Kultur Sosial: Lunturnya Budaya Lokal pada Generasi Muda di Era Digital

Sumber Foto JohnGemercik Media 16

Budaya adalah warisan berharga yang diwariskan dari generasi ke generasi, mencerminkan identitas, nilai, dan tradisi suatu masyarakat. Namun, di era digital saat ini, kita menyaksikan perubahan signifikan dalam cara generasi muda berinteraksi dengan budaya lokal mereka. Kemajuan teknologi telah membawa dampak positif dan negatif terhadap budaya, terutama dalam hal bagaimana generasi muda mengakses, mengonsumsi, dan memaknai warisan budaya lokal. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa budaya lokal semakin luntur di kalangan generasi muda.

Digitalisasi dan globalisasi telah membawa dunia ke dalam genggaman tangan kita melalui perangkat elektronik. Penggunaan internet di Indonesia dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Data dari We Are Social dan Hootsuite menunjukkan bahwa pada tahun 2021, pengguna internet di Indonesia mencapai 73,7% dari total populasi, meningkat menjadi 77% pada tahun 2022, dan diperkirakan mencapai 80% pada tahun 2023. Media sosial, platform online, dan berbagai aplikasi telah memperkenalkan generasi muda kepada berbagai budaya dari seluruh dunia. Di satu sisi, ini membuka wawasan dan memperkaya pengetahuan mereka. Namun, di sisi lain, hal ini juga berpotensi mengikis identitas budaya lokal karena mereka lebih tertarik pada budaya asing yang dianggap lebih modern dan menarik.

Budaya populer dari negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, dengan mudah mendominasi perhatian generasi muda melalui musik, film, dan gaya hidup. Keterpaparan yang terus-menerus terhadap budaya ini, terutama tanpa penyeimbangan dengan pengenalan dan pemahaman yang memadai terhadap budaya lokal, dapat menyebabkan alienasi dari akar budaya mereka sendiri. Generasi muda mungkin mulai merasa bahwa budaya lokal mereka kurang relevan atau menarik dibandingkan dengan budaya asing.

Salah satu indikasi nyata dari lunturnya budaya lokal adalah berkurangnya minat generasi muda terhadap praktik tradisional. Upacara adat, kesenian daerah, dan bahasa daerah sering kali tidak lagi menjadi bagian penting dari kehidupan mereka. Dalam beberapa kasus, praktik-praktik ini bahkan mulai ditinggalkan karena dianggap kuno atau tidak sesuai dengan gaya hidup modern. Misalnya, banyak anak muda yang tidak lagi fasih berbahasa daerah mereka sendiri karena lebih sering menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan digital.

Fenomena ini semakin terlihat dalam setahun terakhir, terutama pada masa pascapandemi, di mana acara-acara budaya lokal semakin tergeser oleh acara hiburan internasional yang lebih mudah diakses melalui platform digital. Misalnya, popularitas K-Pop di Indonesia terus meningkat dengan semakin banyaknya konser daring dan konten media sosial yang disukai oleh generasi muda. Dalam sebuah studi, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kebudayaan Indonesia pada tahun 2023, menemukan bahwa 65% responden muda lebih mengenal budaya pop asing dibandingkan dengan budaya lokal. Ini menjadi salah satu tanda nyata bahwa arus globalisasi semakin memengaruhi identitas budaya generasi muda Indonesia.

Selain itu, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat, lagu-lagu tradisional, dan seni pertunjukan juga mulai terlupakan. Generasi muda lebih tertarik pada konten digital yang dapat diakses secara instan, dan cenderung kurang menghargai proses pembelajaran yang diperlukan untuk memahami dan menguasai budaya lokal.

Meskipun ada kekhawatiran tentang lunturnya budaya lokal, era digital juga menawarkan peluang untuk melestarikannya. Teknologi dapat digunakan sebagai alat untuk mempromosikan dan menghidupkan kembali minat terhadap budaya lokal di kalangan generasi muda. Platform digital dapat menjadi media untuk mendokumentasikan, membagikan, dan mengajarkan budaya lokal dengan cara yang menarik dan relevan.

Misalnya, aplikasi pembelajaran bahasa daerah, YouTube yang menampilkan tarian dan musik tradisional, serta media sosial yang mengampanyekan pentingnya budaya lokal, dapat membantu generasi muda mengenal kembali warisan mereka. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pegiat budaya juga penting untuk memastikan bahwa budaya lokal tetap hidup dan relevan di tengah arus globalisasi.

Lunturnya budaya lokal di kalangan generasi muda di era digital adalah fenomena yang kompleks. Sementara teknologi dan globalisasi membawa ancaman terhadap kelestarian budaya lokal, keduanya juga dapat digunakan untuk memperkuat dan mempromosikan budaya tersebut. Penting bagi masyarakat untuk menemukan keseimbangan antara menerima pengaruh budaya asing dan menjaga warisan budaya lokal, agar generasi mendatang tetap terhubung dengan identitas mereka. Upaya bersama dari berbagai pihak diperlukan untuk memastikan bahwa budaya lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.

Penulis: Nazwa Aulia Rahman

Penyunting: Mu’thia Khairani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *