Pelajar Indonesia Lemah Motivasi Diri

Sumber Gambar : Google

Daoed Joesoef mengungkapkan bahwa “Pendidikan adalah sarana penghidupan, dalam memilih dan membangun kehidupan yang baik, sesuai dengan martabat manusia.” Suatu bangsa dapat diukur maju atau mundurnya dari pendidikan sumber daya manusianya, sehingga pendidikan sudah menjadi rahasia umum untuk membangun negara maju dan ideal. Jadi, tentu saja peningkatan kualitas pendidikan pun memengaruhi perkembangan suatu bangsa. Mari kita lihat Jepang, disebut-sebut sebagai ahli teknonogi, mengapa? Hal ini terjadi karena Jepang sangat menghargai pendidikan, mereka rela mengeluarkan dana yang sangat besar untuk pendidikan, bukan untuk kampanye ataupun tentang posisi atau kekuasaan.

Di Indonesia sendiri, pendidikan sudah mengarungi perjalanan yang sangat panjang dalam perkembangannya. Mulai dari kurikulum SR 1947 yang terdiri dari 15 mata pelajaran, kurikulum 1968, kurikulum tingkat satuan pendidikan atau lebih dikenal dengan singkatan KTSP, hingga kurikulum 2013 revisi yang digunakan saat ini. Meskipun memang diakui bahwa tingkat partisipasi pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan, namun mutu pendidikan di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain jika diukur dari kualitas pelajarnya.
Sebagian pelajar berangkat ke sekolah semata-mata karena tuntutan orang tua ataupun uang jajan yang didapatkan. Menjiplak pekerjaan rumah milik teman dan menyontek saat ujian seolah sudah menjadi hal yang lumrah dalam realitas pendidikan di Indonesia, mereka menyebutnya sebagai bentuk “solidaritas”. Namun sebenarnya beberapa dari mereka melakukan hal tersebut (menjiplak dan menyontek) bukan karena benar-benar tidak mampu menguasai pelajaran ataupun tidak mampu menyelesaikan tugas, tapi mereka terlanjur merasa minder, merasa malu karena ternyata ada yang lebih mampu dibanding diri mereka sendiri. Para pelajar ini takur mencoba dan takut akan kesalahan, padahal dari sanalah mereka akan mampu memahami pelajaran dangan lebih baik lagi. Lama-kelamaan timbullah sifat malas yang membuat para pelajar lebih memilih untuk seterusnya menjiplak dan menyontek pekerjaan milik teman. Andai saja teman yang pandai ini juga memiliki kecerdasan dalam memilih tindakan, ia seharusnya lebih memilih untuk “memberi rumus” dibandingkan memberi jawaban. Dalam artian, teman yang pandai ini mau meluangkan waktu untuk membimbing teman-temannya hingga cukup mampu mengerjakan tugas sendiri. Kebanyakan para pelajar selalu saja lupa bahwa “proses tidak akan mengkhianati hasil”, pelajar saat ini terlalu “agresif” dan cepat sekali merasa bosan dalam berproses. Kemudian hal yang tak jarang dijumpai adalah para pelajar sering mengoceh mengenai cara mengajar sang guru yang dinilai kurang baik, padahal tak ada salahnya jika mereka meminta secara langsung agar sang guru mengulangi pembahasannya, atau yang lebih baik adalah para pelajar dapat memotivasi diri untuk belajar secara mandiri ataupun membuat kelompok belajar di luar sekolah bersama teman yang dapat diandalkan.
Tak dapat dipungkiri, di era ini memang sangat sulit memotivasi diri jika tidak ditunjang oleh lingkungan yang juga mendukung. Namun lingkungan yang memotivasi untuk mabar (main bareng) games online benar-benar harus dihindari, karena mabar inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab pelajar saat ini lupa belajar. Lingkungan yang dimaksud menunjang adalah orang tua yang bukan hanya memberi bekal materi namun juga bekal kebajikan yang ditanamkan sejak dini kepada putera-puterinya. Para tenaga pengajar harus benar-benar melaksanakan kedua fungsinya, yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, tenaga pengajar memberi pengajaran yang lebih intens dan menyentuh secara langsung anak muridnya yang dirasa masih kurang menguasai materi pembelajaran, bukan selalu saja terfokus pada murid yang dianggap mampu. Sebagai pendidik, tenaga pengajar menanamkan etika kejujuran bagi para pelajar dalam mengerjakan tugas dan dalam mengikuti ujian. Para pelajar pun harus lebih cerdas dalam memilih dan memilah teman, bukan yang hanya pandai untuk dirinya sendiri namun juga cerdas dalam membagikan ilmunya kepada orang lain. (Lailatul Badriah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *