Tradisi Akad Nikah Budaya Sunda

Untitled 3429.JPG Scaled

Oleh Nuurul Aulia Mar’ie

Indonesia terkenal dengan keragaman budaya dan adat istiadat yang dimilikinya mulai dari kepercayaan, suku, bahasa, dan lainnya. Hampir setiap daerah di Indonesia melahirkan kebudayaan yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya tradisi upacara pernikahan adat. Meski tradisi akad nikah di Indonesia melewati proses yang cukup panjang dan terbilang rumit, namun mayoritas penduduk Indonesia masih menggunakan tradisi yang sudah mendarah daging.

Biasanya adat yang dipilih telah disepakati oleh kedua mempelai. Pernikahan adat khas suku sunda misalnya, memiliki beberapa rangkaian khusus dalam setiap perayaannya. Kekayaan budaya sunda dapat dilihat dari prosesi adatnya yang diwarnai dengan humor namun tidak menghilangkan nuansa sakral dan khidmat.

Pada hari yang telah ditentukan, kedua mempelai bersama iring-iringan pengantin pria menuju tempat berlangsungnya acara pernikahan dengan membawa seserahan. Seserahan biasanya berisi perlengkapan yang dibutuhkan oleh pengantin wanita, seperti seperangkat alat salat, alat mandi, alat kecantikan, baju, sepatu, tas, dan lain-lain. Seserahan dalam pernikahan memiliki makna tanggung jawab seorang pria untuk mencukupi kehidupan perempuan yang akan dipersuntingnya. Dalam seserahan terselip juga simbol keseriusan mempelai pria untuk mencintai dan setia pada calon pasangannya.

Kedatangan rombongan pengantin pria disambut dengan ramai oleh keluarga pengantin wanita yang dipimpin oleh Ki Lengser dan Nini. Tak ketinggalan penari wanita berkostum menyerupai burung merak dan penari pria membawa payung. Mereka bertugas memayungi pengantin pria dan orang tuanya sembari diiringi gamelan degung.

 Kemudian dilanjutkan dengan ngabageakeun. Prosesi dimana ibunda mempelai wanita mengalungkan bunga melati kepada mempelai pria lalu diarahkan untuk menuju tempat berlangsungnya akad nikah. Tentu saja sudah dipenuhi oleh kerabat, para saksi, dan petugas KUA (Kantor Urusan Agama).

Untitled 3282.JPG 1

Mempelai pria menanti kedatangan mempelai wanita yang sedang dijemput oleh kedua orang tuanya di kamar. Ketika kedua mempelai sudah hadir, kemudian dikenakan tiung panjang. Hal ini bermakna penyatuan dua insan yang masih murni. Tiung baru dibuka ketika kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.

Setelah dinyatakan sah oleh penghulu dan para saksi, mempelai wanita mencium tangan suaminya sebagai bentuk rasa hormat dan bakti seorang istri. Mempelai pria mengecup sekilas kening wanita yang sudah menjadi istrinya sebagai bentuk kasih sayang dan perlindungan. Mereka menandatangani berkas sebagai bukti bahwa mereka  telah sah secara agama dan juga hukum.

Prosesi selanjutnya yaitu Sungkeman, kedua mempelai meminta restu untuk memulai kehidupan bahtera rumah tangga mereka. Dilakukan secara bergantian dengan posisi berlutut dan meletakan kepala dipangkuan mereka. Diawali dengan sungkem kepada orang tua mempelai wanita, kemudian dilanjutkan kepada orang tua mempelai pria. Sungkeman seringkali menjadi prosesi haru biru bagi siapa saja yang menyaksikannya.

Setelah selesai sungkeman, acara dilanjutkan dengan mendengarkan wejangan yang disampaikan oleh perwakilan dari kedua keluarga. Wejangan berisi nasihat mengenai kehidupan pernikahan serta hak dan kewajiban masing-masing pasangan dalam rumah tangga.                                                                 

Dilansir dari kompasiana.com, saweran berasal dari kata panyaweran, dalam bahasa sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah.  Saweran dilakukan oleh kedua orang tua sembari diiringi kidung. Kedua mempelai duduk berdampingan di bawah sebuah payung. Saweran dilakukan sampai kidung selesai dilantunkan. Memiliki makna berbagi rezeki dan kebahagiaan. Alat saweran bernama bokor, yang berisi uang logam (kemakmuran), beras (kemakmuran), kembang gula (mendapatkan manis dalam hidup berumah tangga), dan kunyit (kejayaan).

Untitled 3712.JPG

Prosesi selanjutnya yaitu Meuleum Harupat. Mempelai pria memegang batang harupat, lalu mempelai wanita membakarnya menggunakan lilin. Harupatyang telah menyala kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kendi.  Selanjutnya,  diangkat kembali lalu dipatahkan lantas dibuang jauh-jauh. Melambangkan nasehat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam memecahkan masalah di dalam rumah tangga. Kendi berisi air, berarti bagaimana istri mendinginkan suasana yang membuat pikiran serta hati suami tidak nyaman.

Kemudian Nincak Endog. Dalam bahasa Indonesia berarti menginjak telur. Mempelai pria menginjak telur ayam kampung  mentah yang diletakkan di bawah sebuah papan dengan kaki kanan. Kaki kanan melambangkan segala sesuatu yang dikerjakan dimulai dari kanan sebagai suatu kebaikan. Selanjutnya, mempelai wanita membersihkan kaki suaminya menggunakan air dari kendi yang terbuat dari geraba dengan penuh kelembutan, kemudian mengeringkannya dengan handuk. Lalu kendi air tersebut dipecahkan oleh kedua mempelai.

Nincak Endog mengandung makna kemampuan mempelai pria memberikan keturunan. Sedangkan mempelai wanita membersihkan dan mengeringkan kaki mempelai pria, bermakna bahwa mempelai wanita akan melayani dan mengabdi kepada suaminya.

Tahap selanjutnya, yaitu Huap Lingkup dan Pabetot Bakakak Hayam. Prosesi huap lingkup,yakni ketika kedua orang tua mempelai menyuapkan nasi kuning dengan potongan ayam di atasnya. Diberikan kepada kedua mempelai secara bergantian. Kemudian, kedua mempelai juga saling bergantian menyuapi nasi kuning.

Prosesi ini berarti sebuah bentuk suapan dan pengurusan terakhir orang tua terhadap kedua mempelai. Karena selanjutnya mereka akan mengurus rumah tangganya sendiri. Nasi kuning yang disuapkan adalah sebuah bentuk doa dari orang tua dan orang sekitar agar memiliki kemakmuran dalam rumah tangga mempelai.

Prosesi berikutnya adalah Pabetot Bakakak Hayam. Dilakukan oleh kedua mempelai yang memegang ayam panggang bagian paha. Selanjutnya kedua mempelai akan diberikan intruksi untuk menarik ayam tersebut ke arah yang saling berlawanan. Kepercayaan dalam prosesi ini adalah mempelai yang mendapatkan bagian lebih besar memiliki rezeki yang lebih besar pula. Selain itu, prosesi ini juga mengingatkan agar saling membantu dan berkerja sama satu sama lain.

Dilansir dari weddingku.com, tahap yang terakhir yaitu prosesi buka pintu. Prosesi ini memberikan pemahaman dalam hidup bermasyarakat. Untuk dapat bergaul baik dengan tetangga dan diterima menjadi bagian dari lingkungan sekitar. Keduanya harus membuka pintu terlebih dahulu.

Tradisi di atas dilakukan seusai akad nikah. Dimulainya prosesi ini ditandai denga ketukan pada pintu rumah sebanyak tiga kali. Kemudian mempelai wanita akan menanti pujaannya di depan pintu. Mempelai wanita menjawab ketukan dengan sebuah tembang berisi pertanyaan. Sembari menunggu jawaban untuk memastikan apakah benar orang yang berada di luar sana merupakan lelaki pujaannya atau bukan.

Dahulu, kedua mempelai saling berdialog seperti berpantun dalam bahasa sunda. Berbeda dengan sekarang dimana terdapat juru rias selaku pemimpin jalannya upacara. Mereka akan membantu kedua mempelai untuk berdialog. Percakapan itu pun diakhiri dengan pengajuan agar mempelai pria mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini untuk membuktikan apakah sang suami dapat menjadi imam yang baik atau tidak.

Setelah pintu terbuka, mempelai pria akan masuk ke dalam lalu mempelai wanita menyambut suaminya dengan menjabat tangan khas tradisi Sunda yang disebut munjungan. Caranya, mempelai wanita dan mempelai pria saling menyatukan kedua telapak tangan lalu kedua ujung jarinya ditempelkan ke hidung. Kemudian, mempelai wanita menunduk seraya menyentuhkan ujung jarinya dengan ujung jari mempelai pria. Hal ini merupakan tanda hormat istri kepada suami serta suami lebih santun kepada istrinya. Diakhir upacara buka pintu, tangan kedua mempelai akan digandengkan.

Upacara pernikahan bukanlah sembarang upacara. Apalagi jika pernikahan tersebut menggunakan adat sebuah daerah. Karena setiap prosesi yang dilalui mengandung makna yang dalam. Pernikahan merupakan upacara sakral yang dipenuhi dengan doa dan harapan dari orang tua, keluarga, sahabat dan orang sekitar. Jadi, apakah kamu tertarik menggunakan adat sunda dalam upacara pernikahanmu?

Penyunting: Rini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *