Kesultanan Selacau: Warisan Padjadjaran yang Diakui Dunia

DSC 1099 Scaled

Gemercik News-Tasikmalaya.Pada awal tahun 2020, Indonesia tengah diramaikan dengan fenomena kemunculan keraton dan kekaisaran di Indonesia. Setelah Keraton Agung Sejagat di Purworejo dan Sunda Empire di Bandung, kini Kesultanan Selacau Patra Kusuma yang berlokasi di Kampung Nagara Tengah, Desa Cibungur, Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya pun ikut viral. Keraton ini didirikan pada tahun 2004 dan dipimpin oleh Sultan Raden Rohidin Patrakusumah VIII yang mengaku sebagai keturunan ke-9 Raja Padjajaran Surawisesa.

Dadang Setiawan selaku pengawal kesultanan membenarkan bahwa keberadaan Keraton Selacau ini telah ada sejak dulu. Namun, menurut beliau, dikarenakan kondisi ekonomi, Kesultanan Selacau ini baru didirikan pada tahun 2004.

“(Pada tahun) 2004 baru (menjadi) awal berdiri (Keraton Selacau ini) karena mungkin (disebabkan oleh) faktor ekonomi. Dari dulu juga sudah ini (ada), (tetapi) karena terbentur ekonomi, jadi, makanya (tahun) 2004 baru (berdiri). Kebetulan Pak Sultan mungkin ekonominya lebih baik, (sehingga) di situ baru dibuka (pembangunannya), begitu,” jelas Dadang.

Adapun, keterangan Abud sebagai salah satu masyarakat sekitar mengatakan bahwa Keraton Selacau ini diyakini sebagai regenerasi dari Kerajaan Padjadjaran. Menurutnya, Selacau ini diambil dari nama gelar di Eropa. Kemudian, dalam bahasa Belanda disebut dengan selagodon, sedangkan dalam bahasa Sunda dikenal dengan sebutan Selacau.

Dilansir dari Suara Indonesia News bahwa Kesultanan Selacau ini telah diakui oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatur bidang pendidikan dan kebudayaan (UNESCO). Hal ini telah dibuktikan dengan dokumen yang sah dan resmi di Leiden, Belanda. Hal ini pun dibenarkan oleh Dadang selaku pengawal kesultanan.

“Emang sudah diakui oleh PBB. Bahkan, cagar budayanya juga (sudah) diakui oleh UNESCO,” ujar Dadang

Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com terkait penuturan Sultan Rohidin yang mengklaim memiliki legalitas Kesultanan Selacau yang diperoleh dari PBB mengatakan bahwa, “Selacau punya dua literatur leluhur saya yang saya ajukan tahun 2004 sampai akhirnya tahun 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah yang (berada) di (bawah) kepemimpinan Surawisesa. Fakta sejarah dikeluarkan oleh lembaga PBB.”

Abud selaku warga sekitar menyayangkan kesultanan ini tidak mendapatkan pengakuan di Indonesia. Sedangkan di luar negeri, kesultanan ini telah diakui dan tercantum di PBB.

“Kalau di dunia diakui. (Sedangkan) kalau di negara (sendiri), ya, seperti itu,” tutur Abud.

Layaknya sultan pada umumnya, dalam kesehariannya Sultan Rohidin mengadakan pertemuan-pertemuan. Selain dengan pengagung, dengan pihak luar juga mengadakan rapat atau mengagendakan program untuk kedepannya. Di kesultanan Selacau juga sering mengadakan pengajian rutin mingguan hingga mengadakan acara hari jadi Kesultanan Selacau yang diagendakan setiap satu kali dalam satu tahun.

Tak hanya mengurusi  bidang pemerintahan, Sultan juga menggeluti bisnis salah satunya bidang transportasi umum. Sultan menjadi pemilik angkutan umum mini bus atau yang lebih akrab disapa elf. Sedangkan pekerjanya masih warga sekitar keraton.

Menurut masyarakat sekitar, keberadaan Kesultanan Selacau ini sangat membantu warga, mulai dari bidang ekonomi, hingga bidang pertanian. Salah satu contohnya ialah memperbaiki jalan rusak yang seharusnya menjadi PR bagi pemerintah. Hal ini kemudian tentunya membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Sultan juga melakukan perbaikan dalam menjaga makam leluhur dengan cara pemugaran makam. Tak jarang, para pengunjung melakukan ziarah ke makam leluhur. Tak hanya itu, di area kesultanan juga dibebaskan untuk umum, baik untuk kegiatan kebudayaan, atau menjadi tempat rekreasi hingga sarana olahraga berlari, misalnya.

Reporter: Fadil, Sri, Anisa T. W.

Penulis: Anisa T. W.

Penyunting: Ana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *