PELAJARAN HIDUP DARI SOSOK BABEH (JURU PARKIR UNIVERSITAS SILIWANGI)

Juru Parkir (Jukir) atau yang sering disebut Tukang Parkir, kerap kali dipandang sebelah mata oleh berbagai kalangan. Tak heran berbagagai cemoohan kerap menerka profesi ini. Namun dibalik itu semua, berbagai manfaat dapat kita petik sebagai pelajaran hidup dari kisah dan kehidupan seorang juru parkir. Mereka tak mengenal panasnya terik matahari dan derasnya hujan untuk menjaga kendaraan pengunjung.

Penghasilan juru parkir sangat membantu dan dapat menghidupi Babeh. Siapakah yang tak kenal sosok Babeh? Yang selalu setia mengamankan kendaraan di Universitas Siliwangi. Yang selalu terlihat siaga dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Pemilik lengkap Endang Supriadi terlahir di Kota Tahu. Beliau merantau dari Kabupaten Sumedang ke Kota Tasik. Pada mulanya Beliau berprofesi sebagai supir angkot di Kota Bandung. Lalu merantau ke Tasik dengan profesi yang sama yaitu supir angkot. Selama 6 tahun menjadi supir angkot di Tasik, akhirnya Beliau mendapatkan kesempatan untuk berganti profesi. Beliau memutuskan untuk menjadi salah satu juru parkir sekaligus menjaga keamanan di Universitas Siliwangi. Semangat dan pengabdiannya terhadap Universitas Siliwangi tak perlu diragukan lagi. Beliau sudah mengabdi selama 6 tahun. 5 tahun saat Unsil berstatus swasta, dan sampai saat ini Unsil telah menjadi PTN Beliau masih tetap setia.

Terlihat dari kerutan wajahnya, bukan usia yang muda untuk melalukan profesi yang sedang dilakoninya. Usianya akan menginjak 57 tahun. Pekerjaan yang dilakoni setiap harinya, tidak pernah membuatnya merasa lelah. Beliau memantau kendaraan roda empat dari pukul 07.00 hingga 16.00 WIB. Berbeda dengan roda dua yang harus diawasi hingga pukul 19.00 WIB. Beliau juga tidak pernah sedikitpun memiliki rasa malu dengan menjalankan profesinya. Karena prioritas dalam kehidupannya adalah menafkahi keluarganya dari hasil jerih payahnya yang halal.

Ciri khasnya dengan mengenakan ikat kepala dan sikapnya yang ramah, membuatnya disukai oleh para mahasiswa. Selalu tersenyum dan sesekali memberi sapaan disaat mahasiswa akan hendak ke Kampus. Walau hanya dengan imbalan 1juta setiap bulannya. Dengan uang makan Rp.7500,-/hari Beliau tetap menjalankan profesinya dengan amanah. Walaupun bila diingat tidak sesuai dengan UMR kota Tasik. Berbeda dengan keadaan Unsil saat swasta. Babeh menpatkan kontrak dari pihak yayasan sekitar 125juta/5 tahun. Namun saat Unsil berubah menjadi Negri, Beliau tetap bersyukur dan menerima gajinya. Dan sesekali mendapatkan tambahan uang dari beberapa mahasiswa yang memarkirkan mobil di area kampus. Berapapun nominalnya, Babeh akan menerimanya dengan senang hati.

Kita dapat memetik pelajaran hidup dari sosok Babeh. Beliau tetap tersenyum dalam keadaan apapun. Juru parkir tidak pernah merasa memiliki atas kendaraan-kendaraan yang diawasi. Hanya merasa diberi amanah dan itu semua harus dipertanggung jawabkan. Hidup manusia selalu diibaratkan seperti roda. Ada kalanya kita di atas, dan ada pula kalanya kita berada di bawah. Kadang memerintah, dan kadang pula diperintah. Misalnya saja, seorang Guru Besar selalu menjadi panutan di Kampus. Apabila memberi perintah pada karyawannya, maka karyawan akan mematuhi dan melaksanakan perintahnya. Namun, disaat Guru Besar memasuki area parkir, maka aturan dari juru parkir harus ditaati oleh Guru Besar. Inilah hidup yang sebenarnya. Apapun status sosialnya atau kedudukannya, harus patuh terhadap aturan di area yang mereka lalui. Salah satu hal sederhana yaitu mematuhi peraturan dari juru parkir. Namun, juru parkir tak pernah sombong atau besar kepala saat semua orang bahkan orang pentingpun menggunakan jasanya. Dengan penuh amanah mereka berusaha bersusah payah untuk menjalankan tugasnya semaksimal mungkin.

Sebuah perjalanan hidup yang sangat berharga dalam diri Babeh. Dibalik kerja kerasnya dan tanggung jawabnya yang besar, ia tetap tersenyum, bersyukur bahkan nyaman dengan profesinya. Sosok Babeh mengajarkan kita untuk terus bersyukur atas segala nikmat yang Tuhan beri. Tetap rendah hati namun tidak rendah diri. Menomor satukan pekerjaan yang halal walau terkadang dipandang sebelah mata. Tak pernah malu akan sesuatu yang dianggap rendah. Ramah terhadap siapapun. Dan tak lupa menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab. Terkadang kita tidak peka terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita. Kita terlalu fokus bahkan terlalu jauh dalam berpikir. Enggan untuk menoleh bahkan melirikpun tak mau. Masih banyak orang-orang hebat yang dapat kita petik dalam setiap perjalanan hidupnya. Bukan hanya mereka yang sudah nampak jelas kesuksesannya. Tak perlu selalu memandang ke atas untuk memotivasi diri menuju kesuksesan. Karena kita juga perlu melihat ke bawah. Masih banyak orang-orang yang sebenarnya ada di bawah kita namun layak untuk dijadikan contoh. Dimanapun, kapanpun dan siapapun dapat kita ambil pembelajaran hidup. Karena guru terbaik dalam hidup bukan hasil ataupun pengalaman. Namun guru terbaik dalam hidup adalah proses kehidupan.

Bagaimana dengan diri kita sendiri? Sudahkah kita bersyukur akan nikmat yang Tuhan beri hari ini? Sudahkah kita bersyukur akan kehidupan dan segala rezeki yang telah Tuhan beri selama ini? Terkadang kita menyerah saat dihadapi suatu persoalan yang menurut kita sulit, namun di luar sana masih banyak orang-orang yang hidupnya lebih sulit dibandingkan kita. Namun dengan keikhlasan hati dalam menjalani semuanya dan bersyukur atas segalanya, setiap orang bisa menghadapi masa sulitnya.  (Siska Fajar Kusuma/Gemercik)

Reportase: Ginanjar/Persma Unsil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *