeri atau lainnya sekarang justru terjerat dengan kasus korupsi.

Di sisi lain kita tahu banyak orang yang mengagung-agungkan Liberalisme. Mereka menginginkan penerapan gagasan mereka ke semua aspek kehidupan mereka. Dalam pemikiran, semua doktrin harus dihapus, baik doktrin agama ataupun budaya, karena itu semua akan mempersulit gagasan mereka.

Dalam hal ekonomi, tidak boleh ada campur tangan dari pemerintahan dalam menjalankan roda perekonomian. Semua jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh masing-masing pribadi. Mereka tidak tahu yang sebenarnya,mereka memberi gagasan hanya berdasar pada kebenaran teori semata. Bukan pada kebenaran di lapangan. Bob Sadino pernah berkata “Jika teori menyalahi apa yang terjadi di lapangan, maka yang benar adalah apa yang terjadi di lapangan.”

Semua yang telah saya sebutkan di atas, bisa saya kategorikan sebagai pemikir yang bukan pezikir. Mereka sangat jauh dari nilai-nilai spiritual. Di dalam Alquran banyak disebutkan kata-kata yang menunjukkan pujian terhadap para pemikir, seperti kata ulul abshar, ulun-nuha, la’allakum ta’qiluun, ulul-albab, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa pemikir memiliki derajat yang tinggi.

Derajat tinggi yang mereka raih karenamereka menggunakan dan memanfaatkan akal pikiran mereka. Akal merupakan hal pembeda antara manusia dengan binatang. Manusia memiliki akal, sedangkan binatang tidak. Jadi, orang yang tidak memanfaatkan akalnya itu sama saja seperti binatang. Di samping itu, pemikir yang jauh dari nilai spiritual akan buta dalam menjalankan hidup. Kepintaran mereka digunakan untuk memenuhi kepuasan nafsu belaka. Maka pantaslah jika Rasulullah SAW. bersabda “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah hidayahnya, maka tidaklah bertambah orang itu dari Allah kecuali kejauhan. Sedangkan orang yang jauh dari Allah tidak pantas padanya kecuali neraka.

Berzikir adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Zikir merupakan inti dari semua ajaran thariqohdalam ajaran thasawuh. Orang yang senantiasa berzikir hatinya akan tenang, hidupnya akan bahagia dan tentunya akan dijanjikan surga. Berzikir pun perlu ilmu, orang yang berzikir tanpa memiliki ilmu akan sesat dan akan jauh dari Allah. Karena sewaktu-waktu akan beranggapan bahwa “akulah yang paling suci” atau “akulah yang paling benar”. Hal ini telah mencoreng esensi dari ibadah atau zikir itu sendiri yakni kehambaan dan kerendahan diri di hadapan Tuhan.

Oleh karena itu, seorang pemikir harus menjadi seorang pezikir. Orang yang berilmu tanpa beragama itu buta karena akan menghalalkan segala cara untuk mencapai cita-citanya. Sebaliknya, orang yang beragama tanpa memiliki ilmu, akan hampa. Hampa dalam mencapai esensi kehambaan dan kerendahan diri di hadapan Tuhan. Alangkah baiknya seperti yang pepatah katakan, “Dengan ilmu hidup akan mudah, dengan agama hidup akan terarah, dan dengan seni hidup menjadi indah.” Berilmulah, karena ilmu tidak akan menyesatkan pemiliknya. (Jenna M Aliffiana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *