Oleh, Fachriel Hayqal M.
Negara Indonesia adalah negara hukum, di mana segala sesuatu persoalan akan diproses melalui hukum menurut pasal yang berlaku di setiap permasalahan. Memang, menjadi tugas pokok bagi pemerintah untuk selalu membuat produk hukum dengan penyesuaian waktu yang tepat, dalam arti produk hukum yang telah dibuat tidak lekang oleh waktu. Dengan begitu, produk hukum tersebut masih dapat dipakai pada zaman yang akan datang dengan permasalahan yang akan datang pula, dalam arti permasalahan yang baru atau permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk mencapai cita-cita produk hukum seperti itu sangatlah sulit.
Dari revisi hingga pendemo akan berdatangan dan menjadi permasalahan baru, terlebih pemerintah tidak mendapat titik terang dalam memuat atau membentuk produk hukum tersebut sehingga sampai kapanpun, produk hukum yang cacat tersebut menjadi faktor utama permasalahan yang akan terjadi. Dalam tulisan ini penulis akan membahas beberapa permasalahan terkait Omnibus Law yang saat ini menjadi salah satu permasalahan di negara Indonesia.
Opini ini murni dari apa yang menjadi keresahan sekaligus kebingungan saya terhadap apa yang menjadikan bahwa, ini tidak adil bagi beberapa pihak. Saya akan membahas beberapa isi dari RUU (Rancangan Undang-Undang) Omnibus Law. Yang pertama pasal pada pasal 46A berbunyi:
1. Pekerja/buruh yang di PHK berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan
2. JKP (Jasa Kena Pajak) diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“JKP akan diberikan kepada pekerja/buruh yang merupakan peserta BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran,” bunyi Pasal 46C. Pada Pasal 46D, tertuang manfaat JKP yang akan diterima pekerja yang kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yakni berupa pelatihan dan sertifikasi, uang tunai, fasilitas penempatan.
Jadi, adapun manfaat JKP yaitu pemerintah akan memberikan pelatihan (kerja), memberi uang saku selama 6 bulan, serta penempatan bekerja. Ini khusus bagi karyawan yang perusahaannya bangkrut atau kena PHK (bukan karena tindak kriminal) dan aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan. Jika pekerja di PHK (tidak melakukan tindak pidana atau kriminal), perusahaan wajib membayar pesangon yang besarnya sebagai berikut.
1. Masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan gaji
2. Masa kerja 1 tahun, tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan gaji
3. Masa kerja 2 tahun, tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan gaji
4. Masa kerja 3 tahun, tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan gaji
5. Masa kerja 4 tahun, tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan gaji
6. Masa kerja 5 tahun, tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan gaji
7. Masa kerja 6 tahun, tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan gaji
8. Masa kerja 7 tahun, tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan gaji
9. Masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan gaji.
Lalu, jika pekerja di penjara karena melakukan tindak pidana, perusahaan tidak wajib membayar gaji. Namun, wajib memberi bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungan. Ketentuannya:
1. Untuk 1 orang tanggungan = 25% dari gaji
2. Untuk 2 orang tanggungan = 35% dari gaji
3. Untuk 3 orang tanggungan = 45% dari gaji
4. Untuk 4 orang tanggungan atau lebih = 50% dari gaji.
Sampai sini dulu ya, yuk kita bahas. Dalam beberapa keterangan di atas kita dapat simpulkan bahwa isi RUU tersebut sangatlah bersahabat untuk pekerja. Bagaimana tidak, pekerja yang di PHK mendapat pesangon lalu bagi pekerja yang melakukan kesalahan dan tindak pidana atau di penjara perusahaan wajib memberi bantuan berupa materi. Sampai sini penulis sangat lega karna isi RUU tersebut saya nilai akan sangat membantu dan bermanfaat bagi seluruh pekerja yang ada di Indonesia.
Disebutkan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu berupa bonus atau uang penghargaan. Besarannya dilihat dari masa kerja. Bonus atau uang penghargaan diberikan dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Masa kerja kurang dari 3 tahun = bonus 1 kali gaji
2. Masa kerja 3 sampai kurang dari 6 tahun = bonus 2 kali gaji
3. Masa kerja 6 tahun sampai kurang dari 9 tahun = bonus 3 kali gaji
4. Masa kerja 9 tahun sampai kurang dari 12 tahun = bonus 4 kali gaji
5. Masa kerja 12 tahun sampai kurang dari 15 tahun = bonus 5 kali gaji
6. Masa kerja 15 tahun sampai kurang dari 18 tahun= bonus 6 kali gaji
7. Masa kerja 18 tahun sampai kurang dari 21 tahun = bonus 7 kali gaji
8. Masa kerja 21 tahun atau lebih = bonus 8 kali gaji.
*Bonus akan diberikan 1 kali dalam jangka waktu 1 tahun sejak UU Cipta Lapangan Kerja mulai berlaku.
*Ketentuan pemberian bonus ini hanya berlaku untuk perusahaan menengah dan besar yang sudah punya banyak tenaga kerja. Namun, tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.
Jika di UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, ketentuan perhitungan uang penghargaan berbeda dengan aturan RUU Cipta Lapangan Kerja berbeda. Pada UU Ketenagakerjaan disebutkan periode masa kerja hingga 24 tahun lebih dengan perhitungan untuk masa kerja 21 tahun sampai kurang dari 24 tahun sama dengan bonus 8 kali gaji dan untuk masa kerja 24 tahun atau lebih sama dengan bonus 10 kali gaji.
Lagi-lagi saya lega sekaligus senang membaca isi dari RUU tersebut. Karena isi tersebut mengatur, hingga pada penetapan bonus pekerja yang secara tidak langsung memberi sedikit kesejahteraan bagi pekerja. Lalu RUU Cipta Lapangan Kerja juga mengatur ketentuan libur atau waktu istirahat bagi pekerja. Disebutkan dalam Pasal 79:
1. Waktu istirahat antara jam kerja, minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. Istirahat ini tidak termasuk jam kerja
2. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Jika dilihat dalam UU No. 13 tahun 2003 tertulis jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
3. Sementara untuk cuti tahunan sama saja, diberikan minimal 12 hari kerja setelah masa kerja 1 tahun.
Pada pasal tersebut-lah, yang ditentang oleh beberapa pekerja/buruh di Indonesia dengan alasan kurangnya waktu untuk beristirahat dan waktu libur. Saya setuju dengan para pekerja/buruh karena, kurangnya waktu untuk beristirahat dan berlibur di mana pada waktu 1 minggu kerja hanya ada waktu 1 hari untuk beristirahat.
Saya berpikir, apakah ada kaitannya beberapa isi yang saya senangi di atas dengan isi RUU yang mengatur estimasi waktu kerja tersebut. Apakah pemerintah sengaja memberikan beberapa keuntungan yang terlihat sangat bersahabat dengan para pekerja, lalu feedback yang perusahaan atau pengusaha dapat yaitu estimasi waktu kerja yang lebih lama dan kepadatan waktu kerja yang diterima bagi pekerja Indonesia.
Dari sini saya dapat menyimpulkan, bahwa memang ada keterkaitan dari keuntungan pekerja dengan feedback yang didapat oleh perusahaan di Indonesia. Jika seperti itu saya yakin para pekerja akan setuju, dengan saya apabila pemerintah dapat mendiskusikan kembali dan membuka forum umum untuk para pekerja. Dalam membahas persoalan terkait estimasi waktu kerja yang dinilai kurang adil tersebut.
Namun, saya sangat menyayangkan jika para pekerja di Indonesia 100% menolak RUU dengan alasan minimnya waktu untuk beristirahat dan berlibur. Sedangkan pada persoalan materi dari upah PHK, sampai bonus bagi pekerja sangatlah menguntungkan. Jadi, bagaimana pendapat kalian jika dilihat dari tulisan saya? Menolak atau mendukung?
Penyunting: Muslimatul Hajar