Gemercik News-Tasikmalaya (06/04). Pertambangan pasir Leuweung Keusik, Desa Padakembang, Kecamatan Padakembang, Kabupaten Tasikmalaya, tak kunjung dikaji ulang oleh pemerintah provinsi Jawa Barat. Padahal permintaan kajian ulang ini telah dilakukan sedari awal, tetapi tidak adanya kejelasan dari pemerintah provinsi. Hal ini disampaikan oleh Denden Anwarul Habibudin selaku Ketua AMPEG (Aliansi Masyarakat Peduli Galunggung).

“Karena dari awal yang kita minta kajian ulang, tapi sampai saat ini, sampai sudah datangnya Wagub ke sini tidak juga yang namanya kajian ulang dari provinsi. Tidak ada kejelasan,” jelas Denden.
Denden menjelaskan bahwa sebenarnya sudah ada pemberitaan mengenai akan hadirnya Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum, beserta dengan dinas terkait di lokasi pengkajian, tetapi faktanya, hal tersebut tidak terjadi. Selain itu, Denden juga menambahkan jika pengkajian akan dilaksanakan secara komprehensif, maka perlu dilibatkannya masyarakat agar tidak terjadi manipulasi kembali, yang nantinya akan memancing pihak-pihak yang lebih besar dari masyarakat.

Denden juga menyebutkan bahwa, AMPEG telah melakukan pelaporan terkait pemalsuan data berupa tanda tangan. Hingga saat ini kurang lebih 17 orang sudah memberikan kesaksian, dari 83 tanda tangan yang akan dipanggil semua. Ia pun menjelaskan jika hal ini dapat dibuktikan, maka akan mempermudah pencabutan izin pertambangan Leweung Keusik.
“Perkembangan terakhir untuk pemalsuan tanda tangan saya sudah dapat tebusan. Bahwa untuk sementara ini memang sudah terbukti, sudah ada pemalsuan tanda tangan dan harapan kami dalam hal tersebut, kalau memang ini bisa dibuktikan dan insyaalah akan terbukti. Mudah-mudahan ini akan mempermudah pencabutan izin,” jelas Denden
Denden menegaskan bahwa AMPEG akan terus mendampingi sampai pencabutan izin pertambangan terealisasikan. Juga akan memberikan peringatan, jika ada pihak yang tidak menghormati prosedur.

“Kalaupun ada permainan di belakang dan sebagainya, mungkin AMPEG juga akan bertindak. Kalau prosedur ini sudah tidak dihormati, maka apa boleh buat bagi masyarakat, karena ini memang harga mati.” Tutup Denden.
Reporter: Najmi Muhammad Agus Nur dan M. Raffi Setyadi
Penulis: Tiara
Penyunting: Rini Trisa dan Pipit