Urgensi Jurnalisme dalam Menimalisir Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

21693aa3 Ec9f 4194 82e7 753c09c64472

Oleh: Sri Rahmi Nuraini

Negara Indonesia merupakan negara demokratis namun masalah demi masalah terus bertambah. Masalah semakin masif merajalela di negera Indonesia mengenai pelanggaran HAM, seperti kriminalitas, penyimpangan dan hal-hal yang terkait dengan perilaku atau tindakan yang bersebrangan dengan HAM. Dengan begitu kasus pelanggaran HAM yang tak henti-hentinya akan memberikan dampak buruk  yang bisa mengancam warga negara Indonesia dan lebih gentingnya lagi jika tidak ditindak lanjuti dengan benar sesuai norma hukum.

Bisa dilihat hasil terjadinya kasus pelanggaran HAM bisa dikenakan sanksi pidana. Kasus pidana umum dan pelanggaran HAM berat merujuk pada data pencatatan dari Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung, selama periode Juli 2019-Juni 2020 penanganan perkara tindak pidana umum di kejaksaan seluruh Indonesia sudah menerima berkas perkara tahap satu sebanyak 145.420 berkas.

Sementara, untuk kelanjutan tahap kedua, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti sebanyak 115.140 perkara. Dari jumlah tersebut, pihaknya melimpahkan sebanyak 92.871 perkara ke Pengadilan Negeri.

Kemudian juga, perkara-perkara tindak pidana umum yang telah divonis oleh hakim sebanyak 76.490 dan 66.849 di antaranya telah dieksekusi oleh kejaksaan.

Sudah terbukti kasus pelanggaran HAM di Indonesia dari data Puspenkum dalam jangka waktu satu tahun itu sangatlah banyak. Kasus-kasus tersebut bisa dilakukan dimana pun dan kapan pun, itu pun disebabkan si pelaku memiliki kesempatan kepada si korban untuk melakukan tindakan kejahatan. Harus ada kehati-hatian atau pun waspada karena pelanggaran HAM bisa dilakukan oleh negara/pemerintah, ruang lingkup keluarga, lingkungan sekolah atau kuliah, maupun dalam ruang lingkup masyarakat baik regional, nasional maupun internasional.

Dalam setiap kasus pelanggaran HAM ada kasus berat maupun biasa. Dalam UU RI Nomor 39 tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat yaitu:

  1. Pembunuhan masal (genocide)
  2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
  3. Penyiksaan
  4. Penghilangan orang secara paksa
  5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

Di samping itu juga, ada pelanggaran HAM biasa seperti pemukulan, pemerkosaan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang dalam mengekspresikan pendapatnya, penyiksaan, dan lain-lain. Contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia yaitu kasus Marsinah, kasus tragedi Semanggi, kasus bom Bali, kasus pembunuhan Munir dan lain sebagainya.

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan norma. Norma yang ada di Indonesia ada norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Norma-norma tersebut berhubungan dengan moral bangsa Indonesia yang mana masyarakat harus bisa menjauhi segala hal yang dilarang dan mematuhi aturan yang berlaku. Hal yang terkecil seperti memberikan pendidikan tentang moral akan kemanusiaan sangat diperlukan sejak dini oleh para orang tua. Tapi pada kenyataannya banyak yang melanggar norma yang sudah ditentukan oleh pemerintah yang nantinya melakukan pelanggaran HAM.

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia muncul bermula dari tujuan  tertentu, konflik yang sepele, moral yang tidak terdidik dengan baik, adanya balas dendam, kecemburuan sosial, berseberangan dengan rezim tertentu, HAM juga bisa dijadikan alat isu politik yang terlihat oleh masyarakat itu baik. Padahal di belakang politik merencanakan hal yang mengancam bagi masyarakat sehingga menjadi tipu daya.

Seperti yang sudah terjadi aksi demo pada tahun 2020, dari berbagai daerah yang dilakukan oleh mahasiswa ataupun masyarakat di depan gedung DPR-RI/DPRD mengenai menolak Omnibus Law yang di dalamnya ada sebagian pasal yang merugikan masyarakat dalam hak ketenagakerjaan. Berita hangat yang menusuk Ustadz Syekh Ali Jaber oleh pelaku Alpin Andria di masjid Falahuddin Bandar, yang mengaku gila padahal di foto-foto medsosnya seperti orang normal. Seperti ada perintah dari atasan yang lebih gila dibanding orang yang mengaku gila tersebut, kasus pembunuhan munir yang di ungkit kembali di media masa dan masih banyak lagi.

Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjadi perhatian publik untuk simpati maupun empati dengan turun langsung membantu. Masyarakat bisa mengetahui karena ada informasi dari berbagai media seperti media cetak, media sosial dan berita diberbagai media.

Di sisi lain dibutuhkan media jurnalisme dalam mencegah secara preventif maupun represif agar kasus pelanggaran HAM bisa diminimalisir. Baik itu dengan memberikan informasi melalui tulisan, gambar atau rekaman video yang dihasilkan untuk dibaca, disimak, atau didengar publik secara lebih luas.

Untuk mencegah semakin banyaknya kasus pelanggaran HAM diperlukan jurnalisme kepada masyarakat yang bisa memberikan edukasi, serta pemahaman akan pentingnya HAM kepada seluruh masyarakat Indonesia. Menurut KBBI Jurnalisme yaitu pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dan surat kabar dan sebagainya.

Hak-hak dan kebebasan jurnalisme warga yaitu terdapat pada pasal-pasal UUD 1945, UU HAM 1999 seperti hak untuk berpendapat, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk menyimpan informasi, hak untuk menyebarluaskan informasi, hak untuk berkomunikasi, hak untuk berpartisipasi, kebebasan ekspresi, hak untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, hak untuk memperjuangkan haknya (termasuk secara kolektif). Dalam hak-hak tersebut  perlu adanya derogable rights (hak yang memungkinkan untuk dikurangi/dibatasi). Pembatasan tersebut karena harus memiliki attitude dan analisis yang baik, sebelum membuat keputusan maka perlu ada kajian-kajian terlebih dahulu.

Maka dengan itu, menangani kasus pelanggaran HAM perlu adanya suatu kumpulan wadah jurnalisme yang bisa menggerakan masyarakat menjadi masyarakat rukun antar satu dengan yang lainnya melalui informasi yang valid, aktual, dan terpercaya. Seperti adanya platform maupun media sosial pro terhadap HAM, seperti Amnesty Internasional merupakan organisasi swasta yang independen beserta media berita lain. Selain itu, bekerja sama dengan kelembagaan HAM di antaranya Komisi Nasional (Komnas) HAM, Komnas perlindungan anak dan komisi perlindungan anak Indonesia, Komnas anti kekerasan terhadap perempuan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dengan adanya kerja sama maka sosialisasi dalam meminimalisir kasus pelanggaran HAM akan mudah cepat tersebar luaskan dengan informasi melalui jurnalisme. Dengan mengandalkan jurnalistik/orangnya yang kompeten dan berpengalaman dalam memberikan informasi yang sesuai dengan fakta maupun data. Jurnalistik harus mempunyai kode etik tersendiri.

Kode etik jurnalistik secara secara universal tercantum dalam Sembilan Elemen Jurnalisme yang dikemukakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam  The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers, 2001) sebagai berikut:

  1. Kewajiban pertama adalah pada kebenaran
  2. Kesetiaan (loyalitas) jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
  3. Disiplin verifikasi
  4. Jurnalis harus tetap independen
  5. Jurnalis bertindak sebagai pemantau
  6. Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik, komentar, dan tanggapan dari publik
  7. Membuat hal yang penting itu menjadi menarik dan relevan
  8. Berita yang disajikan komprehensif dan proporsional
  9. Mengikuti hati nurani, etika, tanggung jawab moral, dan standar nilai

Oleh karena itu, dalam mengatasi kasus pelanggaran HAM diperlukan informasi lewat jurnalisme melalui jurnalistik yang memiliki kode etik yang bisa menyebarkan informasi yang benar sesuai fakta maupun data baik tulisan, gambar maupun rekaman video yang mana sumbernya harus legal. Berkerja sama dengan kelembagaan HAM dengan memberikan edukasi menimalisir kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan mentaati norma yang berlaku melalui moral yang baik dan dapat diteladani oleh masyarakat luas.

Penyunting: Rini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *