Oleh: Tia Elvia
Pernahkah anda berpikir, mengapa para perempuan terkadang cenderung mengedepankan perasaannya ketimbang logikanya?
Atau, pernahkah anda berpikir mengapa para perempuan begitu mudah membuat hipotesis-hipotesis yang belum tentu terbukti kebenarannya?
Dua pertanyaan ini seringkali terlintas di benak beberapa orang, termasuk kita. Tak jarang, sebagian dari kita mungkin merasa hal ini cenderung menarik untuk dikaji. Apakah anda paham apa alasan dibalik semua ini?
Secara ilmiah, para peneliti telah melakukan penelitian terhadap perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan di abad ke 19. Jika dilihat dari aspek kerja, otak perempuan dan laki-laki memang berbeda. Para peneliti menyebutkan bahwa cara kerja otak perempuan disebut female end zone, sedangkan cara kerja otak laki-laki disebut male end zone.
Umumnya, otak perempuan memiliki kemampuan yang baik dalam membaca ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan juga kata-kata yang terucap dari mulut seseorang. Hal inilah yang menyebabkan perempuan cukup mahir dalam mendeteksi kebohongan dari pasangan atau pun temannya. Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan bahwa otak laki-laki hanya memiliki pusat verbal di satu sisi saja, sedangkan perempuan memiliki pusat verbal di dua sisi. Maka, hal ini berpengaruh pada gaya bicara perempuan yang terbilang cerewet, berbanding terbalik dengan laki-laki yang lebih pendiam.
Para perempuan juga cenderung lebih sering menggunakan otak kanannya. Hal inilah yang menyebabkan mereka mahir dalam hal menilai sebuah sudut pandang dan juga menarik kesimpulan dengan cepat. Berbeda dengan perempuan, laki-laki cenderung identik dengan berpikir rasional dan juga penuh dengan logikanya. Manusia yang cenderung lebih sering meggunaakan otak kanan, biasanya memiliki cara berpikir yang lebih bebas. Menurut teori, otak kanan biasanya berperan dalam aspek berpikir secara intuitif. Maka, hal inilah yang menyebabkan para perempuan mudah sekali membuat hipotesis-hipotesis yang kadang belum tentu terbilang rasional.
Dilansir dari Hellosehat.com, menurut penelitian dari Ragini Verma, seorang profesor di Departemen Radiologi dari Parelman School of Medicine, University of Pennsylvania, Philadelphia, cara kerja otak perempuan lebih baik dibandingkan dengan cara kerja otak laki-laki dalam aspek mengingat memori di suatu keadaan yang pernah terjadi dalam lingkungan sosial mereka. Ragini juga menambahkan bahwa, hal inilah yang menjadi alasan mengapa perempuan kerap kali mengandalkan perasaannya ketika membuat suatu kesimpulan.
Kesimpulan tersebut biasanya tak jauh dari pertimbangan akan suatu memori yang pernah dialami para perempuan. Selain itu, menurut sebuah penelitian, seorang perempuan dapat menyerap informasi lima kali lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini juga yang mengakibatkan perempuan lebih cepat menyimpulkan sesuatu dibandingkan dengan laki-laki.
Berbanding terbalik dengan perempuan, para laki-laki justru cenderung lebih sering menggunakan otak kiri dibandingkan dengan otak kanannya. Laki-laki juga memiliki kelebihan lain, yakni kemampuannya yang lebih baik dalam urusan motorik. Motorik berkaitan dengan suatu kemampuan yang memerlukan gerakan dari tubuh manusia. Salah satu contohnya adalah kombinasi antara tangan dan mata, seperti melempar bola voli atau pun lempar lembing. Maka, hal inilah yang mengakibatkan laki-laki lebih mahir dalam hal yang berkaitan dengan fisik.
Melalui penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa, laki-laki cenderung lebih mahir dalam mengerjakan tugas yang berkaitan dengan fisik, sedangkan perempuan cenderung lebih sering menggunakan otak kanan. Hal ini tentu akan lebih baik dalam mengingat memori, serta dalam aspek keterampilan sosial seperti bersikap multitasking. Salah satu contoh realisasinya seperti, dengan menjadi wanita karir dan juga ibu rumah tangga.
Perempuan dapat menjalankan dua profesi tersebut secara bersamaan. Namun, laki-laki belum tentu mampu menjalankan dua profesi atau pun beberapa hal dalam waktu yang bersamaan. Terlepas dari penjelasan ini, tentu kita tidak bisa mengandalkan stereotype dalam menilai suatu jenis kelamin. Karena hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan diskriminasi.
Penyunting: Rini Trisa