Mengenal Self-Diagnosis untuk Gangguan Mental, Berisiko kah?

Oleh: Rismawati

Sebenarnya apa, sih, yang dimaksud dengan self-diagnosis? Pernah dengar istilah ini? Mungkin sebagian orang tidak mengetahui istilah “Self-diagnosis”, tetapi mungkin banyak orang yang pernah atau bahkan sering mengalaminya.

Self-diagnosis dipandang sebagai sesuatu yang berisiko dan sebaiknya dihindari. Inilah mengapa mengenal self-diagnosis untuk gangguan mental penting untuk diketahui. Yuk, simak penjelasan self-diagnosis berikut ini.

Apa Itu Self-Diagnosis?

Pernahkah kamu bergumam “Kayaknya, aku lagi depresi, deh ….” atau “Kok, ini gejalanya sama banget, ya, dengan apa yang aku rasain? Kayaknya ….”. Nah, jika kamu sering berpikir dan bergumam seperti itu saat menemukan informasi mengenai gangguan mental, itu tandanya kamu sedang melakukan self-diagnosis.

Self-diagnosis atau diagnosis diri merupakan proses ketika seseorang mengamati diri sendiri dan mengambil kesimpulan atas pengamatannya. Ia menyimpulkan bahwa dirinya mengalami gangguan mental tanpa mengonsultasikan diri kepada profesional. Pengamatan ini dilakukan dengan mencari informasi mengenai gangguan mental melalui internet, kuis online, atau pengalaman masa lalu.

Seseorang melakukan self-diagnosis karena rasa ingin tahunya yang besar akan diri sendiri. Ini wajar karena itu merupakan jiwa alamiah manusia.

Apa, sih, Perbedaan Self-Diagnosis dengan Diagnosis?

Diagnosis dengan self-diagnosis memiliki perbedaan yang begitu kontras. Diagnosis dilakukan dengan menemui seorang profesional secara langsung untuk mengonsultasikan masalah gangguan mental. Sementara self-diagnosis tidak bertemu langsung dengan profesional dan asal mengambil kesimpulan.

Diagnosis juga dilakukan secara signifikan terhadap setiap individu dengan serangkaian tes psikologis, sedangkan self-diagnosis dilakukan dengan pendekatan umum menggunakan stereotype umum dari gejala gangguan. Itulah mengapa diagnosis dipandang sebagai hasil yang objektif, berbeda dengan self-diagnosis yang bersifat subjektif.

Perbedaan lainnya, yakni diagnosis memerlukan biaya untuk bertemu profesional dan terbatas waktu serta tempat. Sementara itu, self-diagnosis tidak memerlukan biaya karena hanya dibantu dengan informasi yang bertebaran di internet dan tidak terbatas waktu serta tempat.

Dari perbedaan tersebut kita tahu bahwa self-diagnosis benar-benar bertentangan dengan diagnosis. Bahkan cenderung diragukan keakuratannya karena kesimpulan mengenai gangguan mental diambil dari pemikiran diri sendiri saja.

Self-Diagnosis, Berisiko kah?

Penyimpulan gangguan mental yang diambil berdasarkan pengamatan diri sendiri jelas memiliki risiko yang berbahaya. Risiko yang pertama adalah salah mendiagnosis. Hal ini terjadi karena gejala pada satu gangguan mental bisa saja ada persamaan pada jenis gangguan mental yang lain.

Akibatnya, risiko yang ditimbulkan selanjutnya adalah tidak terdeteksinya gangguan mental yang mungkin lebih serius. Hal ini bisa membuatmu salah mengambil langkah ke depannya dalam rangka mengatasi gangguan mental tersebut. Padahal mengenai gangguan mental, tidak bisa disepelekan begitu saja.

Risiko yang ketiga, yakni akan timbul rasa cemas, bahkan stres. Self-diagnosis yang kamu lakukan bisa saja menimbulkan gangguan mental yang lain. Jadi, kamu harus berhati-hati.

Solusi Selain Self-Diagnosis

Self-diagnosis memang dilakukan ketika seseorang mengalami gejala gangguan mental tertentu. Namun, itu tetap tidak dibenarkan karena menimbulkan banyak risiko berbahaya. Lalu, apa yang harus dilakukan saat mengalami gejala gangguan mental?

Daripada melakukan self-diagnosis, lebih baik kamu melakukan beberapa solusi lain. Pertama, lebih baik kamu bercerita kepada orang yang terpercaya mengenai gangguan mentalmu, baik kepada keluarga, sahabat, teman, maupun orang terdekat. Kedua, kamu bisa mencari tahu informasi dengan catatan menggunakan media atau jurnal terpercaya. Namun, jangan mendiagnosis. Cukup jadikan pengetahuan untuk selanjutnya kamu konsultasikan pada ahlinya. Solusi yang ketiga, yakni mendatangi profesional atau psikolog agar mendapatkan diagnosis yang akurat. Dengan demikian, kamu juga bisa mendapatkan penanganan gangguan mental yang tepat.

Nah, itulah sekilas mengenai self-diagnosis. Jangan lagi melakukan diagnosis sembarangan, ya. Lebih baik lakukan solusi di atas agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk lagi. Ingat! Gangguan mental bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan.

Penulis: Rismawati

Penyunting: Denia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *