KEPEMIMPINAN IDEAL PADA ERA MILENIAL

05bd0d1d C3f5 4d42 9146 A6e02e32dd79 1

“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Ir. Soekarno)

Melalui kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemuda merupakan salah satu komponen terpenting untuk melakukan perubahan. Pemuda tidak hanya sebagai aktor penggerak reformasi, tetapi pemuda juga merupakan garda depan andalan rakyat dalam mewujudkan esensi-esensi dari ideologi negeri ini. Karena itu, pembangunan karakter kepemimpinan yang tepat tentunya dibutuhkan agar negeri ini memiliki pemimpin yang tepat untuk mengorganisir rakyatnya dalam mencapai tujuan bersama.

POTENSI DAN TANTANGAN

Indonesia memiliki banyak cikal bakal seorang pemimpin, hal ini dibuktikan dengan data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menyatakan bahwa jumlah pemuda di Indonesia diperkirakan mencapai angka 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7% dari total seluruh jumlah penduduk Indonesia. Namun, meskipun memiliki banyak pemuda yang nantinya berpotensi menjadi pemimpin, tentunya hal ini tidak mampu menjamin Indonesia memiliki kualitas pemimpin yang baik.

Menyinggung perihal pemuda, tentu kita juga menghubungkannya dengan masalah lapangan pekerjaan, atau lebih tepatnya masalah pengangguran yang semakin ke sini, semakin terasa kompleks. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2020 tingkat pengangguran di Indonesia meningkat sebanyak 60 ribu orang. Lapangan pekerjaan mengalami penurunan, terutama pada sektor pertanian sebesar 0,42% poin, perdagangan sebesar 0,29% poin, dan jasa lainnya sebesar 0,21% poin.

Oleh karena hal ini, tentunya kita membutuhkan pembangunan karakter kepemimpinan yang tepat. Pembangunan karakter kepemimpinan tidak hanya berguna bagi mereka yang akan menjadi pemimpin, terapi hal ini sudah semestinya dimiliki oleh setiap individu. Sebelum memimpin orang lain, kita harus mampu terlebih dahulu untuk memimpin diri kita sendiri. Contohnya, dalam masalah lapangan pekerjaan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa mencari pekerjaan pada era sekarang ini bukanlah sesuatu yang mudah. Karena itu, kita harus memiliki jiwa kepemimpinan yang tepat, contohnya bisa dibuktikan melalui membuka lapangan pekerjaan. Dengan hal ini, maka kita tidak hanya mencoba meningkatkan kualitas diri, tetapi kita juga mencoba membantu meningkatkan kualitas soft skills orang lain.

Di samping itu, menjadi seorang pemimpin tentu akan menjadikan seseorang berada di barisan terdepan bagi para pengikutnya karena seorang pemimpin adalah aktor utama yang dijadikan acuan dalam menjalankan visi dan misi, khususnya untuk menuju perubahan yang lebih baik. Bagi seorang pemimpin, tentunya kalimat “You are the leader of your life” adalah landasan utama yang harus dijadikan pijakan. Kalimat tersebut bukan hanya sekadar kalimat, kalimat tersebut mengandung makna bahwa kita tentunya percaya akan kemampuan diri kita sendiri dalam mengorganisir berbagai hal yang akan kita lewati pada keseharian kita.

Selain itu, kita juga harus ingat kalimat yang satu ini, “You are what you believe”. Menjadi seorang pemimpin terkadang tidak luput dari kecaman, ancaman, makian, dan hinaan, sehingga kalimat “You are what you believe” menjadimotivasi utama untuk meyakinkan diri bahwa kita bukanlah seorang pemimpin berdasarkan stereotype yang dipikirkan oleh orang lain. Sebaliknya, kita adalah seorang pemimpin berdasarkan apa yang kita yakini oleh diri kita sendiri. Oleh karena itu, seorang pemimpin juga tidak boleh mudah merasa putus asa, karena menjadi seorang pemimpin adalah menjadi apa yang kita percaya tentang bagaimana sikap dan langkah tepat yang harus diambil untuk kepentingan bersama.

PEMBANGUNAN KARAKTER KEPEMIMPINAN

Ada 2 aspek yang harus diperhatikan untuk membangun karakter kepemimpinan, yakni pembangunan karakter dan pengembangan minat bakat. Konsep-konsep dan teori kepemimpinan bisa diimplikasikan dalam pembangunan karakter. Menurut John C. Hunter, kepemimpinan memiliki makna sebagai suatu keterampilan untuk memengaruhi orang agar bekerja secara antusias menuju sasaran yang telah diidentifikasi demi kebaikan bersama. Roffey Park, dalam hasil penelitiannya yang berjudul Building Global Leadership pada tahun 2004 menemukan beberapa kemampuan yang meidentifikasi pribadi seorang pemimpin:

1. Strategic thinking – the “helicopter‟ view that bridges boundaries between local allegiances (Mampu mengidentifikasi peluang dan menentukan apa yang harus dikembangkan).

2. Intercultural competence – the creation of inclusive work environments (Mampu menciptakan suasana kerja yang inklusif).

3. Crisis management – the anticipation of risks and a focus on response to change (Mampu mengatasi berbagai risiko dan fokus pada reaksi untuk melakukan perubahan).

4. Political astuteness – the ability to network with a wide range of stakeholders (Mampu terhubung dengan jangkauan isu yang luas).

5. Ethical leadership – an understanding and demonstration of social responsibility and governance (Paham akan tanggung jawab dan makna kepemimpinan).

6. Improvisation – at ease in dealing with uncertainty and ambiguity (Mengurangi ketidakpastian dan keambiguan).

7. Global mindset – a broad outlook that is open to the unfamiliar (Pemikiran yang luas).

Namun, hal-hal tersebut tidak akan berpengaruh untuk mencapai hasil maksimum dari usaha seorang pemimpin tanpa adanya penerapan disiplin diri yang baik. Disiplin diri merupakan landasan utama untuk membangun karakter para pemuda agar jiwa kepemimpinannya terarah pada misi yang hendak dicapai. Disiplin diri bisa dimulai dengan memaksimalkan proses ataupun usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan sifat percaya diri dan memicu munculnya alasan mengapa kita layak menjadi seorang pemimpin.

Dalam Islam, perintah untuk bekerja keras dalam sebuah usaha merupakan suatu kewajiban. Manusia wajib berusaha untuk memperbaiki hidup dan membangun masa depannya sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada Allah lalu diberitakan kepada-Nya apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah: 105)

Selain memaksimalkan usaha, disiplin diri juga bisa dimulai dengan tidak memberi penghargaan sebelum apa yang diperjuangkan membuahkan hasil akhir, karena hal tersebut bisa memicu rasa malas dan putus asa. Pada umumnya, manusia mudah merasa puas dan karena kepuasan itulah sikap sombong dapat tercipta. Sombong dapat merusak motivasi untuk menjadi lebih baik, sehingga bisa memicu rasa malas. Oleh karena itu, berusaha tanpa berpikir tentang penghargaan adalah sikap yang harus diterapkan. Melalui hal ini, manusia tidak hanya belajar tentang berproses, tetapi juga belajar bagaimana bersikap sabar karena sabar adalah kunci kesuksesan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

“Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu menang.” (Q.S. Ali-Imran: 200).

Aspek selanjutnya yang diperlukan untuk membangun kepemimpinan yang ideal yaitu aspek pengembangan minat dan bakat. Pengembangan minat dan bakat bisa dimulai dengan adanya motivasi. Motivasi merupakan unsur yang penting, karena motivasi bisa menumbuhkan energi-energi positif dalam diri, salah satunya adalah semangat. Dalam sebuah penelitian, Halim (2002) menemukan bahwa faktor motivasi merupakan faktor penentu tingginya semangat kerja pegawai terutama pada pimpinan yang mengutamakan moralitas, berpendidikan tinggi, serta berpengalaman kerja. Jadi, pemimpin tidak hanya berperan untuk mengoordinir anggotanya saja, tetapi pemimpin juga berperan untuk menjadi sumber motivasi para anggotanya.

Setelah adanya unsur motivasi, pengembangan minat dan bakat bisa diwujudkan dengan enam strategi. Roffey Park, dalam bukunya yang berjudul Leadership, mengemukakan beberapa strategi, di antaranya:

1. Coaching                                                          

Melalui startegi ini, seorang pemimpin mampu berbagi dan belajar bersama dengan orang lain tentang banyak pengetahuan. Hal ini bisa berimplikasi pada evaluasi diri sehingga seorang pemimpin akan mengetahui apa yang harus ia tingkatkan dan bagaimana proses untuk meningkatkan usaha tersebut.

2. Distributed Leadership

Seorang pemimpin harus memberi kuasa/wewenang kepada orang lain, karena di samping menjadi seorang pemimpin yang baik, mereka juga harus memperhatikan kemampuan orang-orang di sekitar mereka. Pemimpin bukan hanya bertanggung jawab dan memikirkan tentang dirinya sendiri, tetapi pemimpin juga harus menciptakan pasukan berkualitas untuk bekerja sama dalam meraih tujuan.

Hal ini sesuai dengan Lao-Tzu yang menyatakan,“A leader is best when people barely know that he exists, less good when they obey and acclaim him, worse when they fear or despise him. Fail to honour people and they fail to honour you. But of a good leader, when his work is done, his aim fulfilled, they will say we did this ourselves‟.

3. Helper

Pemimpin harus mampu menjadi seorang penolong yang berproses sesuai konteks, bertanggung jawab mengambil keputusan, berpartisipasi dalam diskusi, dan mampu berkolaborasi agar piawai dalam berorganisasi. Jika disimpulkan, seorang pemimpin harus selalu mampu mengembangkan kemampuan kepemimpinannya, ibarat dari hero menjadi helper.

4. Job Performance

Seorang pemimpin tentunya memiliki implikasi dari bagaimana cara mereka mengorganisir anggotanya. Melalui hal ini, pemimpin dapat memberikan evaluasi kepada para anggotanya tentang apa saja yang harus mereka tingkatkan karena hal ini sangat penting untuk membangun motivasi dan membimbing mereka dalam alur yang tepat.

5. Strategic Thinking

Pemimpin harus selalu fokus kepada apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara meraihnya. Strategic thinking merupakan faktor eksternal, di mana pemimpin harus mampu memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan para anggotanya.

Hal ini sesuai dengan Kartini Kartono (1994: 33) menyatakan, “Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.”

6. Authenticity

Pemimpin harus mampu bersikap layaknya seorang pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mendengarkan suara anggota, jujur, dan mampu berempati karena hasil akhir merupakan cerminan dari usaha yang dipengaruhi oleh moral. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh William. J. Slim “Moral Courage is a higher and rarer virtue than physical courage”.

Kepemimpinan pemuda harus dibangun sejak dini agar setiap pemuda Indonesia mampu bersikap kritis tentang apa yang terjadi di sekitarnya. Kritis bukan hanya sekedar simpati, tetapi kritis juga harus mengandung adanya rasa empati untuk mengayomi masyarakat luas menuju perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. A big fish in the small pond lebih baik dari pada a small fish in the big pond, karena pemuda harus mampu menginspirasi dan menjadi inspirator bagi masyarakat, entah seberapa besar pengaruh yang mampu diciptakan. Memimpin bukan tentang seberapa besar kekuasaan dan seberapa tinggi jabatan, tetapi memimpin yang sesungguhnya adalah mempengaruhi, mengorganisir, dan merangkul untuk mencapai tujuan bersama. Something hard because you believe it hard, so we should try to work harder for any event.

REFERENSI

Park, R. (2007). Leadership. United Kingdom: Roffey Park Institute.

Penulis: Tia Elvia

Penyunting: Anakus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *