Setiap orang pasti memiliki paginya sendiri, damainya untuk dinikmati atau singkatnya yang direcoki karena bangun terlambat. Namun menurut Lae, semua pagi adalah sederhana. Ada yang menikmati secangkir teh atau kopi dengan cookies, atau segelas susu dengan selembar roti, atau seperti Lae yang menikmati siraman mentari bersama secangkir kopi dan beberapa potong gorengan.
Sederhana sekali. Hangat, pun nikmat.
Belakangan, tidur Lae tak pernah nyenyak, lelap sejenak kemudian terhenyak kembali secara tiba-tiba dan itu senantiasa menghadirkan pening tak terkira. Tak seperti Ibu yang jadwal tidur dan bangunnya begitu teratur, ya pengecualian untuk Sabtu malam karena Lae, Bapak dan Ibu akan movie marathon hingga setidaknya pukul dua pagi.
Jika terbangun pukul empat maka Ibu akan menyempatkan mencuci pakaian, jika terbangun pukul lima maka Ibu akan langsung sembahyang kemudian berkutat di dapur sekedar memasak air dan membuat gorengan.
Karena sekali lagi, pagi itu sangat sederhana. Pun bagi Lae yang menikmatinya bersama kopi dan gorengan.
Berbeda dengan Ibu dan Bapak yang bergotong royong membersihkan pekarangan rumah dan memberi pakan hewan ternak, Lae bertugas membersihkan isi rumah dan menyiram tanaman. Ah, terkhusus menyiram tanaman –Lae sangat menyukai kegiatan ini di setiap paginya. Mereka (para tanaman) senantiasa segar tak kenal lelah, tak perlu selimut jika kedinginan mengganggu di antara malam buta. Pun tak perlu berteduh saat hujan mengguyur tak kenal waktu.
Oh iya, semua bunga di pekarangan itu ditanam oleh Ibu, pun bibitnya yang Ibu cari (beli) dari pasar. Benar, Ibu suka sekali bunga, terkhusus bunga mawar. Lae ingat sekali, sewaktu ia kecil Ibu begitu gemar menggambarkannya bunga warna. Makanya, ketika ada tugas menggambar dari sekolah Lae tak pernah meminta bantuan Ibu karena hasilnya akan sama –setangkai bunga mawar. Tapi, gambar mawar Ibu bagus kok, meski hanya setangkai. Jadi Lae akan tetap suka.
Pohon bunga mawar yang baru setinggi betis dan baru berbunga sebanyak tiga tangkai ini sangat berharga, lho! Karena ini adalah pohon mawar pertama yang sukses berbunga setelah bertahun-tahun lamanya Ibu menanam berbagai pohon mawar.
Kkkkkk~ sungguh Lae selalu ingin tertawa setiap mengingatnya. Tidak tahu kenapa tapi memang tidak mau berbunga saja selama ini, tak peduli disiram atau dipupuk atau ditempatkan pada media tanam berbeda seberapa sering pun tetap saja tidak berbunga. Malah terus saja tumbuh menyulur mungkin setidaknya hingga satu meter. Tapi setelah pohon sebetis ini berbunga, pohon lama itu dipangkas habis oleh Bapak. Kasihan ya? Tapi tidak apa-apa, yang penting Ibu senang karena akhirnya punya pohon mawar yang berbunga. ^^
Berbeda dengan Ibu yang begitu menyukai bunga, Bapak lebih suka pohon-pohon yang berbuah. “Karena nanti hasilnya bisa dinikmati sama-sama. Kalau dijual, uangnya untuk jajan Lae. Kalau tak dijual, bisa makan gratis sampai bosan.” Begitu kata Bapak.
Makanya beliau menanam pohon pisang, sirsak, singkong, rambutan dan yang terbaru adalah pohon durian yang tingginya baru sekitar tiga puluh sentimeter.
Sebenarnya sudah lebih dari itu bahkan ranting cabangnya sudah lebih dari dua dengan berdaun lebat berwarna hijau begitu segar, sayang sekali harus patah karena tertabrak mobil.
Iya, benar, tertabrak mobil! Sungguh!
Ini satu lagi kisah dari tanaman di pekarangan rumah Lae.
Kenapa seolah setiap tanaman di pekarangan rumahnya punya cerita menarik masing-masing, ya?
He he he…
Pohon durian Bapak ini tertabrak Bruno, mobil merah kepunyaan Mada saat hendak diparkirkan di pekarangan rumah Lae dengan cara mundur. Sayang seribu sayang, karena pohon yang masih pendek sehingga tak terlihat di spion jadilah tertabrak bagian belakang Bruno. Kasihan sekali sampai akarnya hampir tercabut dari tanah. Tapi Bruno juga kasihan karena bagian belakangnya harus diperbaiki di bengkel. Tapi berarti lebih kasihan Mada, karena harus mengeluarkan uang jajannya demi Bruno.
Beruntung sekali pohon durian ini tak sampai mati, karena Bapak sangat sayang sebab ini pohon durian pertamanya. Terlebih pohon durian ‘kan memerlukan waktu yang sangat lama untuk sekedar tumbuh dan berbuah. Dan sebagai gantinya, akibat kecelakaan ini setiap pagi tatkala Lae membawa air hendak menyiram tanaman, Bapak pasti bersuara ;
“Jangan lupa pohon durian Bapak disiram, ya!”
Padahal tanpa diingatkan pun pasti kusiram lho, Pak. Kata Lae membathin.
“Gara-gara Mada sih, ada-ada saja.” Tambah Bapak.
Lae tertawa saja karena Bapak mengadu seperti anak kecil. “Bukan karena Mada, Pak. Tapi karena Narend tidak jadi tukang parkir.” Kata Lae.
Mereka tertawa sampai Ibu menyela, “Jangan lupa mawar Ibu disiram, ya!”
Maka Lae pun segera melangkah menuju pekarangan dengan bersenandung ceria serta Gukkie yang membuntuti dengan sesekali menggonggong saat menyenggol wadah air yang Lae bawa.
Oh Gukkie, ia anjing kecil berusia sekitar lima bulan yang dibelikan Bapak karena Lae terus merengek meminta. Gukkie senang sekali menjulurkan lidahnya ketika guyuran air meluncur bebas dari wadah, mungkin maksudnya ingin menikmati kesegaran air yang begitu menyehatkan di pagi hari bersama tanaman-tanaman yang Lae sirami.
Jadi, begitulah kisah pagi Lae yang begitu sederhana bersama pohon durian Bapak dan bunga mawar Ibu yang begitu istimewa.
Finished :
Monday, June 24th ’19
09.35 am
Penulis: Lailatul Badriah, Ilmu Politik 2017
Penyunting: Yanifa RS


