Oleh Ai Nurjanah
Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan pada sebuah negara yang menerapkan setiap warga negara yang ada dalam negara tersebut memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama rata, baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara. Kata demo tergambar seperti sekumpulan orang banyak di hadapan umum (rakyat). Dalam sistem demokrasi rakyat berhak ikut serta dalam menjalankan negara atau mengawasi jalannya kekuasaan dengan cara langsung atau melalui wakil-wakil rakyat yang telah dipilih secara adil dan jujur dalam sebuah pemilihan umum. Suatu hal yang umum di masyarakat tentang demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Seperti yang telah diketahui, demokrasi berwujud sebagai budaya politik. Demokrasi tidak akan berjalan apabila tidak didukung oleh pondasi yang terbangun kuat oleh budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Ia berjalan berirama dan tidak dapat lepas dengan satu sama lainnya.
Berbicara tentang bagaimana demokrasi di Indonesia, saat ini sedang mengalami proses kemunduran demokrasi yang dirumuskan dalam berbagai istilah, mulai dari kemunduran atau regression, decline, back sliding, hingga putar balik ke arah otoritarianisme atau authoritarian turn dan otoritarianisme gaya baru. Kualitas demokrasi Indonesia semakin hari semakin menurun, dalam sebuah data menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat 64 dunia dalam indeks demokrasi yang diterbitkan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dengan skor 6,3. Meski peringkat Indonesia tetap sama seperti tahun lalu, skornya turun dari 6,48. Ini merupakan angka terendah yang dicapai Indonesia dalam 14 tahun terakhir. Indonesia masih dalam masa gejolak yang berkepanjangan, bahkan di beberapa tempat mengalami kemunduran yang menjauhkan kita dari harapan akan demokrasi yang terkonsolidasi.
Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat merupakan konsekuensi atas dipilihnya sistem demokrasi. Sesuai konstitusi, kebebasan bereskpresi dan mengeluarkan pendapat juga dijamin dan telah tertuang pada UUD 1945 pasal 28E ayat (3). Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berpendapat saat ini seperti dipertanyakan kembali, jika melihat data pasca reformasi seolah-olah membawa angin segar bagi masyarakat dalam mengeluarkan pikirannya serta gagasannya, bahkan melakukan kritikan kepada pemerintah. Padahal, kebebasan berpendapat mendapat suatu tempat tersendiri dalam proses demokrasi dan reformasi yang tengah berjalan di Indonesia saat ini memasuki era globalisasi, salah satu wujud kemajuan teknologi ini dapat dilihat dari semakin maraknya penggunaan media online sebagai saluran bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapat serta pikirannya. Tetapi, pada kenyataannya kebebasan berpendapat saat ini seperti dibatasi dengan hadirnya pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), undang-undang itu menjadi ‘hantu’ bagi warga negara untuk mengungkapkan pendapat. Yang semestinya dijamin hukum nasional maupun internasional, menakut-nakuti rakyat dan menjadikan pemerintahan yang anti kritik. Apalagi dalam kasus seperti itu masyarakat sekarang secara tidak langsung di penjara dalam keadaan gelap pada ruang yang luas.
Selain dalam masalah kebebasan berpendapat, masalah yang menentukan demokrasi Indonesia lainnya yaitu kurangnya masyarakat sipil yang kritis terhadap kekuasaan, regenerasi yang buruk dari partai politik, hilangnya oposisi, pemilu yang memerlukan biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, banyaknya berita-berita hoax, rendahnya kesopanan politik masyarakat, masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum terselesaikan dan isu-isu intoleransi terhadap kelompok minoritas. Kita sedang mengalami krisis suara kritis untuk kekuasaan karena hampir semua elemen masyarakat sipil, dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kampus, media dan mahasiswa dekat dengan kekuasaan atau setidaknya memutuskan diam untuk menghindari “stigma” berpihak kepada kelompok intoleran yang antipancasila dan tidak demokratis.
Hal ini kurang lebih disebabkan oleh tajamnya polarisasi politik yang membelah Indonesia menjadi dua kubu, sehingga semua suara kritis pemerintah segera ditampung di kubu anti pemerintah. Faktanya, kurangnya suara kritis merupakan kerugian besar bagi demokrasi yang membutuhkan kekuatan yang sehat untuk mengendalikan kekuasaan.
Kemudian, ketika kita sudah mulai mengetahui beberapa macam permasalahan demokrasi di Indonesia, mungkin ada beberapa yang ingin kita ketahui tentang apakah demokrasi di Indonesia saat ini sudah dianggap lebih baik dari sistem sebelumnya karena demokrasi sudah lama dianut, tetapi apakah demokrasi Indonesia berjalan dengan baik dan merupakan demokrasi sejati? Apakah demokrasi yang dijalankan sudah sempurna? Semua keingintahuan tersebut jawabannya adalah belum. Mengapa demikian? Memperhatikan bahwa masih banyak fenomena penyimpangan yang terjadi karena demokrasi yang tidak berjalan dengan baik di Indonesia.
Demokrasi yang semula bertujuan untuk mensejahterakan rakyat sebagai tuan rumah sistem demokrasi, dewasa ini tidak lebih dari objek demokrasi itu sendiri, yang suaranya tidak pernah terdengar, yang aspirasinya tidak pernah tersampaikan dan yang keinginannya tidak pernah dikabulkan. Dalam hal ini bisa dikatakan demokrasi dapat menipu negara itu sendiri, kejadian ini disebabkan sebagian pemerintah dan masyarakat ada yang salah mengartikan peta demokrasi yang sebenarnya. Fenomena ini sering disebut ‘tersesat di jalan menuju demokrasi’. Demokrasi yang akan dilaksanakan sebagai solusi bagi suatu negara berakhir dengan penyimpangan yang merugikan negara itu sendiri.
Oleh karena itu, langkah-langkah agar demokrasi di Indonesia lebih baik dimulai dari adanya niat pemerintah agar mampu mendengarkan rakyat biasa dalam menyampaikan aspirasi dan melakukan pembenahan dari struktur yang ada. Kita sebagai rakyat bangsa Indonesia juga harus bijaksana dalam memahami situasi atau kondisi dan memahami demokrasi mana yang sebenarnya menjadi andalan bangsa Indonesia. Karena rakyatlah yang secara cerdas dan cermat memahami semua kondisi negaranya, serta akan membantu nilai-nilai fundamental bangsa yang sedang diperjuangkan dan yang harus kita bela tanpa ketidaktahuan memahami kondisi politik negara, kita tidak akan mudah tertipu oleh kekuatan-kekuatan yang akan merusak sistem demokrasi di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, pemerintah harus mengambil langkah terobosan, menjadi contoh dan teladan juga mendorong semua media untuk netral, independen, berlaku adil, dan transparan. Kemudian, mengajak seluruh instrumen pemerintah, lembaga negara, rakyat, lembaga kepentingan rakyat untuk sama-sama membangun demokrasi yang luhur, demokrasi yang dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sekarang kita semua bersama-sama mengoreksi demokrasi kita dan mengembalikan sejatinya demokrasi.
Penyunting: Siti Nurul Hanapiah