Peringati September Kelam, BEM Unsil Adakan Aksi Simbolis Kebebasan HAM

WhatsApp Image 2021 09 25 At 18.42.56 2

Gemercik News-Tasikmalaya (25/09). Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsil dan sejumlah mahasiswa Unsil beserta beberapa komunitas lain di Tasikmalaya, mengadakan Aksi Simbolis Kebebasan Berekspresi dan Bakti Sosial, dengan latar belakang kebebasan berpendapat dan September Kelam. Aksi tersebut digelar pada hari Jumat (24/09) pukul 16.00-20.00 di Taman Kota Tasikmalaya.

WhatsApp Image 2021 09 25 At 18.42.56
Sumber Foto: Astuti/Gemercik Media

“Kebebasan berpendapat dibatasi ini memang betul adanya. Ketika masyarakat mau berekspresi, berpendapat, mereka takut karena ada UU ITE, mau demo atau aksi dalam kondisi ini memang susah. Mural memang bisa dihapuskan, tapi penderitaan rakyat tidak,” ujar Ahmad selaku Korlap (Koordinator Lapangan) Aksi dari BEM Unsil.

WhatsApp Image 2021 09 25 At 18.42.56 1
Sumber Foto: Astuti/Gemercik Media

Ahmad menuturkan bahwa September Kelam menjadi momentum peringatan atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang telah terjadi pada bulan September. Selain itu, banyak korban yang terbunuh oleh kekuasaan dan saat ini sudah terlalu banyak darah yang terlupakan.

“September Kelam ini (diadakan) untuk mengingatkan masyarakat, mahasiswa, dan instansi yang ada di sini, termasuk kepolisian dan Satpol PP. Supaya nantinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang sudah terjadi tidak terulang lagi untuk September, dan bulan-bulan ke depannya,” lanjut Ahmad.

Dalam aksi simbolis tersebut, terdapat lima tuntutan yang akan dilayangkan dalam bentuk surat pernyataan sikap kepada pemerintah, di antaranya.

  1. Usut tuntas para pelaku kejahatan HAM. Adili seadli-adilnya;
  2. Hentikan kriminalisasi aktivis;
  3. Batalkan revisi UU KPK, UU Omnibus Law, dan berikan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil;
  4. Hentikan pembangunan yang merusak alam dan lingkungan, Pulau Komodo, Desa Wadas, dan eksploitasi Tanah Papua;
  5. Segera ratifikasi konvensi internasional anti penghilang paksa.

“Dilaksanakan aksi ini karena buat apa aksi kalo kita gak menyampaikan langsung ke pemerintah, penyampaiannya akan berbentuk surat pernyataan sikap,” sambung Ahmad.

WhatsApp Image 2021 09 25 At 18.42.56 3
Sumber Foto: Astuti/Gemercik Media

Sebagai refleksi pelanggaran HAM, ditampilkan sesi tabur bunga dan menyanyikan lagu “Darah Juang” sebagai peringatan bahwa demokrasi di Indonesia telah mati.

“Ada beberapa UU yang membahas tentang HAM, tetapi memang ada banyak kasus yang berkaitan dengan HAM yang tidak dapat dituntaskan oleh pemerintah, karena manusia di Indonesia beragam, itu hanya segelintir orang oknum.” Pungkas Ahmad.

Reporter: Dewi Rahma dan Astuti Siti Solhah

Penulis: Dedeh Sukmawati

Penyunting: Pipit Saesariyanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *