RUU PKS Kado Hari Kartini, Kenapa Tidak?

WhatsApp Image 2021 04 22 At 06.06.35

Oleh: Erin N. Hindayani

Menjadi seorang perempuan bukanlah hal yang dipandang sulit ketika dibayangkan, namun juga tidak semudah yang diperkirakan. Perempuan biasanya dianggap “kurang” dari laki-laki, baik dari kemampuannya, kesetaraannya, dan kemandiriannya. Tetapi statement semacam itu nampaknya sudah dianggap cukup kuno, karena perempuan-perempuan di masa kini telah mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan membuktikan bahwa mereka mempunyai kesetaraan yang sejajar dengan laki-laki. Bahkan, di tahun 1900-an telah hidup perempuan hebat asli putri kandung dari Ibu Pertiwi yang telah banyak menginspirasi perempuan-perempuan di masa kini. Ya, beliau adalah seorang perempuan yang pada setiap tanggal 21 April selalu diperingati dengan sebutan Hari Kartini.

Membicarakan Hari Kartini memang tidak akan lepas dari kata “perempuan”, karena R.A. Kartini sendiri adalah seorang perempuan. Dalam kemashuran namanya, setiap orang yang mendengarnya akan mengingat perjuangan beliau dalam mengangkat derajat perempuan serta menyampaikan keadilan yang harus dimiliki dan diterima oleh perempuan. Tetapi melihat keadaan sekarang, di masa Kartini era modern justru ada sebuah isu yang menjadi sorotan dan sedang digaungkan sekali oleh para kaum perempuan, yaitu mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang tidak kunjung disahkan oleh pemerintah. Nyatanya, masih banyak pihak yang menentang hadirnya RUU PKS dengan alasan yang beraneka ragam.

RUU PKS ini merupakan hukum pidana yang lengkap untuk menekan kekerasan seksual yang terjadi. RUU ini memuat sanksi pidana terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual, yang termasuk di dalamnya pemerkosaan dan perkawinan.  Alasan dari harus segera disahkannya, karena RUU PKS merupakan kebijakan yang banyak dinilai oleh berbagai pihak yang dapat mencegah dan mengurangi kasus kekerasan seksual yang marak terjadi sekarang ini. RUU tersebut memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap perempuan yang kerap kali menjadi korban kekerasan seksual.

Tetapi, ada kontradiktif semenjak pengajuan RUU tersebut, antara alasan dari pentingnya kebijakan yang disahkan dengan pihak pemerintah yang justru tidak kunjung mengesahkan kebijakan. Sepertinya, pihak-pihak yang ada di atas sana masih memiliki ideologi yang berbeda mengenai pengesahan RUU PKS. Sehingga, suara untuk pengesahan kebijakan tersebut tidak kunjung mencapai titik suara terbanyak. Bisa jadi beberapa pihak, sepertinya masih memegang ideologi patriarki yang masih kental. Sedangkan hal tersebut, bertentangan dengan perjuangan dan cita-cita Kartini untuk mematahkan paham perilaku mengutamakan laki-laki, daripada perempuan di kacamata masyarakat atau kelompok sosial tertentu.

Mengingat perempuan dalam kasus ini banyak berada di posisi sebagai korban. Terkadang suaranya dibungkam. Meminta keadilan pun terasa sulit, terlebih dengan adanya berbagai pertimbangan yang membuat keadilan tersebut tidak kunjung disahkan. Melihat urgensi dan fungsi kebijakan tersebut, harusnya RUU PKS sudah disahkan dan menjadi payung hukum yang sah, serta adil bagi kaum perempuan yang menjadi korban. Peran sesama perempuan dalam komplikasi ini, yaitu berjuang meneruskan cita-cita Kartini untuk kemerdekaan dan keadilan bagi kaum perempuan lainnya yang masih “tertindas”. Kebijakan yang seharusnya menjadi pelindung bagi perempuan justru dipersulit oleh para kaum elit politik. Semangat Kartini adalah warisan bagi kaum perempuan untuk sama-sama memperjuangkan hak keadilan di masa sekarang, dengan menyampaikan tuntunan dan harapan agar RUU PKS segera disahkan.

Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), yang dirilis pada tanggal 6 Maret 2020, sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2019. Dari data tersebut, ditemukan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun terakhir kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sebanyak 792 persen. Hal ini berarti dalam rentang waktu yang dekat, kasus kekerasan terhadap perempuan itu mengalami lonjakan hingga 8 kali lipat. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni menjadi 406.178  kasus. Kasus kekerasan seksual memang akan terus bertambah kian harinya dan bisa menimpa semua kalangan perempuan di bumi pertiwi. Begitu pun dengan pelaku kekerasan seksual yang bisa dilakukan oleh siapa pun, bahkan orang terdekat di sekitar kita. Dimulai dari keluarga terdekat hingga atasan di tempat bekerja, tak jarang menjadi pelaku ketika nafsu sudah tidak bisa dikendalikan oleh akal dan pikiran yang sehat. Bahkan dominannya, kasus incest dan pelecehan seksual terhadap anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa sejak usia anak, perempuan telah berada dalam situasi yang tidak aman, bahkan dari orang terdekat dalam kehidupannya. Maka bisa dikatakan bahwa saat ini Indonesia mengalami darurat kekerasan seksual.

Melihat dari pengalaman hidup R.A. Kartini sebagai perempuan asli pribumi di masa itu, perjuangan beliau untuk mencapai persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, dengan istilah lain Kartini begitu ingin mematahkan asumsi mengenai perilaku patriarki. Kekerasan seksual semacam itu pasti akan sangat ditentang oleh Kartini jika beliau masih ada. Perjuangan Kartini dan perempuan Indonesia seharusnya mendapat sorotan, supaya hal-hal yang berkaitan dengan pertentangan atas keadilan perempuan, dapat dibantu untuk diangkat ke permukaan dan dilihat oleh banyak orang bahwa Kartini di masa sekarang darurat keadilan.

Kini, pada Tahun 2021, RUU PKS masuk ke dalam ProgramLegislasiNasional (Proglenas) Prioritas 2021. Ketua DPR RI, Puan Maharani mengklaim masuknya RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021 merupakan bukti keberpihakan negara terhadap persoalan yang dihadapi perempuan. Dengan itu, semoga pernyataan dari Puan dapat segera dilihat justifikasi pengesahannya atas RUU PKS ini. Karena perempuan berhak hidup aman dan bebas dari kekerasan seksual. Pengesahan kebijakan ini seharusnya dapat menjadi kado yang diidamkan oleh perempuan Indonesia untuk Hari kartini.

Hidup Perempuan Indonesia! Selamat Hari Kartini!

Penyunting: Andini P.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *