Oleh, Ades Yulandari
Pendidikan Bahasa Indonesia 2019
“Be the best version of your self, bukan seadanya tapi apa adanya yang terbaik”. Apa yang terlintas di benakmu setelah membaca kalimat pertama tadi? Kata-kata mutiara? Kalimat motivasi? Atau moto hidup seseorang? atau justru hanya ungkapan kalimat biasa tanpa makna?
Jawabannya adalah moto hidup seseorang. Bagi sebagian manusia, moto hidup menjadi prinsip yang selalu dipegang teguh. Walau tampak seperti kalimat biasa, moto hidup terkadang menjadi pegangan bagi seseorang untuk menjadi versi terbaiknya. Begitu juga moto hidup di atas, Be the best version of yourself.
Begitu pula bagi Fitri, pahlawan tanpa tanda jasa dari sebuah sekolah di salah satu pelosok Indonesia. Nama lengkapnya Fitri Rahmawati, anak bungsu dari empat bersaudara. Sejak kecil Fitri selalu memegang prinsip untuk menjadi manusia yang berguna bagi manusia lainnya, serta menyayangi keluarga sebagai harta paling berharga.
“Mungkin waktu kecil belum terlalu mengerti, tapi nanti sudah dewasa sangat terasa harta yang paling berharga adalah keluarga.” Tutur Fitri.
Cita-cita menjadi dokter sewaktu kecil harus pupus. Fitri legowo dan menyadari berkat takdir Sang Pencipta, Ia bisa seperti sekarang. Kepergian ayahnya ketika Fitri duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memberikanya banyak pelajaran hidup. Fitri menyaksikan sendiri perjuangan ibunya menghidupi anak-anaknya. Menurut Fitri, ibunya selalu memberikan pendidikan agama, seperti tidak lupa menunaikan shalat lima waktu, berpuasa, dan rajin bersedekah. Ibunya juga selalu berpesan, agar berkata yang baik, bermanfaat dan tidak menyusahkan sesama.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan menjadi guru, takdir lah yang membawa Fitri menjadi dirinya sekarang. Menempuh pendidikan hingga mendapat gelar sarjana pendidikannya di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Garut. Bersama dengan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris inilah Fitri akhirnya menjadi guru di sebuah sekolah.
Jarak sekitar 8 Km yang ditempuh bukan halangan bagi Fitri. Sebab bagi Fitri, salah satu tujuan bekerja yang utama adalah untuk beribadah kepada Allah Swt.
“Jadi tidak hanya untuk dunia, nomor satunya untuk akhirat itu sudah dilakukan,” tambah Fitri melalui pesan suara.
Fitri bersyukur akhirnya memutuskan untuk menjadi tenaga pendidik di Yayasan Pendidikan dan Sosial, SMP Plus Rasana Rasyidah, Garut. Bukan tanpa alasan, panggilan untuk bekerja di sana awalnya hanya sebagai pengganti Guru Bahasa Inggris yang pindah. Namun, seiring berjalannya waktu, Fitri merasa betah karena suasana nyaman yang terbentuk seperti keluarga. Keramahan warga, hingga terjaganya agama membuat Fitri semakin nyaman.
Sebab bagi Fitri, menjadi tenaga pendidik di sana memacu warganya untuk senantiasa dekat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Hal ini terlihat dari hal-hal kecil seperti menjaga wudhu, rutin shalat dhuha berjamaah, dan tidak bersentuhan dengan yang bukan muhrim. Kegiatan belajar mengajar pun akan dihentikan 5 menit sebelum adzan dzuhur berkumandang. Fitri merasa senang, sebab dari hal-hal kecil seperti menata alas kaki pun terbilang tertib. Dikatakan tertib karena alas kaki disusun menghadap ke luar, agar memudahkan untuk dikenakan ketika keluar dari ruangan. Sekolah ini juga dengan rutin setiap hari Jumat mengadakan kegiatan kebersamaan, seperti makan bersama.
Sekolah tempat Fitri bekerja terbilang baru dan pertama. Awal didirikan pada tahun 2015, satu kelas hanya terisi 25 sampai 32 orang. Kebanyakan peserta didik pun berasal dari warga lokal Kampung Buleud, tempat sekolah ini berada. Fitri yang bekerja sejak tahun 2017, hingga saat ini mengatakan bahwa baru beberapa tahun ke belakang, terjadi peningkatan peserta didik jumlah yang cukup pesat. Lima puluh siswa merupakan jumlah yang cukup tinggi untuk berada dalam satu kelas didikan. Belum lagi, di tahun pelajaran baru ini, peserta didik kebanyakan berada dari luar kota, seperti Bandung, Jakarta, hingga Lampung, dan Riau.
Tidak jauh berbeda dengan sekolah menengah pertama pada umumnya. Sekolah menengah yang menjadi tempat Fitri mencari nafkah memiliki ciri khasnya tersendiri. Oleh karena itu, sekolah ini menjadi salah satu “SMP Plus”. Fitri kemudian menjelaskan bahwa ciri khas yang dimaksud dalam SMP Plus adalah:
- Akhlakul karimah (menjaga wudhu, shalat dzuhur berjamaah, shalat dhuha, tadarus Al-Quran, dan Kultum (bagi guru atau siswa untuk memberikan sedikit pengingat).
- Menggunakan bahasa inggris, misalnya ketika meminta izin untuk pergi ke kamar mandi.
- Ada MoU dengan Kodim agar setiap hari Sabtu diadakan kegiatan Pramuka (dari pembina pramuka, kakak kelas, dan langsung dari Kodim), sebagai bentuk pembelajaran yang disesuaikan untuk SMP, mengenai pengenalan nasionalisme dan patriotisme.
Seperti layaknya sekolah boarding, sekolah ini memiliki fasilitas asrama bagi peserta didiknya yang berasal dari luar kota. Sedangkan bagi peserta didik yang merupakan warga lokal diberi kebebasan untuk tidak mondok di asrama, melainkan pulang-pergi.
Bangunan sekolah yang terbuat dari bambu, bertujuan untuk membuat peserta didik merasa lebih nyaman dan memberikan kesan akrab. Alasan lainnya adalah demi memanfaatkan sarana dan prasarana dari masyarakat sekitar, karena terdapat banyak pohon bambu di wilayah sekitar sekolah. Hal ini juga yang kemudian menampakkan kesan unik dan berbeda dengan sekolah lainnya.
Ketika ditanya terkait pembelajaran yang dilaksanakan secara daring sejak Maret lalu, Fitri menjawab sekolah ini menuruti aturan dari Pemerintah. Pembelajaran jarak jauh dilakukan melalui media pada umumnya. Seperti WhatsApp Group, Google Classroom, Zoom Meeting, YouTube, Quiziz atau Software lainnya. Namun, tentunya proses pembelajaran jarak jauh ini juga memiliki kendala, seperti jaringan dan telepon genggam yang tidak memadai. Solusinya menurut Fitri, biasanya akan ada guru piket yang bertugas untuk membantu peserta didik setiap harinya. Hal ini dikarenakan, hanya provider Telkomsel yang memiliki jaringan bagus di wilayah pemukiman warga.
“Beda sama di pemukiman. Kalau di sekolah, sinyal di sana cukup bagus,” tutur Fitri
Menjadi seorang tenaga pendidik, tentu mendapatkan banyak tantangan. Menurut Fitri, tantangan yang Ia hadapi salah satunya adalah harus mampu memahami dan mengayomi berbagai macam karakter peserta didik. Namun, hal ini tidak menjadi masalah yang serius, karena selain merasa seperti mendapatkan rumah ke dua. Fitri juga mengatakan bahwa Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah merupakan orang yang baik dan ramah layaknya orang tua yang selalu memberikan nasihat.
“Ketua yayasan saya namanya Bapak H. Tantan Rustandi, S.T., beliau selalu mengajarkan hal baru, mengajarkan hal baru yang bermanfaat, yang membuat kita bisa menjadi lebih baik dan berjalan dengan kecepatan maksimal kita,” tutur Fitri
“Kepala Sekolah, Bapak Randy Nova Jaya, S. Pd.I., beliau juga merupakan Ketua DKM Mesjid, selalu mengajarkan berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Alhamdulillah, di sini kesan-kesannya kalau untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah itu sangat baik dan tidak diragukan lagi,” tambahnya lagi.
Kepergian sang ayah karena menderita sakit paru-paru mengharuskan ibunya melanjutkan hidup dengan berdagang. Menghadapi kenyataan ketika ibunya harus menikah lagi, saat Fitri duduk di bangku sekolah menengah pertama. Mengharuskan Fitri memahami bahwa nasihat, perjuangan, dan apa yang telah dilakukan ibunya adalah pelajaran hidup yang berharga. Dari sini pula Fitri tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan berprinsip. Hingga akhirnya, dipersunting seorang guru lainnya yang merupakan warga lokal Kampung Buleud. Di akhir wawancara, Fitri menyebutkan harapan dan pesannya,
“Semoga di dunia bisa bermanfaat, dengan keluarga bisa bahagia, juga di akhirat mendapat ridho Allah. Semoga kita semua mendapat ridho Allah dan hidup kita barokah.” Tutup Fitri dalam sebuah pesan suara di udara.
Penyunting: Jihan Fadilah